Share

67. Mengorek Informasi

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2024-09-24 23:21:17

Setelah mendapatkan tempat parkir yang pas, mereka pun turun.

“Ayo, Freya. Ngapain aja sih?” Zelda yang berjalan duluan menoleh ke belakang dengan kesal karena Freya jalannya sangat lelet.

“Iya ya, sabar.” Freya berjalan lebih cepat dan menyamai langkah Zelda.

Keduanya menempati meja di bagian tengah-tengah karena hanya itu yang kosong tanpa bergabung dengan pengunjung lain.

Sambil menunggu pesanan, Freya terus berusaha mengakrabkan diri dengan Zelda meski ditanggapi dengan acuh tak acuh. Ia juga masih melanjutkan sesi curhatnya tentang Dhafin.

“Aku nggak mengerti kenapa tiba-tiba Dhafin berubah. Padahal sebentar lagi kami akan tunangan loh,” ucapnya.

Zelda yang awalnya sama sekali tidak tertarik dengan pembahasan Freya kini menatap Freya intens. Ia sekalian ingin mengorek informasi. “Emang jadi tunangan?”

“Jadi dong. Cuma diundur aja sih waktunya.”

“Kapan emang?”

“Bulan depan tepat setelah seratus harinya Altair,” jawab Freya tanpa beban, “nanti aku undang kamu. Kamu harus datang, y
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Wartini
belum belum sudah mau ketahuan dasar novel
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   319. Saatnya Bertindak

    Grissham tidak langsung menjawab, membiarkan keheningan menyelimuti ruangan. Ia terdiam, menyusun kata-kata yang tepat sebagai jawaban. “Karena aku belum menemukan waktu yang tepat, Ayah. Aku berencana mempertemukan Lora dan Annelies, lalu menceritakan semuanya.”“Ayah tahu sendiri akhir-akhir ini kami sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga belum sempat,” ucapnya menjawab pertanyaan sang ayah.Pak Albern mengangguk perlahan, tetapi sorot matanya penuh penilaian. “Kali ini Ayah tidak setuju dengan tindakanmu itu.”“Seharusnya sejak awal kau sudah menjelaskannya. Ketika kau memutuskan untuk meminang Lora, di situlah seharusnya kau membuka semuanya tentang Annelies.”“Bukannya menunda-nunda yang justru memberi celah bagi musuh untuk menghancurkanmu,” balasnya.Grissham menghela napas panjang, lalu mendongak menatap langit-langit kamar. “Aku juga tidak menyangka kalau akan berakhir seperti ini.”“Kedatangan Annelies ke sini, awalnya memang aku rencanakan untuk mempertemukan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   318. Kebenaran yang Terlambat

    “Grissham!”Grissham yang tengah merapikan rambutnya di depan cermin meja rias menoleh ketika pintu kamarnya di buka dengan keras.Ia meletakkan sisir, lalu membalikkan badan hanya untuk mendapati sang ayah yang berjalan cepat ke arahnya dengan raut menahan amarah.Plak!Tamparan keras mendarat di pipinya.“Kau ini benar-benar membuat malu!” bentak Pak Albern tajam. Di tangan kirinya tergenggam sebuah iPad yang menyala, menampilkan sebuah tayangan.Grissham memegang pipinya yang terasa panas menyengat. Matanya menatap ayahnya penuh keterkejutan. “Ada apa, Ayah? Kenapa Ayah menamparku?”“Ada apa, katamu? Lihat ini!” Pak Albern menyodorkan iPad itu kasar ke arah Grissham. Rahangnya mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat, menahan diri agar tidak kembali melayangkan tangan pada sang anak yang sepertinya belum tahu apa-apa.Grissham memperbaiki posisi iPad dan mulai menyimak tayangan di dalamnya. Seketika, bola mata abu-abunya membulat.Ia dibuat sangat terkejut menonton video berdurasi

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   317. Runtuh di Tengah Sarapan

    Lora menghembuskan napas, lalu mengangguk patuh. “Iya, Ayah.”Melawan pun percuma. Mereka pasti akan tetap memaksanya untuk istirahat di rumah. Jika dilanggar, ayahnya pasti akan menyuruh bodyguard untuk membatasi pergerakannya.“Mama!”Lora menoleh dan mendapati dua buah hatinya berlari ke arahnya. Senyum di bibirnya mengembang lebar. Ia segera berpindah posisi menjadi berlutut sambil merentangkan tangan, bersiap menyambut keduanya.Bersamaan dengan itu, para pelayan dari dapur mulai mengantarkan sarapan yang sudah matang. Aroma sedap langsung memenuhi ruangan saat makanan ditata di atas meja.“Mama!” Dua balita itu menghambur ke pelukan ibunya, seolah baru saja bertemu setelah berpisah lama.Lora membalas pelukan mereka erat-erat, mencium kepala keduanya satu per satu. Sejak kemarin, ia sama sekali belum bertemu dengan si kembar. Rasa rindu disertai perasaan bersalah menyelinap di hatinya.Masalah yang terjadi benar-benar menguras emosi dan pikirannya. Ditambah lagi kondisi tubuh ya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   316. Patah Hati di Ujung Pengakuan

    “Hu-hubungan yang sangat dekat? Tanggung... jawab?”Lora tertawa pelan. Bukan karena lucu, melainkan tawa getir yang sarat kepedihan. Perkataan Grissham mungkin terdengar ambigu dan butuh penjelasan lebih lanjut. Namun, dirinya sudah tidak sanggup lagi mendengarkan apa pun yang justru hanya akan makin mencabik-cabik hatinya. Ia tak bisa lagi berpikir jernih, apalagi positif. Entah hubungan dekat macam apa yang mereka jalani, yang pasti hal itu membuat kepercayaannya hancur berkeping-keping. Ditambah lagi dengan tanggung jawab. Semua orang pun pasti akan berpikir yang tidak-tidak.“Apa… Kak Sham menyayanginya?” tanyanya lagi, seolah masih belum puas. Ia sudah tak mampu menggambarkan bagaimana bentuk hatinya kini. Terlalu sakit, sampai rasanya kebas.Grissham mengangkat kepala, menatap Lora sendu. Ia tak ingin menjawab, tetapi sorot mata wanita itu seperti memaksanya. Tatapan yang tak bisa dibantah. “Iya, aku sangat menyayanginya. Tapi–”“Cukup!” potong Lora sambil mengangkat tangan m

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   315. Jawaban yang Tak Diinginkan

    Kelopak mata yang beberapa jam terpejam itu mulai bergerak, lalu perlahan terbuka. Lora mengerjapkan mata pelan, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya.Bibir pucatnya mendesis halus saat rasa pusing menyerang kepalanya. Entah sudah berapa lama ia tidak sadarkan diri.Terasa ada beban berat di tangan kanannya, Lora mengalihkan pandangannya ke arah sana.Ada Grissham tengah duduk bersimpuh di lantai, kepala tertunduk, sambil menggenggam erat tangannya. Sepertinya laki-laki itu belum sadar jika dirinya sudah bangun.Sedikit panik, Lora meraba kepala dengan tangan kirinya. Ia mendapati dirinya mengenakan kerudung instan. Napasnya menghela lega. Rambutnya tertutup, aman dari pandangan laki-laki yang bukan mahram. Mungkin ibunya yang memasangkannya saat Grissham datang.Lora menggerakkan jemari kanannya perlahan. Detik berikutnya, Grissham mengangkat kepala dan langsung menatapnya dengan raut wajah yang tampak sangat khawatir. Ia hanya membalas dengan tatapan datar.“Sayang,

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   314. Trauma yang Terbangun

    “Aarrgh…!!!”Lora berteriak sekuat tenaga, mengguncang seluruh isi kamar dalam ledakan rasa sakit yang selama ini ia pendam dalam diam. Tubuhnya membungkuk, tangan mengepal dan menghantam dadanya sendiri yang terasa begitu sesak, seolah ada beban raksasa yang menghimpit tanpa ampun.Detak jantungnya berpacu cepat, berdegup seperti habis berlari jauh, padahal tubuhnya tetap diam di tempat. Seluruh badannya gemetar hebat, terutama kedua tangan yang kini tak henti bergetar disertai keringat dingin yang mulai membasahi kulit.Rasa panik, takut, dan luka yang terlalu dalam berpadu dalam satu letupan yang tak bisa ia kendalikan. Bayangan-bayangan itu tak juga lenyap, malah semakin menggila, berkecamuk, saling tumpang tindih, menyiksa pikirannya tanpa henti.“Lora!”Florence menerobos masuk dan langsung berlari ke arah Lora, lalu memeluknya erat. Teriakan memilukan tadi membuat jantungnya serasa ikut pecah. Dan benar saja, dirinya melihat Lora yang memukul kepala sendiri.Belum lagi melih

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status