Share

Malam Terlarang Bersama Paman
Malam Terlarang Bersama Paman
Author: mayuunice

1. CEO BARU

Author: mayuunice
last update Last Updated: 2023-08-24 21:38:31

Riuh tepuk tangan terdengar di sebuah aula hotel bintang lima. Bersamaan dengan itu, seorang pria berumur 33 tahun turun dari podium. Ia baru saja didapuk menjadi CEO baru di Victory Group.

“Sekali lagi selamat, Mas Adrian,” ucap seorang pria paruh baya menjabat tangannya.

“Terima kasih, Pak. Mohon bimbingan dan kerja samanya,” balas Adrian sambil tersenyum bangga.

“Kami, para komisaris, percaya kalau kamu bisa melanjutkan pucuk kepemimpinan almarhum Andre, kakakmu.”

Adrian mengangguk sambil menaruh tangan kanannya di dada. Suatu kehormatan baginya yang  masih terbilang muda, bisa menjabat sebagai pimpinan di Victory Group. Perusahaan yang bergerak di sektor perhotelan dan transportasi udara itu didirikan oleh Victor Galih Hartanto, ayah angkat Adrian.

Selama 40 tahun, Victory Group berkembang pesat, bahkan di tangan anak pertamanya, Andre Raymond Hartanto. Sayangnya, Andre meninggal dunia enam bulan lalu akibat kecelakaan, sehingga jabatan tersebut diberikan pada dirinya yang notabenenya adalah adik angkat.

“Selamat, Om.”

Seorang gadis muda dalam balutan gaun berwarna hitam tiba-tiba mengulurkan tangannya pada Adrian.

“Terima kasih, Nada. Kamu tidak keberatan, kan, kalau Om yang menggantikan papamu?” tanya Adrian pada anak semata wayang Andre.

Dengan cepat, gadis bersurai panjang bergelombang itu menggeleng.

“Tenang saja, Om. Aku tidak berminat untuk menjadi pimpinan perusahaan. Aku hanya ingin menjadi pengangguran tapi banyak uang. Lagipula, pemilik saham terbesar perusahaan ini adalah aku,” terangnya, “jadi, jangan sungkan.”

Mendengar ucapan asal keponakan angkatnya itu, Adrian tertawa kecil. Dia tidak merasa tersinggung sama sekali dengan ucapan Nada. Justru, pria itu merasa berterima kasih pada Nada yang melepaskan posisi CEO kala jajaran komisaris merasa dia masih belum pantas mengemban amanah tersebut.

Adrian mengelus puncak kepala Nada, hingga gadis itu cemberut.

“Om! Rambutku bisa kusut, nih,” protes Nada sambil mendelik kesal pada pamannya, “nanti, lima jam aku nyalon jadinya sia-sia.”

Keduanya tertawa dan bercanda, sampai perhatian Adrian teralihkan oleh seorang wanita yang tiba-tiba datang menghampirinya.

“Selamat, Sayang,” katanya sambil memberikan buket bunga pada Adrian.

Adrian nampak terkejut. “Kenapa kamu ada di sini, Sindy?”

“Apakah aku tidak boleh berada di sini untuk memberikan selamat pada kekasihku?” tanya wanita itu manja.

Adrian menghela napas panjang, lalu berkata, “Tentu boleh. Tapi, bukannya kamu sedang ada pekerjaan?”

Sindy menggelayut pada Adrian. Dirinya tidak peduli dengan keadaan sekitar. “Demi kamu, aku berusaha bernegosiasi dengan atasanku.”

Melihat itu, Nada hanya bisa mendelik kesal.

“Entah kenapa, setiap melihat wajah si Sindy itu aku jadi mual,” gumamnya  sambil mengedikan bahunya, merinding, “semoga Om Adrian tidak salah pilih calon tanteku.”

Ia tidak ingin menodai matanya. Jadi, Nada pun beranjak dan memutuskan untuk pergi dari tempat itu.

Hanya saja, baru beberapa langkah, Nada justru tidak sengaja bertabrakan dengan seorang pria paruh baya.

“Ah, maaf,” ucapnya sambil menundukkan kepala secara refleks.

“Iya,” timpal pria itu, kemudian pergi dengan cepat menjauh dari Nada.

Nada mengerutkan kening, bingung. Ia merasa kalau pria tersebut seperti sedang menyembunyikan wajahnya.

Akan tetapi, Nada tak ingin mengambil pusing dan segera pergi dari tempat tersebut dan memilih bersantai di pojok ruangan.

Tak terasa, pesta pelantikan Adrian pun selesai. Para tamu undangan mulai meninggalkan aula Victory Hotel.

“Ommu ke mana, Nada?”

Mendengar pertanyaan dari sang nenek, Nada menengok ke kanan dan kiri–mencari keberadaan Adrian.

 Aku tidak tahu, Nek,” jawab gadis itu akhirnya setelah tak berhasil menemukan Adrian.

“Coba kamu cari dia. Minta Ommu untuk mengucapkan salam pada Pak Calvin, sebelum beliau pulang.”

Pria yang dimaksud sang nenek memang menjabat sebagai ketua dewan komisaris. Maka dari itu, Eva—nenek Nada dan sekaligus ibu angkat Adrian—selalu menghormati pria tersebut.

“Baik, Nek.”

Meski malas, Nada pun menuruti perintahnya. Segera saja, gadis itu berkeliling. Sayangnya, Adrian tidak ditemukan di mana pun!

“Om Adrian ke mana, sih? Apa berduaan sama si Sindy, ya?” gerutu Nada kesal.

Padahal, pria itu sudah diperingatkan untuk tetap diam karena dia bintangnya malam ini.

“Tunggu, apa dia di ruang kerjanya?” tebak gadis itu mendadak

Tidak berlama-lama, Nada pun melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Adrian. Hanya saja, langkah kaki Nada terhenti saat matanya mendapati seorang perempuan asing hendak memasuki ruang kerja sang paman.

“Hey! Siapa kamu?!” seru Nada mendekat. Perempuan itu terkesiap, sedangkan Nada memindai perempuan tersebut dari ujung kepala sampai kakinya. “Siapa kamu?”

“Ah … a-anu, sa-saya karyawan dari bagian lounge bawah,” jawab perempuan itu tergagap.

Nada menyipitkan matanya menatap perempuan itu. Akan tetapi, dia tidak berniat memotong ucapannya.

“A … sa-saya diminta mengantarkan ini ke ruangan pimpinan.”

Perempuan itu lalu merogoh tas yang dibawanya dan memberikan sebuah botol minuman.

Nada jelas semakin merasa curiga dengan perempuan itu. Jadi, dia pun memilih untuk mengambil botol tersebut. “Biar aku yang memberikannya. Silakan kamu bisa segera kembali ke tempatmu,” ketusnya membuat lawan bicara itu pergi dari tempatnya.

Dalam diam, Nada menatap pada botol minuman beralkohol yang ada di tangannya. Ia merasakan kejanggalan.

“Sejak kapan Om suka minum alkohol?” gumam Nada bingung, “apa pengaruh si Sindy itu, ya?”

Sadar tak akan mendapat jawaban, Nada pun memilih masuk ke ruangan kerja pamannya. Hanya saja, kedua bola matanya terbelalak kala mendapati Adrian sedang duduk di sofa ruang kerjanya dalam kondisi tidak yang cukup aneh!

“Om Adrian?” panggil Nada. Kini gadis itu sudah berada tepat di hadapan Adrian, mencoba memastikan kondisi sang paman.

Adrian mengangkat pandangannya, tatapannya begitu menjelaskan bahwa dirinya sedang dalam kondisi tidak sadar seratus persen. Namun, tiba-tiba Adrian langsung menarik tangan Nada, sampai gadis itu jatuh ke dalam pelukannya.

Nada seketika terkesiap. Ketika di detik berikutnya, tiba-tiba  mulut Nada telah dibungkam ciuman sang paman angkat.Nada mencoba berontak, tapi tenaga Adrian jauh lebih kuat. Bahkan dalam waktu yang sangat cepat dan singkat, posisinya kini sudah berada tepat di bawah Adrian yang mengunci kedua tangan Nada tepat di atas sandaran sofa.

“Nada kamu cantik sekali bahkan di dalam mimpi,” racau Adrian ketika ciuman mereka terlepas, “kamu mau menggodaku, ya?”

“Om, tolong sadarlah. Ini bukan mimpi,” rintih Nada.

Namun, bukannya mendengarkan, Adrian malah terus menyerang Nada. Perlahan, pertahanan gadis itu pun runtuh. Ia menyerah di bawah kuasa Adrian. Nada pun ikut hanyut dalam permainan yang seharusnya tak pernah terjadi di antara mereka.

“Aku mencintaimu, Nada,” lirih Adrian tiba-tiba meluapkan perasaan yang selama ini dipendamnya, “terima kasih sudah datang di mimpiku.”

Namun, saat mereka hanyut dalam gairah mendebarkan, seseorang di luar ruangan sedang mengamati keduanya dengan sebuah kamera di tangan

BERSAMBUNG ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Seru juga nih ceritanya, semoga ga bertele² ceritanya & Happy Ending.
goodnovel comment avatar
Mustacis
Uhhuk ... seru nih
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Malam Terlarang Bersama Paman   99. JANJI

    Sebelum masuk ke dalam ruang persalinan, Adrian diharuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah itu dia segera masuk dan mendapati istrinya sedang merintih kesakitan.“Sayang!” seru Adrian segera menghampiri sang istri.Peluh sudah membasahi wajah Nada. Bahkan rambutnya pun terlihat basah oleh keringat yang sudah membanjiri tubuhnya. Adrian langsung menggenggam tangan Nada, yang sebelumnya ditemani oleh seorang perwat.Matanya menatap Nada yang nampak sedang berjuang menahan rasa sakit. Hatinya merasa tak tega, melihat istrinya begitu berjuang dengan susah payah untuk melahirkan nyawa baru yang akan menjadi warna tersendiri dalam kehidupan mereka.“Sayang, kamu bisa. Aku ada di sini,” bisik Adrian.Mendapatkan motivasi seperti itu, Nada merasa senang. Namun, dia tidak bisa menunjukkan dengan ekspresi wajahnya.“Ibu, sedikit lagi. Ini kepalanya sudah keluar,” kata sang dokter.Adrian melihat ke arah sang dokter yang membimbing persalinan istrinya.“Ayok, Bu. Sepertinya keda

  • Malam Terlarang Bersama Paman   98. PERSALINAN

    Nada sudah diizinkan untuk pulang. Kondisi kehamilannya sangat amat baik, janinnya pun terlihat sehat dan sudah diketahui jenis kelaminnya. Hanya saja Nada masih merahasiakan hal ini pada suaminya.“Sudah semua, Mbak?” tanya Nada.“Sudah.” Ratna baru saja mengunci pintu apartemen yang menjadi tempat singgah mereka selama di negara ini.“Baik, ayo kita berangkat. Aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Deven,” kata Nada.Ratna mengangguk, lalu tersenyum. Hari ini mereka akan pulang ke Indonesia. Sayangnya Adrian tidak bisa menjemputnya, karena ada agenda bisnis yang tidak bisa dia hindari.Selama beberapa jam perjalanan, akhirnya mereka pulang dan disambut hangat oleh Deven dan Eva yang sudah menunggu mereka. Terlihat nenek dari Nada itu sudah menanti kedatangan cucunya.“Kamu sehat, Nada?” tanya Eva, yang masih terlihat segar, walau kondisinya harus selalu duduk di kursi roda. Usianya yang sudah senja, membuat kesehatannya menurun.“Sehat, Nek. Nenek bagiamana?” tanya Nada sambil m

  • Malam Terlarang Bersama Paman   97. GAGAL MENJADI SUAMI

    Sekarang mereka sedang berada disebuah restoran mewah. Mereka hendak makan malam bersama, menikmati makanan khas dari negeri gingseng. Namun, belum juga makanan tiba, Nada sudah izin untuk ke toilet.“Mamamu kenapa, Dev? Apa dia sakit?” tanya Adrian.Deven menggeleng, “Tidak tahu, Pa. Padahal biasanya tidak apa-apa.”Adrian menyipitkan matanya, tiba-tiba saja dia merasa sedikit ada yang janggal dengan istrinya. Sampai akhirnya Nada kembali dari toilet, dan Adrian tak lepas memandang Mitha. Bahkan saat makanan tiba dan mereka makan malam pun, Adrian terus memandang Nada.“Sudah selesai?” tanya Adrian, saat makana di hadapan mereka sudah habis.Nada dan Deven mengangguk. Adrian pun mengangkat tangannya, tak lama kemudian seorang pelayan perempuan mendatangi Adrian. Dia pun meminta tagihan atas makannya.“Silakan, Pak,” kata pelayan itu dengan bahasa Korea.Adrian menerima sebuah bill holder berwarna hitam. Namun, ada yang aneh dari barang itu, karena terlihat ada yang mengganjal. Hanya

  • Malam Terlarang Bersama Paman   96. HOLIDAY

    “Mama! Sepatu boots aku di mana?” teriak Deven pada sang ibunda.“Sudah Mama masukkan ke dalam koper, Sayang. Kamu pakai sepatu cats aja, ya,” timpal Nada, yang sedang menarik kopernya keluar dari kamarnya.Adrian terlihat mengekor Nada dari belakang, “Ini jaket tebal dan syal tidak sekalian masuk ke koper, Ma?” tanya Adrian, yang menenteng sebuah tas kecil yang berisi barang yang dikatakannya.“Tidak usah. Sampai Korea pasti kita butuh pakaian hangat. Di sana sedang musim dingin,” jawab Nada.Ya, keluarga bahagia ini hendak menuju negeri gingseng. Semenjak menikah, mereka belum sempat berbulan madu. Karena Adrian masih disibukkan dengan urusan pekerjaan.Di akhir tahun ini, Adrian memang sudah merencanakan untuk berlibur ke negara Korea Selatan bersama dengan orang yang dicintainya.“Nada, sudah tidak ada yang tertinggal, bukan?” Eva muncul dengan kursi rodanya. Mengingatkan pada Nada tentang barang yang dia bawa.Nada menoleh dan langsung tersenyum pada neneknya, “Tidak ada, Nek sem

  • Malam Terlarang Bersama Paman   95. ADIK UNTUK DEVEN

    Wajah Adrian dan Nada kini merah seperti kepiting rebus. Bagaimana bisa, mereka sedang bermesraan dan ketahuan oleh anak yang masih di bawah umur.“Ah … itu,” ucap Nada gelagapan. Dia melirik ke arah Adrian, memberikan isyarat untuk menjelaskan apa yang barusan kita lakukan tadi.“Mama jangan malu begitu. Ini bukan pertama kali aku melihat kalian seperti itu, kok,” aku Deven.Anak itu berjalan menghampiri ayah dan ibunya, yang sebentar lagi akan menikah secara sah.Mendengar pengakuan Deven, tentu membuat mata Nada membulat maksimal. Rasa malu kini mulai menjalar di sekujur tubuhnya.“Bukan pertama kali? Berarti sebelumnya pernah?” tanya Nada.Deven mengangguk, lalu masing-masing tangannya memegang tangan Nada dan Adrian.“Aku senang kalian bisa menikah. Aku senang, karena nanti aku punya papa asli!” ucapnya dengan wajah yang berbinar. Menatap Nada dan Adrian secara bergantian.“Akhirnya Mama tidak sendiri lagi nanti. Mama dan Papa akan sama-sama membesarkan aku. Walau kemarin aku sem

  • Malam Terlarang Bersama Paman   94. WEDDING DRESS

    Nada membelalakan mata, tatkala Adrian berkata demikian di depan publik. Dia ingat, kalau Adrian memang berniat untuk menikahinya. Namun, Nada tidak berekspektasi akan secepat ini. Apalagi ditambah cara dia melamar Nada di depan banyak orang. Tentu saja respon para audiens terlihat senang. Mata mereka nampak berbinar, lampu flash pada kamera juga tak henti-hentinya menyala. Tangan mereka sibuk dengan papan ketik pada keyboard-nya masing-masing. “Bagaimana, Nada?” tanya Adrian, yang menunggu jawaban dari wanita yang saat ini ada di hadapannya, “mau kah kamu menikah denganku?” Sekali lagi, Adrian memperjelas ucapannya. Khawatir Nada lupa dengan apa yang dikatakannya. Karena hampir lima menit Nada melongo, menatap Adrian. Seketika Nada mengerejap, lalu dia melirik ke arah audiens. Nampaknya mereka sama penasaran seperti Adrian. Bibir Nada mendadak terasa kering, dia pun menjilatnya. Irama detak jantungnya pun sudah mulai cepat. Seperti musik dengan irama cepat dan menggambarkan musik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status