Share

AMANAT

Para pelayat yang ikut mengantar jenazah kakek sudah bubar sejak tadi dan menyisakan lima orang dengan wajah sedih mengelingi pusara kakek. Aku, Mas Damar, Tante Yani dan suaminya serta seorang perempuan paruh baya yang baru datang tadi pagi.

“Sudah, Mah... jangan menangis terus. Kasihan Bapak. Kita pulang yuk!” Om Bram-suami tante Yani berjongkok di dekat istrinya sembari mengelus punggung Sang istri.

“Iya, Tant... Ikhlaskan kakek. Biarkan dia tenang di sana.” Aku ikut membujuk.

Akhirnya Tante Yani menurut. Kami segera pergi meninggalkan pusara kakek. Dengan dua mobil berbeda kami menuju rumah kakek. Aku dan Mas Damar sedangkan mereka bertiga ada di mobil yang beda.

Sampai rumah, kami semua turun lalu duduk di ruang tamu. Suasana terasa lengang, jauh berbeda dengan saat aku pertama ke sini. Semua diam larut dalam kesedihan masing-masing.

“Kunci kamar Bapak mana, Yan?” tanya perempuan itu.

“Enggak di kunci, Mbak,” jawab Tante Lusi tanpa menoleh. Dia masih sibuk memandangi jemari
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status