Share

Bab 4

Author: Safiiaa
last update Last Updated: 2025-03-07 14:35:04

Bab 4

Tak hanya keluarga Nadiya yang dilanda kesedihan, keluarga Kavi pun demikian. Pernikahan yang sudah direncanakan dengan matang tiba-tiba saja harus gagal hanya karena berita yang dibawa oleh Sarah.

Aisyah, ibunya Kavi tak henti menangis saat kabar kehamilan Sarah sampai padanya. Selama ini ia selalu mendidik Kavi dengan baik agar menjadi anak yang membanggakan. Akan tetapi, fakta yang ia dapatkan kini membuatnya merasa gagal sebagai orang tua.

"Ibu tak pernah mengajarimu menjadi laki-laki pecundang. Mau tak mau, kamu memang harus bertanggung jawab atas apa yang sudah kamu lakukan." Aisyah berkata dengan hati perih. Sekuat tenaga ia menutupi apa yang sedang terasa sesak dalam hatinya.

Namun percuma. Air mata yang ditahan Aisyah itu ternyata luruh juga.

"Tapi, Bu, kabar itu belum tentu benar. Bisa saja Sarah mengada-ada," sanggah Kavi membela diri. Ia sama sekali tak tahu apa yang terjadi malam itu dan bagaimana bisa asal mengakui bahwa anak dalam rahim Sarah adalah darah dagingnya?

"Benar apa tidak, pernikahanmu dengan Nadiya gagal karena masalah ini. Kamu tak lagi punya alasan untuk mengelak." Aisyah mengusap wajahnya yang basah.

"Maafkan Kavi, Bu, Kavi gagal jadi anak yang baik untuk Ibu." Kavi tak tega melihat wajah ibunya yang penuh luka itu. Ia berusaha meraih tangan ibunya, tapi segera ditepis dengan keras.

"Kalau sudah tahu gagal jadi anak yang baik, paling tidak sekarang kamu harus bisa jadi pasangan yang baik. Terlebih jadi bapak yang baik untuk anakmu itu!" sentak Aisyah keras.

"Ibu benar-benar memintaku untuk menikahinya?" ucap Kavi lagi mengulangi ucapan ibunya.

"Apalagi? Mau menambah malu wajah Ibu dengan kamu mengelak dari tanggung jawab? Sarah bisa membatalkan pernikahan yang sudah didepan mata, bukan tak mungkin lagi ia makin membuat Ibu malu karena kamu menolak menikahinya!" sembur Aisyah lagi.

Kavi terdiam. Ia tak menyangka perbuatan Sarah bisa membuatnya sekacau ini, terlebih ibunya. Baru kali ini, ia mendapati sang ibu sesedih ini.

"Bawa dia ke sini, Ibu mau bicara!" sambung Aisyah sebelum ia mengangkat badannya untuk pergi dari hadapan Kavi.

Kavi tak banyak bicara. Ia tak punya cara lain selain menuruti apapun yang ibunya minta. Sekian tahun berusaha menjadi anak yang baik dan tak berulah, kini nama Kavi sudah tak lagi bersih di depan ibunya.

Tak punya pilihan lain, Kavi terpaksa menghubungi Sarah.

"Pagi, calon suami," sapa Sarah dengan suaranya yang dibuat semanja mungkin.

"Jangan banyak berharap. Ibu memintaku menghubungimu agar datang ke rumah." Tak ada keramahan sedikitpun dari suara Kavi. Ia mulai muak dengan apapun yang dilakukan Sarah.

"Wah kabar yang sangat bagus itu. Aku sudah menunggunya untuk berjumpa. Aku akan bicara banyak mengenai calon cucunya yang sudah tumbuh dalam rahimku."

"Seharusnya tes DNA dilakukan sekarang sebelum aku terlanjur bertanggung jawab atas apa yang tidak aku lakukan."

"Kamu tidak percaya kalau ini anakmu? Mana mungkin aku berbohong, Sayang. Kamu ganas sekali malam itu. Kamu sangat menikmati aktivitas kita di atas ranjang. Sekarang bagaimana bisa kamu tidak mengakuinya?"

"Tidak ada bukti yang kuat untuk menunjukkan bahwa aku sudah menyentuhmu malam itu. Bisa saja semua ini hanya akal-akalanmu saja agar aku mau menuruti apapun yang kamu ucapkan!" sembur Kavi tanpa tedeng aling-aling.

Sarah mulai geram dengan ucapan Kavi. Akan tetapi, ia berusaha mengontrol dirinya agar tak sampai berbuat kotor pada calon suami dan keluarganya.

Bagi Sarah, yang penting adalah pernikahan Kavi dan Nadiya sudah batal. Dan ia yang akan menggantikan posisi Nadiya sebagai istri Kavi nantinya.

Siang itu, Sarah benar-benar datang ke rumah Kavi untuk memenuhi permintaan Aisyah. Hatinya penuh dengan rasa lega sebab undangan dari orang tua Kavi yang sudah pasti untuk membahas masalah yang sengaja ia buat.

Mata Aisyah menyapu sekujur tubuh Sarah dari ujung rambut hingga ujung kaki. Badan lansing dengan dress selutut itu membuat Sarah terlihat anggun. Sayangnya, rambut yang dicat blonde membuat Aisyah sedikit mengerutkan dahinya.

"Duduk!" titah Aisyah setelah menerima uluran tangan Sarah di depannya.

Sarah tak banyak bicara. Ia hanya tersenyum simpul di depan Aisyah dan Kavi.

"Ibu tidak tahu apakah benar kejadian itu benar-benar terjadi atau hanya akal-akalanmu saja." Aisyah membuka obrolan dengan Sarah. Ucapannya jelas dan penuh penegasan.

"Sekarang, ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana kejadian malam itu hingga kamu bisa dengan mudah menyerahkan mahkotamu pada Kavi," sambung Aisyah lagi. Ia tak lagi berpikir soal malu atau tidak perihal pertanyaannya. Baginya, semua yang terjadi malam itu harus jelas bagaimana kronologinya hingga ia benar-benar membiarkan putranya menikahi perempuan seperti Sarah.

Sarah menatap Kavi dan Aisyah bergantian. Ia lantas menunduk, menatap dua jemarinya yang sedang dimainkan di atas pangkuan.

"Malam itu, kami berada dalam satu pesta yang sama. Saya tidak tahu apa yang diminum Mas Kavi. Saya hanya minum orange juice dan setelahnya saya minta izin ke toilet untuk buang air. Saya harus ke kamar sebelum kembali ke pesta sebab ada barang saya yang ketinggalan. Tapi ternyata di dalam kamar itu sudah ada Mas Kavi yang sedang merebahkan diri. Saya ditarik oleh Mas Kavi dan tak bisa berkutik setelahnya."

"Bagaimana bisa kamu tidak berkutik sementara kamu dalam keadaan sadar?" sahut Aisyah tak setuju dengan apa yang dilakukan Sarah.

"Bu, saya sudah lama mengharapkan Mas Kavi. Bagaimana bisa saya menolak sementara di hati saya sudah tumbuh cinta untuk anak Ibu?" balas Sarah santai.

Aisyah menggelengkan kepalanya tak percaya. "Benar-benar kamu ini! Seharusnya sebagai perempuan kamu bisa mencari cara yang sehat untuk bersaing mendapatkan hati putra saya. Bukannya diam saja saat dalam kondisi seperti itu!" cecar Aisyah sambil menatap geram perempuan di depannya.

"Saya sudah berusaha, tapi Mas Kavi selalu mengabaikan saya. Akhirnya saya menerima sentuhannya," ucap Sarah tanpa berani menatap wajah calon mertuanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 80

    Bab 80Nadiya tersentak dengan ucapan ibunya. Bagaimana mungkin mereka memintanya honeymoon sementara yang terjadi saat mereka di Bali cukup membuat Nadiya trauma?"Tidak, Bu. Kami masih belum punya waktu." Nadiya menyela ucapan ibunya. Rautnya berubah seketika. Wajah cerahnya berubah panik serta keringat dingin mulai mengucur di telapak tangannya."Weekend kan bisa, Nak?" Tak mau menerima ucapan putrinya, Bu Halimah kembali menyahut.Nadiya menggelengkan kepalanya. Bayangan kejadian di atas tebing itu membuat dada Nadiya tiba-tiba berdebar. "Tidak bisa, Bu. Nadiya mulai bekerja besok. Tidak mungkin kami bisa pergi jauh."Dira menatap wajah mertuanya sambil menggelengkan kepalanya. Ia paham kondisi Nadiya. Rasa bersalah pun turut tumbuh di dadanya saat teringat apa yang terjadi saat mereka honeymoon."Dira juga masih sibuk, Bu. Lain waktu saja," sahut Dira turut membela istrinya. Ia pahamm dengan perubahan ekspresi istrinya. Tak salah jika Nadiya trauma sebab apa yang terjadi saat itu

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 79

    Bab 79Hati yang dipenuhi dendam kerap kali membuat si pemilik kalap dan menghalalkan segala cara demi membuat hatinya lega. Mereka tenggelam dalam kabut hitam yang menutupi kesadaran. Sedikit sekali yang mau meraba alasan mengapa dendam itu bertahan dalam diri, juga mencoba mencari jalan keluar. Kebanyakan mereka selalu memaksakan kehendak dan berharap yang terjadi sesuai dengan apa yang diinginkannya.Sayangnya, Tuhan tidak serta merta memberikan apa yang si pendendam mau. Seperti sekarang ini, Sarah kembali terbaring di atas ranjang rumah sakit karena insiden tabrakan yang ia ciptakan sendiri. Kali ini, kondisinya lebih buruk dari kemarin. Bayinya tak lagi dapat diselamatkan. Benturan keras itu membuat makhluk kecil dalam rahimnya tak lagi dapat bertahan.Edo, laki-laki yang berharap banyak akan kehadiran bayi itu kini bak kehilangan semangat hidup. Apapun sudah ia lakukan demi bisa melihat calon buah hatinya berkembang di rahim wanita yang dicintainya. Nyatanya, kecerobohan Sarah

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 78

    Bab 78Dira terdiam dalam duduknya. Ia tak bisa diam saja. Harus ada sesuatu yang dilakukan agar hubungannya tetap baik dan berjalan dengan semestinya sebagai pasangan suami istri.Setelah beberapa saat tinggal dengan Nadiya, ia mulai tahu bagaimana karakter wanita itu. Ada rasa berat untuk melepas setelah tahu perbedaan karakter sang pacar dengan sang istri. Bisa dibilang, Nadiya termasuk sosok istri ideal yang sayang untuk dilepaskan."Pa, bisa minta bantuan ngga?" Siang itu Dira sengaja menghubungi papanya. Tak ada yang bisa membantu selain mereka. Tidak ada yang akan didengar kata-katanya oleh Nadiya selain dua orang itu."Ada apa? Sepertinya penting sekali.""Iya, Pa. Penting banget ini. Dira baru aja pindah di rumah baru. Apa Papa bisa datang buat nginep sini?" To the point. "Kamu sudah pindah? Memangnya sudah gelar acara syukuran? Asal pindah aja kamu!" Pak Yusuf tak terima. Baginya, pindah rumah tidak bisa hanya asal pindah saja. Harus ada acara syukuran meskipun itu kecil-ke

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 77

    Bab 77Di depan sebuah makam, Dira mengajak Nadiya untuk duduk, lalu mengangkat kedua tangannya demi mendoakan mendiang yang bersemayam di bawah sana.Tak banyak bicara, Nadiya mengikuti perintah suaminya. Laki-laki itu memimpin doa yang lantas diamini oleh wanita di belakangnya.Diam-diam Nadiya terharu. Laki-laki yang ia kira jauh dari agama, rupanya paham tentang doa yang dipanjatkan untuk manusia bergelar almarhum. Wajah itu tampak khusuk dalam bermunajat hingga membuat Nadiya tak melepas pandangannya untuk beberapa saat.Usia berdoa, Dira mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia lantas memegang ujung nisan itu."Maafkan aku, Rin. Aku ngga bermaksud membuatmu seperti ini," lirih Dira. Matanya menatap nisan bertuliskan nama mantan kekasihnya dulu."Aku hanya ingin memberimu pelajaran tapi kamu malah pergi menjemput ajal." Dira masih berkata tanpa peduli ada Nadiya di sisinya.Nadiya tidak berkomentar. Ia hanya mengusap lembut punggung lelaki yang masih menatap dalam nisan

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 76

    Bab 76Nadiya kembali membaik setelah Kavi memberinya air putih. Wajah yang pucat itu sirna, berganti dengan raut tenang."Ada apa dengan dirimu?" tanya Kavi lagi. Ia penasaran dengan wajah Nadiya yang mendadak berubah pucat seperti itu."Aku juga pernah kecelakaan di situ, Mas. Denger kata kecelakaan, rasanya aku seperti kembali pada saat kejadian itu terjadi. Apalagi benar-benar melihat atau mendengar suara keras karena kecelakaan." Nadiya meremas gelas dalam tangannya. Matanya memejam sejenak, lalu kembali terbuka dan menatap raut di depannya dengan tatapan dalam."Kecelakaan? Bagaimana bisa?" Kavi mulai penasaran. Selama ini ia tak pernah mendengar kabar Nadiya kecelakaan."Iya. Pacar Mas Dira yang menabrak." Nadiya menunduk, merasai sakit yang kadang kala masih timbul tenggelam karena perbuatan Karina.Kavi tersentak mendengar cerita Nadiya."Laki-laki itu masih jalan sama pacarnya? Kenapa kamu bertahan sampai sejauh ini kalau mereka masih pacaran?" protes Kavi tak setuju. Ia mem

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 75

    Bab 75Nadiya menatap rumah yang sudah dipenuhi perabotan dengan senyum sumringah. Ia senang melihat tiap sisi rumah yang barang-barangnya sesuai dengan keinginan hatinya. Rumahnya makin terasa nyaman dan menyenangkan."Benar juga apa kata Mas Dira, sebaiknya rumah memang diatur sendiri sama istri. Lebih bahagia rasanya," ucap Nadiya sambil menatap seluruh ruangan tengah yang disudut ruangan itu sudah terpasang smart TV."Kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Dira. Ia baru saja kembali dari depan mengantar kurir."Enggak. Aku baru merasa kalau apa yang Mas bilang itu memang benar. Sebaiknya, wanita yang mengatur barang-barang di rumah agar mereka betah dan nyaman. Aku nyaman di sini," jawab Nadiya. Matanya menyapu seluruh ruangan, lalu berakhir di wajah Dira."Alhamdulillah. Mas juga nyaman di rumah ini. Suasananya enak, apalagi ada kamu." Dira turut menyapu ruangan. Ruangan yang semula kosong, kini sudah penuh dengan barang-barang belanjaan mereka. Pandangan itu berakhir di wajah sang is

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status