Home / Romansa / Live With 4 Stepbrothers / Bab 14 - Persiapan liburan

Share

Bab 14 - Persiapan liburan

Author: Fantazia
last update Last Updated: 2021-10-03 10:47:57

Aku langsung menatapnya serius, ia tertawa kecil kala melihat wajahku. Memang ada yang lucu?

“Iih! Serius Kak. Gue penasaran banget kenapa Edgar sama Carel sering berantem?” sahutku sebal.

“Mau tau banget apa mau tau aja?” godanya.

Mendengarnya berkata seperti itu, membuatku teringat si mesum ketika mengucapkan kata yang sama.

“Ah, nyebelin!” tukasku.

Kutinggalkan Daffa di sana dan langsung masuk ke kamarku. Sengaja aku membanting pintu dengan keras. Biar saja, memangnya dia pikir ini semua lucu!

Kuambil laptop dan speaker portabel yang tergeletak di atas nakas yang ada di samping tempat tidurku.

Lalu, kubawa ke atas ranjang, kuhubungkan kabel speaker itu pada laptop. Setelahnya, aku tidur tengkurap dan menyalakan laptopku.

Huh, aku sudah terlanjur kesal dengan Daffa, lebih baik aku menonton tayangan ulang konser idola kesayanganku. Setidaknya mereka bisa membuat moodku membaik.

Video mulai berputar, opening yang sungguh keren terpampang di depan mataku.

“Kyaaa! Oppaaa!” teriakku ketika konser itu di awali oleh member kesukaanku.

Tampak di layar, idolaku yang bernama Taehyung sedang menari dengan begitu enerjik. Taehyung sangat tampan mengenakan kemeja putih dengan tiga buah kancing atas yang terbuka, sehingga menampilkan dada bidangnya yang terpampang indah.

‘Dia mirip banget sama gue, ya?’ Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku perkataan Edgar waktu itu.

Aku segera membuang pikiran itu jauh-jauh. Namun, entah kenapa, pikiranku selalu tertuju padanya. Fokus! Fokus!

Aku benar-benar sudah gila jika mengakui si mesum itu mirip dengan Taehyungku.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pada pintu kamarku, diiringi teriakan seorang pria dari luar.

“Woy berisik! Kecilin!”

Tak kuhiraukan teriakan itu, huh! Biar saja, aku tak peduli, aku sedang serius melihat idola kesayanganku!

Aku sengaja makin memperbesar volume laptopku hingga kini di kamarku terasa seperti sedang ada konser musik sungguhan.

“Woy! Lo budek, ya?!” teriaknya lagi. Namun aku masih tak bergeming dari tempatku.

Masa bodo dengannya, yang terpenting aku sedang menikmati penampilan idolaku, dan itu membuatku senang. Terserah, mereka akan mengadu pada Papa, aku tak peduli!

Tiba-tiba seseorang mengambil laptopku, aku langsung mendongak, ternyata itu Edgar!

Ia menutup laptopku lalu mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala, hal itu membuat speaker yang masih terhubung dengan laptop bergelantungan. Aku segera berdiri dan berusaha meraihnya.

“Balikin laptop gue, Edgar!” teriakku sambil melompat-lompat meraihnya. Namun, karena tubuh Edgar yang tinggi itu, aku kesulitan mengambilnya.

“Gue udah bilang kecilin, ya kecilin! Malah makin digedein volumenya!” ketus Edgar. Aku memalingkan wajah dengan cemberut.

“Terserah gue dong!” balasku tak kalah ketus.

“Oke, kalo gitu laptop lo gue ambil!” Edgar mencabut kabel speaker dan melemparnya ke atas kasur. Ia lalu keluar sambil membawa laptopku.

“Heh, tunggu itu laptop gue mau dibawa kemana!” teriakku sambil mengikutinya.

Edgar tak menghiraukanku dan dengan cepat masuk ke kamarnya. Tepat sebelum aku sampai di depan pintu kamarnya, ia langsung menguncinya rapat-rapat.

Kugedor pintu kamarnya dengan keras.

“Woy balikin laptop gue!”

Namun, Edgar tak menjawab dan tetap di dalam kamarnya.

“Gue bilangin Papa, lo!” ancamku.

Tak lama, Zayn muncul dari arah tangga, ia baru pulang kerja. Ia menuju kamarnya yang ada di sebelah kamarku. Tangannya sudah memegang kenop pintu, namun sebelum ia memutarnya, ia menoleh ke arahku yang sedari tadi memperhatikannya.

“Bisa nggak sehari aja jangan bikin keributan di rumah ini?” ucapnya dingin, lalu langsung masuk ke kamarnya dan membanting pintu.

Mendengar itu membuatku terdiam seketika. Dari nada suaranya, ia terdengar begitu membenciku. Apa salahku hingga diperlakukan seperti ini olehnya?

Dengan hati yang terluka, aku kembali ke kamarku dan berbaring di atas ranjang. Kutatap langit-langit kamar sambil merenungi perkataan Zayn barusan.

Sedih? Memang! Setahuku, aku dan Zayn tidak pernah terlibat pembicaraan. Jika aku mengajaknya berbincang, ia selalu dingin dan ketus kepadaku. Lalu, aku harus apa agar ia menjadi baik padaku?!

***

Tak terasa waktu berlalu. Esok adalah keberangkatan kami berlibur di kapal pesiar. Papa bilang, kami tak perlu memikirkan apa pun selama di sana. Ia meminta kami untuk bersenang-senang menikmati waktu tanpa orang tua.

Sebenarnya ini pertama kalinya bagiku berada jauh dari Mama dalam waktu yang cukup lama. Aku pasti akan sangat merindukan Mama di sana.

Aku ingin Mama dan Papa juga ikut, tapi mereka bilang, mereka akan berlibur berdua setelah kami kembali dari kapal pesiar. Ah, baiklah, Mama dan Papa memang belum berbulan madu sejak mereka menikah. Hal itu disebabkan karena kesibukkan Papa.

Aku mulai mengemasi barang-barangku dengan dibantu Mama.

“Ini mau dibawa?” tanya Mama ketika melihat piyama tidurku yang telah usang. Aku terdiam, tidak banyak baju yang kumiliki. Karena memang aku sudah menyumbangkan beberapa yang sudah tak terpakai tapi masih layak pakai.

“Baju kamu nggak ada yang feminim dikit, Hulya? Kenapa semuanya rata-rata kaos?” tanya Mama heran ketika merapikan baju-bajuku.

“Ya, Mama kan tau sendiri, dulu Hulya kan cuma kasir minimarket. Lagian kalo pun Hulya beli dress mau dipake kemana coba?” sahutku yang masih sibuk dengan barang-barang pribadi yang akan kubawa.

“Gimana kalo kita belanja?” usul Mama.

“Tapi, Ma,” sahutku ragu-ragu.

“Udah, nggak usah kelamaan mikir. Ayo, kita ke mall!”

Akhirnya aku menagalah pada Mama dan pergi ke mall bersamanya. Sesampainya di mall, kami langsung memasuki sebuah toko pakaian dan membeli beberapa pakaian untukku.

Setelah pembicaraanku dengan Papa Minggu lalu, aku tak lagi terbebani dengan uang yang Papa berikan. Aku bisa memakai uang itu untuk keperluan pribadiku.

Usai berbelanja, kami langsung menuju kamarku. Sebenarnya Mama menyuruhku untuk meminta Mbok Minah mencucinya dulu. Tapi aku menolaknya, dengan alasan tak ada cukup waktu lagi. Aku takut pakaian itu tak akan kering esok jika dicuci saat semalam ini. Dan juga esok pagi-pagi sekali kami harus sudah berangkat menuju Pelabuhan.

Setelah semuanya selesai, aku langsung beristirahat. Mudah-mudahan esok aku tidak kesiangan, ya!

Waktu terus berlalu, sekarang sudah pukul dua malam dan aku masih terjaga. Aku tidak bisa tidur! Ayolah, aku bukan anak kecil lagi yang jika esok akan jalan-jalan malamnya jadi tidak bisa tidur.

Entah kenapa, perasaanku serasa tidak tenang. Hatiku seperti berkata untuk jangan pergi. Tapi aku tak bisa, jika aku membatalkannya, Papa pasti akan kecewa. Semoga ini bukanlah sebuah firasat buruk.

***

Pagi telah tiba, aku dan keluarga sudah meluncur ke Pelabuhan Tanjung Priok. Sesampainya di Pelabuhan, kami langsung berpamitan pada Mama, Papa dan Zayn. Mama memelukku sangat erat dan lama.

Usai berpamitan, kami berempat langsung naik ke atas kapal pesiar mewah bernama Prince Cruise ini. Rute kami adalah Jakarta-Semarang-Bali-Lombok-Pulau Komodo-Makassar-Surabaya-Singapura- Jakarta. Papa sengaja mengambil perjalanan domestik, karena tidak ribet.

Setelah seluruh penumpang naik, kapten kapal mulai melajukan kapalnya secara perlahan dengan membunyikan klakson kapal yang bersuara khas itu. Kami yang ada di atas kapal melambaikan tangan ke arah orang-orang yang ada di dermaga, mereka terlihat sangat kecil dari atas sini.

Sempat kulihat wajah Mama yang menatapku sedih dari kejauhan. Ah, Mama jangan seperti itu, aku hanya satu Minggu jauh darimu.

Dan inilah awal petualangan kami.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Erikaa
seruuuu banget ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 66 - Rasa Rindu

    Malam itu udara terasa lebih dingin dari biasanya. Setelah seharian penuh beraktivitas di kampus, aku kembali ke kamar dan langsung merebahkan diri di tempat tidur. Lampu kamar kubiarkan redup, hanya cahaya dari layar laptop dan ponsel yang menerangi ruangan.Namun sepi ini justru menggemakan suara dalam kepalaku sendiri—dan nama itu, terus mengalir dalam pikiranku.Hulya.Nama yang selalu membuat dadaku sesak. Saudara tiriku. Orang yang seharusnya kuanggap sebagai keluarga... tapi hatiku menolak menyebutnya begitu. Dia selalu ada di sampingku, dan seiring waktu, kehadirannya menjelma jadi lebih dari sekadar "adik".Aku menatap layar ponsel. Jempolku ragu-ragu mengetuk nama yang sudah tersimpan lama di daftar kontak: Hulya.Jam di layar menunjukkan pukul 10 malam di sini. Di Jakarta berarti sekitar pukul 7 malam. Tidak terlalu malam... tapi apakah dia sedang sibuk?Aku mendesah pelan, lalu akhirnya memberanikan diri menekan tombo

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 65 - Alexa Mulai Bergerak!

    Sepanjang perjalanan menuju fakultas kedokteran, Alexa tak berhenti mengajakku ngobrol. Topiknya ringan, tapi cukup membuatku sedikit canggung. Aku masih belum terbiasa diperlakukan seakrab itu oleh perempuan yang baru saja kutemui.“Kalau kamu ambil jurusan kedokteran, berarti kamu pintar, dong?” godanya lagi sambil melirikku dengan senyum menggoda.Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. “Enggak juga, cuma... memang dari dulu udah tertarik sama dunia medis.”“Terus cita-citanya jadi dokter?” tanyanya lagi.Aku mengangguk. “Iya, pengen jadi dokter anak.”Alexa menoleh dengan ekspresi terkejut yang dibuat-buat. “Aww... sweet banget! Kamu pasti suka anak-anak, ya?”Aku tersenyum. “Lumayan. Mereka jujur. Dan polos.”Alexa hanya mengangguk-angguk sambil memperhatikanku lekat-lekat. Tatapannya membuatku sedikit gelisah. Aku sudah lama tak berada dalam percakapan hangat seperti ini dengan perempuan selain Hulya.Akhirnya kami sampai di depan gedung fakultas kedokteran.“Ini dia, kampus k

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 64 - Digoda Bule Cantik

    Aku tersentak kaget mendengar suara teriakan dari dalam kamar mandi. Sontak aku langsung membalikkan tubuh, takut melihat sesuatu yang seharusnya tak kulihat. Cukup lama aku terdiam dalam posisi itu, hingga akhirnya kudengar suara seorang perempuan dari arah kamar mandi. "How dare you?! Main buka pintu toilet seenaknya! Where’s your attitude!" hardiknya galak. Perlahan, aku membalikkan tubuh untuk melihat siapa yang sedang memarahiku. Saat pandangan kami bertemu, aku terkejut. Seorang wanita seusiaku berdiri di hadapanku, hanya mengenakan piyama mandi. Rambutnya yang blonde masih basah meneteskan air. "Lo siapa?" tanyaku heran. "Lo tanya gue siapa? Ini rumah gue, lo yang siapa?" sahutnya dengan logat kebarat-baratan. "Hah? Rumah lo? Maksudnya lo itu Sheryl, anaknya Tante Rachel dan Om Gideon?" tanyaku, terkejut bukan main. Dia melotot. "Iya, gue Sheryl! Kenapa?" Aku terkekeh. Jadi dia betulan Sheryl? Astaga, dia sudah sebesar ini sekarang. Dulu kami sering main bareng waktu kec

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 63 - Kedatanganku

    Aku terdiam seribu bahasa begitu mendengar rencana Papa.Menjodohkan Hulya dengan pria lain?Apa Papa benar-benar tidak peduli dengan perasaanku?Aku mengerti jika hubungan kami adalah hubungan yang terlarang. Namun, tak bisakah Papa memberikan sedikit saja waktu untuk kami?Kutatap pria baya itu dengan mata memerah menahan kesal. “Edgar tidak bisa melihat Hulya bersama dengan pria lain, Pa,” ucapku terbata.“Kalau begitu kau yang harus pergi, Edgar. Bukan Papa tidak peduli dengan perasaanmu. Papa hanya mencegah semuanya terlambat dan menjadi terlalu dalam,” jelas Papa, aku terdiam.Papa menepuk pundakku dengan lembut. “Percayalah ini semua Papa lakukan demi kebaikanmu.”Usai mengatakan hal tu, Papa memintaku untuk meninggalkan kamarnya. Ia bilang ia akan membicarakan hal ini dengan Mama.Dengan langkah gontai aku keluar dari kamar kedua orang tuaku. Kulangkahkan kakiku menaiki anak tangga menuju kamarku. Tepat ketika aku sampai di lantai dua, kulihat Hulya sedang berdiri di balkon, m

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 62 - Suara Hati Edgar

    POV Edgar Aku adalah Edgar Mahendra. Anak bungsu dari empat bersaudara. Awalnya kami adalah keluarga yang tak terlalu dekat. Kami jarang sekali berinteraksi satu sama lain. Kami berbicara jika hanya ada perlu saja. Itu semua terjadi karena anggota keluarga sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Suatu hari, aku mengalami sebuah insiden tak terduga. Aku dituduh telah mencuri ciuman pertama seorang wanita yang bahkan aku sendiri tidak mengenalnya. Kejadian itu tak disengaja. Saat itu aku baru saja dari minimarket untuk membeli sebuah kopi kaleng. Aku tak tahu kalau di depanku ada dua orang karyawan wanita sedang berjalan karena aku terlalu sibuk dengan gawaiku. Hingga tiba-tiba salah satu dari mereka membalikkan badan dengan cepat dan menubruk diriku. Aku yang tak dapat menghindar tiba-tiba saja ditubruk seperti itu olehnya. Aku terjengkang ke belakang, dan tubuh wanita itu menindih tubuhku. Dan, yang paling membuatk

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 61 - Pergi

    “Kamu jangan macem-macem, Gar!” ucap Papa pada Edgar melalui sambungan telepon. Kami yang berada di ruangan itu sontak menatap ke arah Papa dengan penuh tanda tanya.“Sekarang kamu pulang!” ucap Papa lagi kali ini dengan nada sedikit membentak. Papa selanjutnya mematikan sambungan teleponnya dengan Edgar. Seketika semua menjadi hening, tak ada yang berani bertanya kecuali Mama.“Mas, ada apa?” tanya Mama yang kini berdiri dan menghampiri Papa yang masih terlihat kesal.“Edgar, dia bilang ....” Papa sempat melirik sekilas ke arahku yang menatapnya, namun dengan cepat ia mengalihkan pandangannya. “Nggak, nanti aja kita bicarakan sama anaknya.”Papa dan Mama akhirnya meninggalkan kami. Mereka menuju ke kamar untuk membicarakan sesuatu. Sungguh, aku benar-benar penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Tatapan Papa tadi seolah-olah mengintimidasiku. Aku yakin, pasti obrolan tadi dengan Edgar ada hu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status