Share

Bab 14 - Persiapan liburan

Aku langsung menatapnya serius, ia tertawa kecil kala melihat wajahku. Memang ada yang lucu?

“Iih! Serius Kak. Gue penasaran banget kenapa Edgar sama Carel sering berantem?” sahutku sebal.

“Mau tau banget apa mau tau aja?” godanya.

Mendengarnya berkata seperti itu, membuatku teringat si mesum ketika mengucapkan kata yang sama.

“Ah, nyebelin!” tukasku.

Kutinggalkan Daffa di sana dan langsung masuk ke kamarku. Sengaja aku membanting pintu dengan keras. Biar saja, memangnya dia pikir ini semua lucu!

Kuambil laptop dan speaker portabel yang tergeletak di atas nakas yang ada di samping tempat tidurku.

Lalu, kubawa ke atas ranjang, kuhubungkan kabel speaker itu pada laptop. Setelahnya, aku tidur tengkurap dan menyalakan laptopku.

Huh, aku sudah terlanjur kesal dengan Daffa, lebih baik aku menonton tayangan ulang konser idola kesayanganku. Setidaknya mereka bisa membuat moodku membaik.

Video mulai berputar, opening yang sungguh keren terpampang di depan mataku.

“Kyaaa! Oppaaa!” teriakku ketika konser itu di awali oleh member kesukaanku.

Tampak di layar, idolaku yang bernama Taehyung sedang menari dengan begitu enerjik. Taehyung sangat tampan mengenakan kemeja putih dengan tiga buah kancing atas yang terbuka, sehingga menampilkan dada bidangnya yang terpampang indah.

‘Dia mirip banget sama gue, ya?’ Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku perkataan Edgar waktu itu.

Aku segera membuang pikiran itu jauh-jauh. Namun, entah kenapa, pikiranku selalu tertuju padanya. Fokus! Fokus!

Aku benar-benar sudah gila jika mengakui si mesum itu mirip dengan Taehyungku.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pada pintu kamarku, diiringi teriakan seorang pria dari luar.

“Woy berisik! Kecilin!”

Tak kuhiraukan teriakan itu, huh! Biar saja, aku tak peduli, aku sedang serius melihat idola kesayanganku!

Aku sengaja makin memperbesar volume laptopku hingga kini di kamarku terasa seperti sedang ada konser musik sungguhan.

“Woy! Lo budek, ya?!” teriaknya lagi. Namun aku masih tak bergeming dari tempatku.

Masa bodo dengannya, yang terpenting aku sedang menikmati penampilan idolaku, dan itu membuatku senang. Terserah, mereka akan mengadu pada Papa, aku tak peduli!

Tiba-tiba seseorang mengambil laptopku, aku langsung mendongak, ternyata itu Edgar!

Ia menutup laptopku lalu mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala, hal itu membuat speaker yang masih terhubung dengan laptop bergelantungan. Aku segera berdiri dan berusaha meraihnya.

“Balikin laptop gue, Edgar!” teriakku sambil melompat-lompat meraihnya. Namun, karena tubuh Edgar yang tinggi itu, aku kesulitan mengambilnya.

“Gue udah bilang kecilin, ya kecilin! Malah makin digedein volumenya!” ketus Edgar. Aku memalingkan wajah dengan cemberut.

“Terserah gue dong!” balasku tak kalah ketus.

“Oke, kalo gitu laptop lo gue ambil!” Edgar mencabut kabel speaker dan melemparnya ke atas kasur. Ia lalu keluar sambil membawa laptopku.

“Heh, tunggu itu laptop gue mau dibawa kemana!” teriakku sambil mengikutinya.

Edgar tak menghiraukanku dan dengan cepat masuk ke kamarnya. Tepat sebelum aku sampai di depan pintu kamarnya, ia langsung menguncinya rapat-rapat.

Kugedor pintu kamarnya dengan keras.

“Woy balikin laptop gue!”

Namun, Edgar tak menjawab dan tetap di dalam kamarnya.

“Gue bilangin Papa, lo!” ancamku.

Tak lama, Zayn muncul dari arah tangga, ia baru pulang kerja. Ia menuju kamarnya yang ada di sebelah kamarku. Tangannya sudah memegang kenop pintu, namun sebelum ia memutarnya, ia menoleh ke arahku yang sedari tadi memperhatikannya.

“Bisa nggak sehari aja jangan bikin keributan di rumah ini?” ucapnya dingin, lalu langsung masuk ke kamarnya dan membanting pintu.

Mendengar itu membuatku terdiam seketika. Dari nada suaranya, ia terdengar begitu membenciku. Apa salahku hingga diperlakukan seperti ini olehnya?

Dengan hati yang terluka, aku kembali ke kamarku dan berbaring di atas ranjang. Kutatap langit-langit kamar sambil merenungi perkataan Zayn barusan.

Sedih? Memang! Setahuku, aku dan Zayn tidak pernah terlibat pembicaraan. Jika aku mengajaknya berbincang, ia selalu dingin dan ketus kepadaku. Lalu, aku harus apa agar ia menjadi baik padaku?!

***

Tak terasa waktu berlalu. Esok adalah keberangkatan kami berlibur di kapal pesiar. Papa bilang, kami tak perlu memikirkan apa pun selama di sana. Ia meminta kami untuk bersenang-senang menikmati waktu tanpa orang tua.

Sebenarnya ini pertama kalinya bagiku berada jauh dari Mama dalam waktu yang cukup lama. Aku pasti akan sangat merindukan Mama di sana.

Aku ingin Mama dan Papa juga ikut, tapi mereka bilang, mereka akan berlibur berdua setelah kami kembali dari kapal pesiar. Ah, baiklah, Mama dan Papa memang belum berbulan madu sejak mereka menikah. Hal itu disebabkan karena kesibukkan Papa.

Aku mulai mengemasi barang-barangku dengan dibantu Mama.

“Ini mau dibawa?” tanya Mama ketika melihat piyama tidurku yang telah usang. Aku terdiam, tidak banyak baju yang kumiliki. Karena memang aku sudah menyumbangkan beberapa yang sudah tak terpakai tapi masih layak pakai.

“Baju kamu nggak ada yang feminim dikit, Hulya? Kenapa semuanya rata-rata kaos?” tanya Mama heran ketika merapikan baju-bajuku.

“Ya, Mama kan tau sendiri, dulu Hulya kan cuma kasir minimarket. Lagian kalo pun Hulya beli dress mau dipake kemana coba?” sahutku yang masih sibuk dengan barang-barang pribadi yang akan kubawa.

“Gimana kalo kita belanja?” usul Mama.

“Tapi, Ma,” sahutku ragu-ragu.

“Udah, nggak usah kelamaan mikir. Ayo, kita ke mall!”

Akhirnya aku menagalah pada Mama dan pergi ke mall bersamanya. Sesampainya di mall, kami langsung memasuki sebuah toko pakaian dan membeli beberapa pakaian untukku.

Setelah pembicaraanku dengan Papa Minggu lalu, aku tak lagi terbebani dengan uang yang Papa berikan. Aku bisa memakai uang itu untuk keperluan pribadiku.

Usai berbelanja, kami langsung menuju kamarku. Sebenarnya Mama menyuruhku untuk meminta Mbok Minah mencucinya dulu. Tapi aku menolaknya, dengan alasan tak ada cukup waktu lagi. Aku takut pakaian itu tak akan kering esok jika dicuci saat semalam ini. Dan juga esok pagi-pagi sekali kami harus sudah berangkat menuju Pelabuhan.

Setelah semuanya selesai, aku langsung beristirahat. Mudah-mudahan esok aku tidak kesiangan, ya!

Waktu terus berlalu, sekarang sudah pukul dua malam dan aku masih terjaga. Aku tidak bisa tidur! Ayolah, aku bukan anak kecil lagi yang jika esok akan jalan-jalan malamnya jadi tidak bisa tidur.

Entah kenapa, perasaanku serasa tidak tenang. Hatiku seperti berkata untuk jangan pergi. Tapi aku tak bisa, jika aku membatalkannya, Papa pasti akan kecewa. Semoga ini bukanlah sebuah firasat buruk.

***

Pagi telah tiba, aku dan keluarga sudah meluncur ke Pelabuhan Tanjung Priok. Sesampainya di Pelabuhan, kami langsung berpamitan pada Mama, Papa dan Zayn. Mama memelukku sangat erat dan lama.

Usai berpamitan, kami berempat langsung naik ke atas kapal pesiar mewah bernama Prince Cruise ini. Rute kami adalah Jakarta-Semarang-Bali-Lombok-Pulau Komodo-Makassar-Surabaya-Singapura- Jakarta. Papa sengaja mengambil perjalanan domestik, karena tidak ribet.

Setelah seluruh penumpang naik, kapten kapal mulai melajukan kapalnya secara perlahan dengan membunyikan klakson kapal yang bersuara khas itu. Kami yang ada di atas kapal melambaikan tangan ke arah orang-orang yang ada di dermaga, mereka terlihat sangat kecil dari atas sini.

Sempat kulihat wajah Mama yang menatapku sedih dari kejauhan. Ah, Mama jangan seperti itu, aku hanya satu Minggu jauh darimu.

Dan inilah awal petualangan kami.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Erikaa
seruuuu banget ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status