Share

Heboh Seisi Rumah

Reza terus merem melek melihat pemandangan tak biasa di depan mata. Susah payah ia mengendalikan diri agar tidak terbawa oleh nafsu. Sementara itu, Rania masih pada posisinya, rasa takut dan geli pada cicak membuat Rania melupakan rasa malunya.

"Mau sampai kapan seperti ini terus, Ran? Cicak udah pergi. Aku sih nggak keberatan justru .... " Reza menghentikan ucapannya saat Rania menyentil bibirnya.

"Kalau bukan karena cicak aku juga nggak bakal kaya gini." Perlahan Rania turun dari tubuh suaminya.

"Buruan pakai baju, jangan memancingku, jika tidak ingin aku khilaf," ucap Reza. Tanpa pikir panjang Rania mengambil pakaian dan masuk ke dalam kamar mandi.

Dua puluh menit kemudian, keduanya sudah berada di meja makan untuk sarapan pagi bersama. Rania terlihat cantik mengenakan seragam kerjanya, hanya saja Reza sedikit risih dengan rok hitam di atas lutut yang Rania pakai.

"Ran, emang nggak ada rok yang lebih panjang gitu. Aku risih lihat kamu pakai rok sependek itu," ungkap Reza sembari menikmati sarapan paginya.

"Nggak ada, adanya ya seperti ini," sahut Rania.

"Wah, anak mama perhatian banget. Rania pasti makin sayang sama kamu," tutur Hesty. Seketika Rania dan Reza saling pandang, sementara Irwan hanya menggelengkan kepalanya saja.

"Nanti aku mau ngomong sama atasan kamu, kalau harus tetap memakai rok seperti itu. Aku akan membawa kamu kerja di kantor sebagai sekretaris pribadiku," ungkap Reza. Hal tersebut membuat Rania terkejut, bukannya senang tapi justru sedih. Karena jika bekerja dengan Reza pasti tidak akan leluasa seperti bekerja sendiri atau di tempat orang lain.

"Tapi, Za .... "

"Tidak ada tapi-tapian, ini keputusan aku. Kamu juga harus ingat, karena sekarang sudah menjadi tanggung jawabku." Reza memotong ucapan Rania. Wanita itu memilih untuk menurut, karena melawan juga percuma.

"Huh, nyebelin banget sih," batin Rania. Setelah itu mereka kembali menyantap makanan yang ada di hadapannya. Hesty tersenyum melihat ketegasan putranya itu.

Selepas sarapan pagi, mereka segera berangkat bekerja, saat ini Rania serta Reza sudah dalam perjalanan. Rania masih kepikiran soal permintaan Reza saat sarapan tadi. Memang sekarang dirinya sudah menjadi tanggung jawab Reza.

"Ini untuk kamu," ucap Reza seraya menyerahkan kartu ATM.

Rania menatap bingung. "Untuk aku, tapi aku kan .... "

"Ini untuk membeli kebutuhan pribadi kamu, yang punya kamu bisa kamu simpan." Reza memotong ucapan istrinya itu.

"Tapi, Za ... aku nggak enak, apa lagi sikap aku yang .... "

"Ingat, kita sudah menikah, aku juga sudah sering bilang kan. Sekarang kamu adalah tanggung jawab aku, sudah sepantasnya seorang suami memberi nafkah untuk istrinya." Reza kembali memotong ucapan Rania.

"Meskipun kita menikah karena terpaksa, tapi pernikahan kita itu sah." Reza melanjutkan ucapannya. Rania diam mendengar ucapan demi ucapan lelaki yang telah sah menjadi suaminya itu.

"Ehem, tinggal kamu aja yang peka apa tidak." Reza berdehem membuat Rania mengernyitkan keningnya.

"Maksud kamu." Rania menatap mata hitam suaminya.

"Malam pertama untuk pengantin baru lah, masa kayak gitu aja harus dikasih tahu. Jangan-jangan proses malam pertama juga harus dijelaskan secara detail." Reza menjelaskan. Rania yang sudah paham arah pembicaraan suaminya, tiba-tiba melotot.

"Ish, mulai deh. Otak mesum kamu kumat," ujar Rania kesal.

"Itu bukan mesum, Sayang. Tapi itu kewajiban, dan kita akan mendapatkan pahala." Reza kembali menjelaskan. Namun Rania hanya diam, gara-gara Reza otaknya kini mulai terkena virus.

"Ini PIN-nya apa?" tanya Rania, untuk mengalihkan pembicaraan.

"Tanggal pernikahan kita," jawab Reza. Sementara Rania hanya mengangguk.

***

Waktu berjalan begitu cepat, hari ini Rania terpaksa pulang naik taksi, lantaran Reza ada lembur. Saat ini Rania sedang membantu ibu mertuanya untuk menyiapkan makan malam. Jujur, Rania tidak terlalu pandai memasak, itu sebabnya ia ingin belajar.

"Gimana rasanya, Ma?" tanya Rania.

"Kok keasinan ya, memangnya Reza belum ngasih kamu jatah ya," ucap Hesty. Rania mengerutkan keningnya, bingung.

"Maksud, Mama. Jatah apa ya?" tanya Rania.

Hesty tersenyum. "Itu loh, masa kamu nggak paham sih. Katanya kalau seorang istri masaknya keasinan itu gara-gara belum dikasih jatah sama suaminya."

"Ish, Mama. Nggak ada hubungannya lah, terus ini gimana dong, Ma." Rania meminta pendapat ibu mertuanya.

"Kasih gula sedikit lagi, biar nggak keasinan," saran Hesty. Rania pun segera mengambil gula, lalu ia taburkan pada masakannya.

Kini Rania sedang sibuk menata hasil masakannya di atas meja makan. Selang beberapa menit, terdengar suara deru mobil yang berhenti di pelataran rumah. Sudah dapat dipastikan jika itu mobil Reza.

"Assalamu'alaikum, aku pulang. Wah baunya bikin laper." Reza berjalan menuju meja makan di mana ibunya berada, sementara ayahnya masih duduk di sofa ruang tengah.

"Mandi dulu nanti baru makan." Hesty memukul tangan Reza yang hendak mengambil makanan yang berada di atas meja.

"Ish, orang laper juga. Rania di mana, Ma?" tanya Reza.

"Ada di kamar, mandi dulu sana. Nanti makan malam bareng," jawab Hesty. Reza bergegas naik ke lantai atas di mana kamarnya berada.

Setibanya di kamar, Reza meletakkan tas kerja serta jasnya di sofa. Pria berkemeja navy itu menyapu pandangannya, mencari sosok istrinya, tetapi tidak ada. Reza menghela napas, lalu memilih mengambil handuk untuk mandi.

Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, Reza terlebih dahulu melepas pakaian serta celananya, dan hanya melilitkan handuk di pinggang. Setelah itu Reza masuk ke dalam kamar mandi, tiba-tiba ia terkejut saat melihat istrinya baru selesai mandi.

"Aaaaaa." Rania menjerit karena terkejut bin malu.

Buk, Rania menonjok hidung Reza cukup keras. Seketika Reza memegangi hidungnya yang terasa sangat sakit, sementara itu Rania buru-buru mengambil handuk dan langsung memakainya.

"Reza, Rania ada apa?" tanya Hesty. Kedua mertua Rania bergegas masuk ke dalam kamar putranya saat mendengar jeritan menantunya itu.

"Rania ini, Ma. Main tonjok-tonjok aja," jawab Reza yang masih memegangi hidungnya.

"Reza yang salah, Ma. Main masuk ke kamar mandi, nggak ngetuk pintu dulu." Rania membela diri.

"Salah kamu kenapa nggak dikunci," sahut Reza. Sementara Rania hanya diam.

"Mama pikir tadi kamu langsung minta jatah, eh nggak tahunnya. Ya udah di lanjut saja ya, biar cepet jadi." Hesty menepuk pundak putranya, lalu bergegas keluar dari kamar Reza.

"Ada apa, Ma?" tanya Irwan yang hendak masuk ke dalam.

"Nggak ada apa-apa, mungkin Rania kaget melihat senjata tempur milik Reza. Udah yuk turun, jangan ganggu mereka." Hesty menarik tangan suaminya, dan membawanya turun ke bawah.

"Za, apa masih sakit?" tanya Rania, jujur ia merasa bersalah karena sejak menikah Reza selalu mendapatkan bogem mentah darinya.

"Nggak sakit, cuma pegel aja." Reza menurunkan tangannya, seketika Rania terkejut saat melihat hidung Reza mengeluarkan darah.

"Ya ampun, Za." Rania langsung mengambil tisu untuk mengelap darah yang menetes dari hidung Reza.

Reza terdiam saat melihat raut wajah Rania yang yang panik. Mungkinkah wanita yang ada di hadapannya itu mulai membuka hati untuknya. Atau gara-gara Reza terluka, sehingga Rania khawatir, dan juga panik.

"Ran, kamu pakai baju dulu sana. Aku takut khilaf, kalau terlalu lama melihat aset berharga milik kamu itu," kata Reza.

Detik itu juga Rania menyilangkan tangan untuk menutupi dadanya. Rania juga baru sadar, jika dirinya hanya memakai handuk biasa, bukan handuk kimono. Sementara Reza tersenyum saat melihat raut wajah Rania yang merona, karena malu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yana Arish
best..pingin lanjut baca
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status