Hendra Aksana seorang pria keturunan darah biru, harus menerima kenyataan bahwa dirinya akan dijodohkan dengan Lita Ariani Puspita yang masih satu strata dengan keluarganya. Padahal, dia sudah mempunyai pilihan sendiri. Namun, Henra tak bisa menolak perjodohan itu. Dia pun menjalankan kehidupan berumah tangganya bersama Lita dalam senyap. Hendra yang selalu menyalahkan kehadiran Lita dalam kehidupannya sebagai wanita pembawa sial. Sehingga hubungannya dengan Maya harus kandas. Sampai akhirnya, Hendra dibakar api cemburu ketika melihat Lita bersama Pria lain. Lita dituduh telah berselingkuh. Sehingga wanita itu pergi meninggalkan suaminya yang berakibat kecelakaan dan mengalami kritis.
View MoreHendra Aksana berdiri, bersandar di pintu lemari jati yang berukir klasik dan berwarna keemasan, sambil melipat tangan di depan dadanya. Tanpa mau mengerti perasaan perempuan yang sedang menangis di hadapannya. Perempuan berparas ayu, hidung lancip dan kulit kuning langsat itu adalah Lita Ariani Puspita. Baru saja resmi menjadi istri Hendra. Entah, berapa banyak air mata yang sudah ia luapkan dari mata sendunya. Ia menangis tatkala Hendra meluapkan kekecewaan yang dialami.
Pria tampan bertubuh atletis dengan rambut gondro sebahu. Memperhatikan dari ekor matanya, Lita yang duduk tersedu di bibir tempat tidur. Meratapi nasibnya di malam pertama pernikahan mereka. Seharusnya bagi sepasang pengantin yang sudah mengikat janji dalam ikrar pernikahan, hal ini adalah saat yang terindah.
Saat-saat saling berpadu kasih, bertukar kemesraan, tertawa dan menikmati gelora cinta yang penuh dengan desahan kenikmatan. Akan tetapi, bagi Hendra tidak begitu. Ini adalah malam terburuk sekaligus neraka buat dia. Karena lelaki itu harus berada dalam satu kamar dengan wanita yang sama sekali tidak dicintai.
Sebuah tradisi yang turun temurun memang. Perjodohan yang dilakukan oleh kalangan trah darah biru. Sehingga mau tidak mau kedua orang tua Hendra menjodohkannya dengan Lita yang masih satu strata dengan mereka. Tanpa meminta persetujuan dari anak yang akan dijodohkan. Mereka hanya dipertemukan beberapa kali di acara-acara penting. Agar mereka bisa saling mengenal lebih dekat antara satu dengan yang lain.
Bagi Hendra hal itu tak sedikit pun merubah rasanya. Sebab, dia sudah mempunyai wanita sebagai pilihannya. Namun, kedua orang tuanya tak mau tahu siapa perempuan yang telah mengisi hati putranya.
Tresno jalaran soko kulino (cinta terjadi karena terbiasa), begitu kata Pak Wiryo, bapaknya Hendra enam bulan yang lalu setelah memperkenalkan Lita kepada Hendra. Huh! Persetan dengan pribahasa kuno itu. Dalam hati Hendra mendengus.
Namun, Hendra tak memiliki alasan untuk menolak, karena dia adalah anak satu-satunya yang akan meneruskan tahta orang tuanya. Bapak dan ibu Wiryo yang masih keturunan trah darah biru, sudah pasti menjadi panutan di desa ini, sehingga tak mungkin bagi pria yang suka menguncir asal rambut gondrangnya, untuk mencoreng nama baik keluarga hanya karena mereka berbeda prinsip.
“Untuk sementara ini jangan pernah berharap kita akan tidur seranjang. Karena, aku belum bisa mencintaimu hingga detik ini. Dan, aku ndak mau apa yang kita lakukan bukan berdasarkan cinta. Biarkan semua berjalan apa adanya,” ucap Hendra mengingatkan Lita.
"Sampai kapan, Mas?” tanya Lita dengan wajah menunduk tak berani menatap Hendra. Sesekali jemari lentiknya mengusap air mata yang mengalir membasahi pipi.
“Ndak usah nanya sampai kapan. Aku sendiri ndak pernah tahu. Yang penting jangan pernah menunjukkan jarak di antara kita ketika berada di hadapan Bapak, terutama Ibu,” jawab Hendara seraya mewanti-wanti.
Yah, Hendra memang tak ingin membuat kedua orang tuanya kecewa walau dia sendiri sudah dikecewakan. Terutama Ibu. Dia begitu menghormati perempuan yang sudah melahirkannya di dunia ini. Dia begitu dekat, hingga detik ini pun dia tak ingin terpisah darinya. Karena bagi dia, hanya ibu lah yang bisa mengerti perasaannya, selalu mendukung apa yang sudah menjadi cita-citanya yang tak ingin terikat dengan tradisi yang turun temurun.
“Nggeh (ya), Mas," jawab Lita singkat dengan wajah yang semakin tertunduk dalam. Dia menggigit bibir bagian bawah untuk menahan rasa perih. Walau intonasi suara Hendra tak keras, namum mampu mengiris hati perempuan yang ada di hadapannya.
"Oh, ya. Untuk tidur, silahkan saja kamu yang tidur di ranjang. Aku, di sofa saja,” beri tahu Hendra sambil mengambil bantal yang akan dia letakkan di sofa.
Lita, duduk mematung di bibir ranjang. Masih mengenakan busana pengantin yang gemerlap bagaikan gaun putri Raja. Perempuan itu tak tahu lagi harus berkata apa. Sebab, dia pun tak bisa menyalahkan Hendra atas perjodohan ini.
Duh, Gusti! Kenapa ini terjadi padaku? Di malam pertama pernikahan yang seharusnya dipenuhi dengan peluh kebahagiaan. Menikmati manisnya cinta dan berpadu kemesraan di atas ranjang yang sudah dihias sedemikian rupa. Haruskah aku kembali pulang ke rumah orang tuaku? Ndak, aku ndak boleh pulang. Aku harus tetap di sini. Aku harus bersabar dan bisa mempertahankan. Aku harus bisa menjaga marwah dan harga diri suamuku. Walau dia masih belum bisa menerimaku. Sudut hati Lita memberi semangat.
“Aku mau ganti baju,” tegur Hendra yang membuyarkan lamunan Lita. Seketika perempuan itu berdiri dari bibir ranjang dan melangkah menuju lemari jati berukir klasik. Di sana dia mencari dan mengambil sebuah kaos oblong serta celana bermuda untuk dikenakan Hendra.
Lita memberikan pakaian itu kepada Hendra. Tanpa sungkan, lelaki itu melepas seluruh pakaiannya di hadapan Lita. Hanya celana dalam yang masih tersisa melekat di tubuhnya. Perempuan itu seketika membelalakkan mata hingga tak berkedip. Melihat tubuh suaminya yang nyaris sempurna tak ada cacat sedikit pun. Membuat dia ingin menubruk lalu memeluk dari belakang. Merasakan kehangatan dan aroma yang menguar dari tubuh lelaki itu. Tapi sayang, dia hanya bisa menelan air liur yang menyekat di tenggorakan saja. Merasakan jantungnya yang berdetak kencang tak karuan.
Gusti! Ndak bisa kah dia menukar pakaiannya di kamar mandi saja? atau dia ingin mencoba memancing reaksiku? Atau memang ini satu kebiasaannya? Lita bertanya dalam hati.
Setelah Hendra menukar pakaian, dia menuju sofa dan menjatuhkan tubuhnya di sana. Mengambil gawai yang ia letakkan di atas nakas dan mengaktivkan benda itu yang sudah seharian tak menyala. Dia tak menyadari bahwa Lita sempat memperhatikan dari balik punggungnya.
Tanpa berucap, Lita segera mengambil baju ganti di lemari yang sama namun pada sisi yang lain. Kemudian, dia menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar ini. Beberapa menit kemudian, dia kembali keluar dengan menggunakan setelan piama yang ia bawa sendiri dari rumah.
Sebenarnya dia ingin sekali menggunakan lingerie yang bermodel seksi, pemberian dari ibu mertuanya. Katanya sambil senyum menggoda, “biar malam pertamamu, Hendra kesemsem (tertarik) melihat penampilanmu, Nduk.” Namun, niat itu dia urungkan. Mengingat ucapan Hendra baru saja yang mampu menikam hatinya hingga terkoyak.
Keluar dari kamar mandi, Lita melihat Hendra sudah tertidur di atas sofa. Suara dengkurannya yang halus, menandakan bahwa lelaki itu benar-benar sudah terlelap. Lita memandang sebentar wajah pria yang tadi pagi telah mengucapkan ijab qobul di hadapan penghulu dan para saksi. Begitu polos dan jauh dari sikap antagonis. Dia berpikir, rasanya tak mungkin Hendra melakukan hal ini padanya.
Dengan perasaan kecut, Lita mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menarik selimut, untuk menutupi seluruh badan hingga tenggelam di dalamnya. Namun, wajahnya masih menyembul keluar. Memperhatikan belahan jiwanya yang tertidur pulas di atas sofa. Menyia-nyiakan malam terindah yang seharusnya dipenuhi dengan desahan gairah asmara menghias disepanjang malam.
Lita berusaha memejamkan mata. Namun, pikirannya masih mengembara bebas. Hatinya serasa terkoyak sembilu. Dia masih terus mengutuk diri yang tak menolak perjodohan itu sebelumnya. Jika dia tahu akan bernasip buruk seperti ini.
Pernikahan yang super mewah. Tamu-tamu yang hadir pun bukan orang-orang sembarangan. Mulai dari pejabat desa hingga pemerintah kota, turut hadir dalam pesta tadi siang hingga menjelang malam. Gelak tawa bahagia kedua keluarga menghiasi pesta itu. Namun, senyum yang tersimpul di bibir kedua mempelai hanyalah sebuah sandiwara saja.
Lita masih gelisah, sesekali dia mengintip Hendra dari balik selimutnya. Dia masih merasa kesal dengan ucapan lelaki itu. Kenapa sih, Mas. Kamu tak sedikit pun membuka hati? Apakah aku kurang menarik buatmu?
Tiba-tiba Hendra bergerak. Membuat Lita tersentak dari lamunannya. Bergegas perempuan itu memejamkan mata. Berharap Hendra tak melihat bahwa dia sedang memperhatikannya dari balik selimut ini.
Bersambung….
Sial! Berani sekali kecoak busuk itu melakukannya di depanku. Awas saja! Aku akan benar-benar mematahkan batang hidungnya.“Siapa dia, May? Ada hubungan apa kamu dengan kecoak itu?” tanya Hendra yang tak bisa menahan diri setelah bayangan Teddy menghilang melewati ambang pintu.“Hubungan? Hah, aku rasa itu bukan menjadi urusanmu lagi, Hen. Karena di antara kita sudah nggak ada hubungan apa-apa, bukan? Jadi, aku nggak perlu menceritakan apa pun ke kamu tentang hubunganku dengan siapa pun itu.”“Tapi aku masih mencintaimu, May. Aku rela melakukan apa pun, demi kamu.”Hendra meraih tangan Maya. Mencoba menggenggam dengan lembut. Untuk meyakinkan wanita yang berada di dekatnya.Tetapi, Maya segera menarik tangannya. Senyuman getir menghias di bibirnya. Mata yang semula bercahaya, seketika berkabut. Merasakan perih luka yang kembali menganga di hatinya.Tuhan, kenapa sembilu itu kembali menghujam jantungku?
Bergegas Hendra menghabiskan sarapannya. Kemudian meninggalkan Lita yang masih duduk terpekur menikmati secangkir kopi susu dan roti isi selainya. Dia memerhatikan sikap Hendra yang gelisah. Makan dengan terburu-buru. Tak bisa menikmati sarapannya dengan tenang.Bisakah njenengan (kamu) mengerti perasaanku saat ini, Mas?Bagai ada yang memberi tahu, tiba-tiba Hendra mengangkat kepala. Membalas tatapan Lita yang menyorot dirinya. Mata lelaki itu membeliak, seakan menanyakan, “kenapa lihat-lihat?”Tetapi, kalimat itu tak Hendra lontarkan. Dia segera menghabiskan sisa kopi yang sudah menjadi tak panas lagi, kemudian berdiri dan meninggalkan Lita begitu saja sendirian. Tanpa ada basa-basi sedikit pun.Di bangunan yang sama saat Hendra kemarin datang menemui Maya, Hendra melihat pria yang mengantar wanita itu pulang kemarin. Tampak bersama Maya. Duduk berdekatan. Nyaris tak berjarak. Saling beradu pandang dan tawa. Terlihat sangat mesra. Memb
"Asal, aku bisa selalu dekat denganmu, May." Hendra berbicara pelan di dekat telinga Maya.Hendra merengkuh bahu Maya dan melingkarkan tangannya. Senyum sinisnya kembali tersungging. Sorot matanya tertuju kepada Teddy yang masih terpaku melihat Hendra yang datang tiba-tiba.Cih! Apa maunya? Sombong sekali rupanya! Dengus Teddy dalam hati saat dia sadar bahwa Hendra tengah mengejeknya.Maya yang duduk menghadap Teddy dan kedua rekannya, tersadar. Lalu dia berdiri menyambut Hendra. Sekaligus melepaskan rengkuhan tangan Hendra dari bahunya. Dia merasa tak enak dengan situasi yang mendadak kaku."Hai, Hen," tegur Maya. “Surprise banget kamu datang ke kantorku. Silakan duduk. Mau minum apa, nih?”Maya mencoba mencairkan suasana yang sempat kaku. Dia tahu betul, kedua lelaki yang ada di hadapannya saat ini, sedang saling beradu tatapan yang penuh intimidasi. Curiga dan cemburu.Tuhan, semoga tak terjadi keributan di sini. Doa hat
Hendra pergi dari kamar yang baru saja dia sewa. Dengan perasaan yang penuh emosi, dia mengayunkan langkahnya menuju meja resepsionis. Untuk mencari tahu keberadaan Maya di sini."Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang receptionist cantik dengan logat Bali. Saat melihat Hendra menghampiri meja itu."Siang juga, Mbak ...." Suara Hendra terhenti. Dia melihat ke papan nama yang tersemat di baju bagian dada kanan receptionist itu. Mencati tahu namanya."Saya Lidya, Pak," jawabnya seolah dia tahu apa yang sedang Hendra cari."Oh, ya. Mbak Lidya, bisa minta info mengenai Maya?""Ibu Maya?" tanya resepsionis itu kembali sambil menatap Hendra. Penuh curiga."Ya. Ibu Maya. Saya, teman dekatnya," jelas Hendra tanpa dimintai penjelasan. Menatap wanita itu penuh rasa percaya diri."Oh, ya. Silakan saja ke kantornya langsung, Pak," jawab Lidya gugup sambil mengarahkan tangannya ke luar lobby."Di mana kantor
"Ka-kamu kerja di sini, May?" Hendra menanyakan. Maya hanya menjawab dengan senyum dan anggukan pelan."Ok, May. Aku akan menunda kepulanganku," ucap Hendra yang nyaris berbisik. “Aku pengin bersama kamu.”Maya mengernyitkan dahinya. Matanya melirik ke arah Lita yang membuang muka, menunduk saat sadar Hendra dan Maya memerhatikan dia. Sedangkan Teddy, menatap Hendra dengan rasa curiga."Bagaimana dengan istrimu?""Dia akan pulang lebih dulu," jawab Hendra memotong pertanyaan Maya. Seakan tak acuh dengan perasaan Lita saat ini."Kamu keterlaluan, Hen!" Maya menekan suaranya. Setengah berbisik. Da kesal dengan keputusan yang diambilnya. Lalu pergi begitu saja meninggalkan Hendra. Kemudian diikuti Teddy."May. May. Maya!" Dengan ragu Hendra mengejar Maya. Tapi sial, Maya lebih cepat menghilang. Bersama perginya mobil golf yang dia tumpangi."Aaahhh!" Hendra meninjukan kepalannya ke udara. Kesal untuk yang kedua kalinya, karen
Seminggu di Bali. Membuat hubungan Hendra dan Lita mulai ada perubahan. Dekat. Seperti halnya suami istri pada umumnya. Dan, pengantin baru yang benar-benar baru saja melakukan bulan madunya.Memang mereka sedang berbulan madu. Tetapi mereka bukan sepasang pengantin baru. Walau kadang masih ada rasa malu dan sungkan. Terutama Lita, yang terbiasa dengan sikap Hendra yang kaku.Saat mereka akan cek out .... Hendra bertemu dengan sosok perempuan yang kembali mengungkit ingatannya. Bercakap bersama beberapa karyawan hotel. Di lobby.“Maya?” Hendra memanggilnya. Tak peduli beberapa pasang mata menatap Hendra. Karena panggilannya yang sempat mengundang pandangan itu tertuju padanya.Tak terkecuali Lita. Seketika dia mengalihkan pandangannya kepada wanita yang dipanggil Hendra dengan tatapan yang kosong.Sayangnya, Hendra tak peduli. Dia mengayunkan langkahnya untuk mendekati wanita yang dia panggil. Memastikan bahwa wanita itu ben
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments