Home / Fantasi / Legenda Pedang Direnc / Bab 2. Pedang Direnc

Share

Bab 2. Pedang Direnc

Author: Mark Aksan
last update Last Updated: 2022-11-23 18:57:46

"Namaku Zarif," kata Elf itu dengan tegas. Dia nampak tampan ketika dilihat dari dekat. Rambutnya lurus, panjang terurai ke belakang berwarna perak. Dia sangat tinggi, aku harus sedikit mendongak ketika melihat wajahnya. "Di mana kau menemukan pedang itu?" Dia menunjuk pedang yang sedang aku peluk.

Apa, pedang? Apa dia tahu soal pedang yang aku temukan ini? Elf itu terus memandangku dengan was-was. "Pedang ini ...," kataku ragu.

"Tidak ada waktu, kita harus bergegas sebelum Orc itu datang lagi." Zarif mulai berlari. Sedetik kemudian dia menoleh. "Ikuti aku," pintanya. Lari seorang Elf ternyata kencang. Sulit untukku mengimbangi kecepatan larinya. Apakah semua Elf berlari secepat itu? Atau aku saja yang terlalu lambat.

Aku masih ragu, apakah harus memercayai Elf ini atau tidak. Meski yang aku dengar Elf adalah kaum yang baik, tapi tidak menutup kemungkinan kalau dia berprilaku jahat. Seperti manusia yang tidak bisa ditebak isi kepalanya.

Soal pedang, aku menemukannya secara tidak sengaja dan tiba-tiba saja aku teringat pada sepupuku.

Seharusnya aku mendengarkan perkataan Yasemin. "Tangkap saja kelinci, jangan berburu hewan besar seperti rusa," katanya saat mengantar kepergianku. Aku terlalu optimis dan menganggap semua hal itu mudah.

Siapa kira seekor rusa akan tetap berlari cepat meski sebuah panah menancap di perutnya. Karena tidak mau kehilangan hewan buruan, aku mengejarnya tanpa ragu meski hujan telah mulai turun.

Hujan semakin deras dan aku semakin dalam masuk ke dalam hutan. Tanah di kakiku mulai licin dan hampir membuatku jatuh.

Di depanku terdapat sungai dan rusa itu masih kebingungan menjari jalan. Setelah aku mulai mendekat rusa itu melompat dari batu ke batu tanpa jatuh hingga ke seberang sungai dan masuk ke hutan lagi.

"Jangan sombong!" teriaku pada Rusa yang sudah tidak terlihat lagi.

Aku tidak mau kalah, aku meloncat dari batu ke batu sama cepatnya dengan rusa. Bedanya adalah di batu terakhir aku tergelincir. Batu kecil itu ternyata licin.

BYURRR!

Rusa itu pasti tengah tertawa melihatku jatuh. Saat aku hendak naik ke permukaan, tiba-tiba aliran sungai mendadak membesar dan aku terbawa arus.

Aku tidak mungkin menceritakan bagian itu pada Elf bernama Zarif. Dia akan menganggap aku laki-laki ceroboh. Walaupun memang benar begitu. Elf terus berlari dengan cepat di jalan setapak dan aku mengikutinya di belakang dengan napas tersengal-sengal.

Setelah terbawa arus sungai aku tidak tahu berapa lama tidak sadarkan diri. Saat mataku terbuka semuanya sudah gelap. Setengah tubuhku dari pinggang ke bawah masih berada dalam air dan dari pinggang ke atas tersangkut diantara dua batu besar. Aku tidak ada bedanya dengan sampah yang terbawa hanyut.

Aku bersandar pada sebuah pohon besar di tepi sungai. Hujan sudah reda dan meninggalkan genangan air di atas tanah. Ranting-ranting pohon masih basah dan hal itu membuatku kesusahan untuk membuat api. Selain kedinginan badanku sepenuhnya sakit.

"Di mana aku?" aku bertanya pada diri sendiri.

Aku memeriksa ke sekeliling. Pohon-pohon berbatang besar dan sangat tinggi. Daun-daun pohon begitu rindang hingga menghalangi cahaya matahari masuk ke bawah. Di bawah sini begitu gelap, tanpa ada tanda-tanda kehidupan.

Tempat ini seperti yang orang-orang katakan. Hutan paling berbahaya dan jangan pernah datang ke sini, apalagi sendirian dan apalagi kalau belum berpengalaman. Semua itu bukan aku banget.

Hutan ini bernama Yasakli. Hutan terlarang. Kenyataan itu membuat aku lebih dingin dari sebelumnya. Tubuhku menggigil bukan hanya karena kedinginan.

"Aku harus segera pergi," kataku sambil memaksakan diri untuk berdiri. Aku berjalan-jalan menyusuri hutan guna mencari jalan pulang sebelum malam tiba.

Zarif sang Elf itu berhenti begitu saja, membuat kami bertabrakan yang langsung membuatku tersadar. "Hati-hati," katanya. Zarif menunjuk ke bawah.

Aku baru sadar kalau kami tengah berdiri di atas tebing yang tinggi. Mataku kemudian mengikuti arah yang ditunjuk Zarif.

"Pemandangan yang indah. Apa di bawah itu desa?" Aku menerka, sebab yang aku lihat hanya cahaya api dari obor yang menyala.

Zarif memberengut. "Kau tidak bisa melihatnya?" Elf itu terlihat kecewa. "Itu adalah markas Orc. Adikku Hazel dan beberapa orang dari kaum Elf, Dwarf dan manusia berada di sana," jelas Zarif. "Mereka ditawan."

Aku merinding ketika mendengar nama Orc. Aku mundur satu langkah dari Elf itu. "Bukannya kita berlari menghindari mereka, kenapa kau malah membawaku ke atas markas mereka?"

"Untuk menunjukan padamu apa yang dilakukan para Orc. Lagian ini satu-satunya jalan keluar dari hutan Yasakli." Zarif menunjuk sebuah perbukitan. "Di sana desa Zirve berada, desa manusia terdekat."

"Ya, itu desa tempat tinggalku." Aku membenarkan.

"Sekarang ceritakan, bagaimana kau mendapatkan pedang itu. Kau bercerita sambil jalan, bisa?"

Aku mengangguk. Tidak lama kemudian kami berjalan menjauhi tebing. Menyusuri jalan setapak yang menurun. "Soal pedang ini," kataku. Aku ragu, sebab ada hal yang tidak masuk akal. Tapi, saat melihat apa yang dilakukan Elf saat bertarung tadi rasanya akan terasa biasa saja bagi Zarif.

"Kenapa pedang itu?"

"Pedang itu memanggilku."

Zarif berhenti, dia menoleh ke belakang. Jangan-jangan dia mau menertawakan dan menyebutku gila. "Kau belum menyebutkan nama, siapa namamu?"

"Arkan," jawabku singkat.

"Nah, Arkan, lanjutkan ceritamu langsung ke intinya saja." Zarif kembali berjalan memimpin di depan.

Aku seperti bicara pada punggungnya. "Saat aku tersesat di hutan yang gelap ini, aku melihat cahaya berwarna kuning terang. Karena aku pikir itu cahaya matahari maka aku mengikutinya berharap ada jalan keluar."

"Terus?" selanya.

"Semakin dekat aku menyadari bahwa cahaya itu berasal dari sebuah batang pohon. Lalu, aku mendengar ada yang memanggilku yang asal suara itu dari pohon tersebut. Mungkin aku berhalusinasi."

"Lanjutkan."

Aku mengatur napasku sejenak. "Sebuah pedang menancap di batang pohon bagian bawah. Kemudian aku mencabutnya. Pedang ini berhenti bersinar saat berada di tanganku. Pedang ini juga sudah berkarat, jadi aku tidak bisa menjual pedang ini dengan harga mahal kecuali pedang ini dapat bersinar lagi."

Zarif kembali berhenti melangkah. "Kau mau menjualnya?"

"Apa ada yang salah?"

"Kau tahu itu pedang apa?"

Aku tahu ini pedang karatan, tapi untuk melunakkan hati Elf yang terlihat mau marah aku menggelengkan kepala.

"Itu pedang Direnc dan tidak sembarang orang bisa mencabut pedang itu dari pohon."

"Maksudnya?"

"Hanya orang terpilih yang bisa. Aku sendiri sedang mencarinya dan tidak berhasil menemukannya." Zarif menaruh kedua tangannya di pundakku. "Dengar–"

Tiba-tiba saja anak panah menancap di atas dada Zarif dari kejauhan terdengar lolongan seperti serigala. "Itu mereka, cepat lari."

Anak panah itu kalau meleset sedikit ke kanan mungkin sudah menancap di kepalaku. Kami berlari sekuat tenaga, kali ini aku berlari di depan. Beberapa kali Zarif menangkis anak panah dengan pedang yang dia bawa.

"Ini yang terakhir," ujarnya.

"Terakhir apa?"

"Kekuatanku. Kalau aku masih bernapas tolong gendong aku."

"Ap–" Aku terhempas ke depan diiringi sebuah ledakan besar

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Valarian
kayanya ini mau baku hantam nih
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 17. Rumah Tanpa Jendela Dan Pintu

    Akhirnya kami tiba di sebuah hutan yang katanya sama angkernya dengan hutan Yasakli. Namanya hutan Kayip. Hutan yang sering sekali membuat orang hilang tiba-tiba tampa menghilangkan jejak apapun."Apa jangan-jangan ada pasukan Orc juga di hutan ini?" tanyaku pada Zarif yang beristirahat di depan perapian bersama dengan Nazik, Guzel, dan tentu saja si Elf menyebalkan Hazel."Tidak. Hutan ini sudah dekat dengan Solros. Kami sering menyusuri hutan dan tidak pernah menemukan tanda-tanda keberadaan Orc," tukas Zarif."Jadi Solros sudah dekat ya?" tanyaku.Guzel yang duduk bersebelahan langsung bereaksi. Bahunya menabrak bahuku. "Kau ingin cepat-cepat ke Solros agar bisa segera menikahi Tuan Putri Hazel kan?" goda Guzel. Entah sihir atau apa alis Guzel terangkat sebelah dan ditambah cekikikan.Hazel menatapku dan Guzel secara bergantian dengan tatapan galaknya. Terlebih saat dia menatapku seperti ingin membunuhku dengan segera."Kau! Kenapa harus duduk di sini, pergi sana?" Hazel mengusirku

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 16. Perjalanan Dimulai

    "Di mana letak Solros?""Di daerah barat," jawab Zarif.'Yagmur di timur dan Solros di barat,' gumamku dalam hati. Di satu sisi aku ingin sekali pergi ke negara manusia dan di sisi lain aku juga ingin ke negeri Elf dan bertambah kuat dengan latihan yang akan Zarif berikan.Memilih Yagmur bersama Hein mungkin akan mendekati tujuanku untuk menolong laki-laki dalam mimpiku. Berasumsi kalau gunung itu berada di daerah timur.Pergi ke barat artinya aku harus melakukan perjalanan panjang bersama Elf super menyebalkan bernama Hazel."Ada apa, Arkan?" tanya Zarif. "Kau keberatan ikut kami ke Solros?""Tidak."Zarif adalah temanku dan sudah sangat berjasa menolong Yasemin dan juga Paman Aftal. Kalau aku memilih Yagmur artinya aku akan mengecewakannya.Tiba-tiba teringat perkataan Hein, bahwa Elf selalu memanfaatkan kita. Sejauh ini, aku tidak merasa telah dimanfaatkan oleh Zarif kecuali rencana penyerangan Orc tadi pagi. Dia memaksaku menjadi umpan."Kalau kau tidak keberatan, kenapa kau nampa

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 15. Solros Atau Yagmur?

    "Apa?!"Hazel bisa mendengar Pedang Direnc bicara? Apa itu mungkin?"Bro! Apa pacarmu bisa mendengar suaraku?" tanya Pedang Direnc mendahului."Justru itu pertanyaanku," aku membalas dalam benakku.Saat ini aku masih adu tatap dengan Elf perempuan muda yang angkuh, sombong, menyebalkan, dan juga cantik. Aku harus mengakui Hazel cantik, meski berat hati. Di lihat dari rambutnya yang panjang dan berwarna putih kekuning-kuningan, hidung mancung, berkulit putih dan mata yang seperti kacang almon menatapku dengan tajam. Jujur saja, dia adalah perempuan yang paling cantik yang pernah aku lihat. Sayangnya kecantikannya sirna dengan kelakuannya yang seperti itu."Sudah-lah kalian berdua. Hentikan, jangan seperti anak kecil." Zarif melerai kami tangannya menyentuk kedua ujung pedang dan menekannya ke bawah.Zarif menoleh. "Arkan sebaiknya kau istirahat selagi sempat. Aku akan tetap melatihmu menggunakan pedang."Kakak! Apa aku tidak salah? Kau akan mengajari anak tikus ini?""Zarif apa adikmu

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 14. Jadi Siapa Putrinya?

    "Kau yakin?" kata Elf yang mencekikku."Sangat yakin."Akhirnya Elf galak itu membebaskanku. "Kenapa mereka mengutus orang bodoh seperti mu? Kau benar-benar dikirim Pangeran Zarif?" tanyanya."Tentu saja," kataku."Jadi, apa rencananya?""Ini rencananya." Aku mengangkat tangan dan memikirkan pedang Direnc. 'Direnc!' teriakku. Tentu saja dalam hati. Aku terus berkonsentrasi mengingat keberadaan Pedang Direnc dan keberadaanku."Wah! Rencana yang bagus!" komentarnya saat tidak terjadi sesuatu pada tanganku. "Pangeran Zarif pasti sedang mabuk mengirim anak ini.""Jangan terlalu pesimis," kataku. "Lebih baik kau bersiap-siap dan lindungi Putri Hazel sebaik-baiknya," titahku."Kau tidak berhak memerintahku, manusia."Lama menunggu pedang Direnc belum juga muncul. Aku semakin diragukan."Arkan! Kau tidak sedang membuat lelucon kan?" sela Hein."Tunggu sebentar," kataku. Aku memanggil Pedang Direnc lebih keras.Lalu pintu sel terbuka. Dua Orc datang dan menangkapku. Konsentrasiku buyar seket

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 13. Aku Didorong Dan Masuk Penjara

    "Jadi, kunci keberhasilan operasi ini adalah dari Tuan Arkan," kata Nazik seorang Elf penasehat Zarif."Panggil saja Arkan," kataku di depan semua orang yang tengah berkumpul untuk makan makan di bawah langit malam. Aku duduk di sebelah Zarif yang ternyata seorang pangeran Elf yang sangat dihormati."Bagaimanapun Tuan Arkan adalah sahabat Tuan Zarif," balas Nazik dengan sopan.Aku tidak terbiasa mendapatkan perlakukan seperti itu, badanku rasanya gatal-gatal."Aku masih muda dan lebih senang dipanggil Arkan," kataku sekilas aku melirik Zarif. "Pokoknya jangan terlalu formal.""Baiklah kalau itu maumu." Nazik mengalah."Keselamatan adikku ada di tanganmu," timpal Zarif. Dia terlihat berwibawa. "Aku percaya padamu, Arkan.""Zarif, aku—""Ehem," Nazik berdehem dan Elf lainnya batuk-batuk."Maksudku Pangeran Zarif. Anda tahu sendiri, bahwa aku baru beberapa kali menggunakan pedang. Aku bukan seorang ksatria yang hebat. Jadi, masuk sendiri ke dalam markas Orc rasanya itu seperti bunuh diri

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 12. Troll Dan Aku Berbagi Makanan

    Menurut penjelasan Zarif yang disampaikan sambil lari, melompat dan menyerang balik Troll yang buas . Seharusnya tidak ada Troll di sini. Mereka biasanya di gunung."Awas!" teriak Zarif memperingatiku ketika pohon lain dilemparkan ke arah kami.Aku menunduk hingga wajahku menyentuh tanah. Lebih tepatnya tersungkur. "Bagai mana cara membunuh makhluk ini?" Aku buru-buru bangkit."Serang kepalanya atau dengan cahaya," katanya.Aku tersenyum, "Cahaya? Kebetulan sekali aku memiliki pedang yang bisa bercahaya." Tanganku mencoba meraba pedang Direnc yang digendong di punggung. "Celaka.""Di mana pedangmu?" tanyanya. Lalu, Zarif membidik Troll sambil lari dan melompat kemudian melepaskan anak panah mengarah pada kepalanya. Troll menutup kepala dengan tangannya. Sehingga anak panas Zarif menancap pada sikut Troll."Hilang!" Aku kembali berlari guna menghindari serangan Troll.Aku melihat sekitar hutan yang gelap. Pedang Direnc terjatuh beserta sarungnya di suatu tempat."Bagus sekali," koment

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 11. Pohon Dikira Rumput Liar Dasar Aneh

    "Terima kasih," kataku pada Bamsi.Bamsi memberikanku sarung pedang yang cocok untuk pedang Direnc. Sarung pedang yang dilengkapi dengan tali yang sangat memudahkanku membawa pedang Dirence ke mana-mana."Asik, ini baru kenyamanan yang hakiki," ujar Pedang Direnc saat aku masukan ke dalam sarung. Kemudian aku menggendong pedang di punggungku.Setelah pedang itu masuk aku tidak lagi mendengar ocehannya lagi. Ternyata Pedang Direnc hanya bisa berbicara saat aku memegangnya.Elric juga mengembalikan pedang Zarif. "Terima kasih," ujar Zarif dan langsung pergi."Kau sungguh-sungguh harus pergi?" tanya Yasemin sekali lagi. Membuatku menjadi sangat berat untuk meninggalkannya."Yase, akhir-akhir ini aku bermimpi sangat aneh. Ada sesuatu hal yang harus aku kerjakan di suatu tempat di luar sana. Aku tidak akan benar-benar tenang sebelum melakukannya."Aku memberikan alasan tambahan padanya agar dia semakin mengerti. Nyatanya aku memang kepikiran soal mimpiku tentang laki-laki yang dirantai em

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 10. Kata Aftar Pedang Direnc Aneh

    "Kau pria yang buruk Aftal. Arkan masih anak-anak dan kau mengusirnya dengan tuduhan yang tidak jelas," kata Bamsi dengan tegas di hadapan semua warga yang tengah berkumpul di depan rumahnya.Hal itu ternyata belum cukup meredam emosi warga yang meminta aku dan Zarif segera pergi."Kau tidak mengerti, Bamsi. Aku hampir mati dibunuh kalau tidak melarikan diri ke hutan. Bukan hanya aku, tapi kami semua menjadi korban," balas pamanku dengan mudah menarik simpati dari warga lain.Warga lain mulai mengeluh seperti Paman Aftal membuat suasana seperti di pasar.Bamsi kemudian membuka bajunya. Memperlihatkan luka besar dari sayatan pedang Orc. "Kalian pikir aku baik-baik saja?"Paman Aftal bersama warga lain bergidik ngeri."Kalau bukan karena Arkan mungkin aku, keluargaku, dan bahkan kalian sudah mati," jelas Bamsi dengan suara lantang."Ayah, Arkan adalah keluarga kita. Kenapa Ayah setega itu mau mengusirnya?" Seperti biasa Yasemin membelaku. Dia masih belum mengganti pakaiannya, bahkan aku

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 9. Pedang Cerewet

    Aku tidak sempat menghitung berapa Orc yang mati karena sabetan pedang Direnc. Saat pedang ini bersinar, Orc lari tunggang langgang seolah takut akan terbakar oleh cahayanya."Arkan! Sejak kapan kamu—""Tampan!" Aku menebak."Bisa menggunakan pedang sehebat itu," ungkap Yasemin.Untuk sementara rumah Bamsi aman. Aku bisa bernapas lega. Sementara itu Bamsi dan teman-temannya duduk di lantai karena kelelahan."Bro! Kejar meraka, yuk? Asik, nih," ujar pedang Direnc"Sebentar," jawabku."Sebentar apa," tanya Yasemin.Mungkin Yasemin tidak bisa mendengar perkataan pedang Direnc."Nanti saja aku ceritakan," janjiku.Saat aku keluar melalui pintu utama yang telah rusak, desa Zirve terlihat kacau balau. Rumah warga hancur, terbakar, dan banyak sekali korban yang berjatuhan.Orc memilih menghindar, berlari atau bersembunyi dari cahaya pedang Direnc."Dasar Orc pengecut," keluh Pedang DirencKami—aku dan pedang Direnc—mengejar Orc terde

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status