Aku mengedip-ngedipkan mataku karena tidak percaya dengan jarak yang ada antara aku dan Karl. “Apakah itu yang dinamakan dengan jarak yang sedikit?” batinku bingung dengan standar Raja Edgar.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Raja Edgar kepada dokter yang dari tadi sudah menjauhkan dirinya karena memberi ruang kepada Raja Edgar, Steein, dan Karl.
“Kondisi tubuhnya masih lemah, Yang Mulia. Karena kekuatan Saintess baru bangkit, saya tidak bisa prediksi bagaimana ke depannya. Akan tetapi, ada kemungkinan jika Saintess akan demam lagi selama beberapa hari,” ucap Dokter itu dalam memberikan laporan hasil pemeriksaannya.
“Baiklah, kerja bagus. Kalau begitu, berikan obat demam untuk dikonsumsinya untuk beberapa hari,” balas Raja Edgar.
“Baik, Yang Mulia,” balas dokter itu yang kemudian mulai melakukan tugasnya untuk mempersiapkan beberapa obat.
“Kalau kamu, Steein, bagaimana hasil pemeriksaanm
"Kamu adalah Saintessnya, Lissa. Bukan Rissa, tetapi kamu.”“Apa?” balasku spontan karena mendengar kalimat yang sulit dipercaya.“Aku juga tidak paham akan apa yang terjadi. Selama ini, Saintess Rissa memang sudah membuktikan sendiri bahwa ia bisa melakukan penyembuhan. Akan tetapi, dari awal hingga sekarang, tidak ada perkembangan yang berarti, ia hanya bisa menyembuhkan luka ringan. Itu pun, ketika sudah menggunakan kekuatannya terlalu banyak, maka ia akan pingsan, dan kemampuan penyembuhannya menghilang.”SRING....Srakkk!!“Apa yang Yang Mulia lakukan?!” teriakku karena melihat darah kental mengalir deras dari lengan Raja Edgar, sehingga mengotori lantai kamarku.Begitu tadi Raja Edgar selesai berbicara, ia mengambil pedangnya, dan menggoreskan sisi tajam pedang itu ke lengannya tanpa peringatan sama sekali.“Sekarang, sembuhkan ini!” perintah Raja Edgar.“Apa? Ba
Aku bengong seperti orang bodoh. Otakku bahkan berhenti bekerja karena sudah menyerah untuk memikirkan sesuatu hal yang rumit untuk diterima akal.“Jadi, itu benar-benar aku yang melakukannya? Bukan hanya menyembuhkan luka, tetapi aku juga bisa memusnahkan monster, dan membangkitkan yang mati?” ucapku tidak percaya. Setelah itu, aku bengong kembali.Raja Edgar tidak mengatakan apa pun selama beberapa saat. Ia seperti memberikan aku waktu untuk bisa mencerna dan menerima semuanya.Karena aku tidak kunjung waras, dan terus terdiam seperti orang bodoh setelah beberapa saat berlalu, akhirnya Raja Edgar berkata, “Kamu tahu, Lissa. Kamu punya banyak kelebihan, tetapi kamu punya satu kekurangan. Itu adalah perasaan rendah dirimu. Coba terima dan akui kemampuanmu. Bukankah itu cara terbaik agar kamu bisa menggunakan kelebihanmu dengan leluasa? Seperti ucapanmu padaku dulu, ketika kamu mengakui bahwa dirimu adalah orang yang berguna untukku, dan bisa me
“Aku ingin ikut rapat.”Itulah ucapan pertama yang keluar dari mulutku ketika Raja Edgar dan Steein memasuki ruangan.“Apa maksudmu tiba-tiba?” tanya Raja Edgar dengan wajah jengkel.“Setidaknya libatkan aku dalam masalah ini. Aku juga harus mengetahui apa yang terjadi,” balasku untuk memberikan pembelaan.“Benarkah? Bukankah kamu hanya ingin mengetahui situasi agar bisa tahu kapan waktu yang tepat untuk melarikan diri ke dunia asalmu? Aku tahu kalau diam-diam kamu ingin lari dari tanggung jawabmu, Lissa,” balas Raja Edgar lagi.Aku mati kata karena ucapan Raja Edgar sangat tepat sasaran. Aku memang ingin mencari tahu situasi terkini agar bisa memikirkan apa rencanaku berikutnya. Akan tetapi, ada satu hal yang aku tidak bisa terima, yaitu kata-kata Raja Edgar bahwa aku lari dari tanggung jawab.“Apakah menjadi Saintess adalah tanggung jawabku?” batinku protes. Aku tidak tahu bagaima
"Ngomong-ngomong, kenapa Karl tidak ikut datang ke sini? Biasa ‘kan kalian datang bertiga,” tanyaku penasaran. Tidak bisa aku ungkiri bahwa aku juga penasaran akan hasil kekuatan Saintessku yang bekerja terhadap tubuh Karl..Akan tetapi, Raja Edgar memalingkan wajah, dan Steein sedang berpura-pura sibuk dengan menuntun dokter keluar dari kamarku. “Apa memang perlu untuk mengantarkan dokter seperti itu?” batinku.Karena terlihat jelas bahwa mereka menghindari pertanyaanku, aku jadi curiga. “Jangan-jangan, kalian mencegah dan melarang Karl untuk datang ke sini, ya?” tanyaku.“Uhuk...! Uhuk…!”Bukan Raja Edgar ataupun Steein, tetapi Dokter yang berada tepat di pintu keluar tersedak dengan salivanya sendiri dan terbatuk. Berkat Dokter yang tidak bisa berpura-pura, aku bisa tahu kalau jawabanku benar. Skenario yang aku bayangkan adalah Karl sudah hendak mau datang untuk menjengukku pagi ini, tetapi
“Baiklah, saya akan memberi tahu informasi yang saya peroleh. Ini berhubungan dengan pembasmian monster yang terakhir kali dilakukan. Ketika para kesatria sedang melakukan pertarungan, bukankah ada hal yang aneh dari monster itu?” tanyaku untuk menggali isi hati mereka.Itu adalah hal dasar yang aku selalu lakukan sewaktu aku melakukan presentasi laporan di perusahaanku dulu. Menarik minat peserta rapat, terutama klien, dan menggali isi hati, agar kemudian aku bisa dengan mudah mengendalikan situasi.“Kalau dipikir-pikir, memang benar keadaan monster itu sangat aneh,” imbuh Karl. Dengan meletakkan tangan di dagunya, Karl menunjukkan pose berpikir sambil mengingat peristiwa yang terjadi selama proses pembasmian. Kemudian, ia melanjutkan, “Banyak monster yang seharusnya mati setelah ditebas, karena itu dilakukan tepat di bagian jantung mereka. Akan tetapi, meskipun mereka sudah ditebas berkali-kali di beberapa tempat setelah jantung, mereka
“Kalau begitu, Saintess Rissa, aku akan bertanya lagi. Apakah kamu memiliki perkembangan dalam kemampuanmu menyembuhkan? Bukankah kamu biasanya akan pingsan setelah menyembuhkan beberapa orang?” tanya Raja Edgar.Pertanyaan Raja Edgar itu spontan membuat senyum kecil di wajah Rissa hilang entah ke mana, dan ia menjadi gugup kembali.“Sa-saya sudah lebih baik, Yang Mulia. Te-terakhir kali di pembasmian, saya bahkan sudah berhasil meningkatkan jumlah orang yang saya sembuhkan menjadi sebanyak 24 orang,” jawab Rissa.“Apa? Kamu menghitung semuanya selagi menyembuhkan orang-orang itu semalam?” batinku tidak percaya dengan kerajinan Rissa yang jarang terpikirkan. Itu berarti, Rissa sudah berencana untuk melaporkan jumlah kesatria yang ia sembuhkan dan kemudian melaporkannya kepada Raja Edgar, agar ia dinobatkan sebagai orang yang paling berjasa.“Akan tetapi, dari yang aku dengar, ada beberapa kesatria yang lukanya tid
Ekspresi terkejut yang diperlihatkan oleh Marquess Bradley benar-benar mewakili perasaanku. Marquess pasti tidak percaya karena penolakan yang Raja Edgar berikan tepat setlah Marquess selesai memberikan argumennya.“Boleh saya tahu alasan Yang Mulia menolaknya?” tanya Marquess Bradley. Aku bisa melihat dengan jelas kalau Marquess sudah mulai tidak senang dengan rapat ini karena penolakan yang barusan itu.“Itu adalah topik yang ingin aku bahas selanjutnya. Namun, sebelum itu….”Raja Edgar menatapku begitu ia memberi jeda dalam ucapannya. Kemudian ia melanjutkannya dengan berbicara denganku. “Saintess Lissa. Sepertinya kamu sudah terlalu lelah karena keadaanmu belum pulih sepenuhnya. Kamu boleh kembali ke kamarmu untuk istirahat.”Perkataan yang Raja Edgar berikan barusan itu bukan suatu perintah karena ia mengucapkannya dengan nada lembut seolah-olah ia khawatir. Akan tetapi, aku tidak akan tertipu! Itu adalah st
Kali ini, aku yang lebih dulu kelua dari ruang rapat begitu rapat itu dibubarkan. Aku bergegas keluar karena merasa bahwa kepalaku akan segera meledak jika aku terus menahan diri jika ada di dalam ruangan itu terus.Aku berjalan tanpa arah. Aku hanya mengikuti ke mana kakiku membawaku melangkah, tetapi aku tetap menghindari area-area yang menjadi kemungkinan para bangsawan akan berlalu lalang.Begitu berjalan jauh di lorong Istana, akhirnya aku berjongkok karena tidak tahan lagi. Aku menundukkan kepala di dalam lenganku sambil bergumam, “Apa yang salah? Sejak kapan Raja Edgar sudah merencanakan semua itu?”“Lissa!!”Spontan, aku langsung berdiri begitu mendengar namaku dipanggil. Aku tidak ingin ada orang yang melihat kondisiku yang menyedihkan karena berjongkok sambil menundukkan kepala di tengah koridor. Selain itu, aku tambah tidak ingin memperlihatkan kelemahanku, karena aku mengenal dengan jelas suara orang yang memanggilku. I