Share

Bab. 3 Modus

“Tega, Antum membohongi saya.”

Aku masuk ke kamar untuk mengambil ponsel yang tertinggal. Marah dan kecewa bercampur menjadi satu memenuhi ruangan di hati. Aku tidak boleh menitikkan air mata, apalagi untuk lelaki seperti Mas Yanto.

Awas saja kamu Mas. Suatu saat nanti, aku pasti akan membalas kebohonganmu selama ini. Mengaku duda mati, nyatanya masih ada bini. Dan tadi itu ... diam-diam dia  mengirim uang untuk istri pertamanya memakai uang hasil keringatku?

Jangan-jangan uang yang sering diminta untuk dikirimkan pada ibunya, malah dia kirimkan ke rekening istrinya?

~A.M~

“Mi, abi minta maaf. Abi akui, kalau abi memang salah. Tapi, abi mohon umi maafin abi.” Mas Yanto tiba-tiba berlutut di hadapanku.

Halah, paling cuma akal-akalan Mas Yanto saja, biar aku merasa iba, hingga dengan mudah memaafkannya.

“Apa istri Antum tahu tentang pernikahan ini?”

Aku sudah kehilangan kepercayaan padanya, sehingga kuputuskan untuk menggunakan panggilan seperti saat pertama kalinya kami kenal di Medsos.

Penjahat berkedok agama. Membawa nama agama untuk menjerat korbannya.

 “Terus terang, dia belum tahu. Mereka tahunya aku sendang merantau di Jakarta.”

“Jadi anak Antum ada berapa? Kenapa Antum tega membohongi mereka? Tidak takutkah Antum pada hari pembalasan? Hari di mana semua manusia diadili seadil-adilnya sesuai dengan perbuatan mereka? “  Aku berkata dengan bibir bergetar.

Dia yang sering memposting artikel berisi ceramah, seharusnya dia ebih tahu.

“Maka dari itu, abi minta maaf sama Umi.”

“Tidak semudah itu. Orang yang seharusnya Antum mintai maaf itu istri Antum, karena Antum sudah mengkhianati cinta dan juga kepercayaannya.”

Mas Yanto terdiam. Sepertinya lelaki itu sedang memikirkan sesuatu.

“Antum bisa pulang ke rumah istri Antum sekarang juga untuk mengatakan yang sejujurnya. Katakan juga pada istri Antum kalau  saya sudah siap kapan pun Antum tinggalkan.”

Pernikahan yang diawali dengan suatu kebohongan, buat apalagi dipertahankan? Nanti malah akan menambah rasa sakit. Bukan hanya hatiku, tetapi juga hati istri pertamanya.

Pantas saja waktu pernikahan kami, dari keluarga Mas Yanto tidak ada satu orang pun yang datang. Alasannya, ibunya sudah lanjut usia, sudah tidak kuat lagi bepergian jauh. Hanya video call simbok alias ibunya Mas Yanto sebagai alat untuk komunikasi antara aku dengan ibu mertuaku itu. Bodohnya aku dulu, kenapa tidak membaca kejanggalan itu?

“Abi enggak mau kita bercerai, Mi. Abi yakin, Ranti bakal menerima Umi sebagai adik madunya. Anak-anak abi juga bakal menerima anak-anak umi sebagai saudara mereka.”

Aku tersenyum sinis mendengar kalimat Mas Yanto. Baiklah, karena dia sudah mempermainkanku, tidak ada salahnya kan kalau sekarang aku benar-benar mengikuti permainannya?

“Antum tidak perlu banyak omong. Kalau memang sanggup, silakan dibuktikan. Pulang dan beritahu istri Antum tentang semuanya.”

Sebenarnya itu cara halusku untuk mengusirnya. Namun, sepertinya lelaki itu tidak peka. Atau mungkin itu salah satu modus, biar dia tetap bertahan di rumah ini?  

“Abi janji bakal mencari pekerjaan lagi, biar enggak terus-terusan nyusahin Ummi," cicitnya.

“Saya masih mampu menafkahi anak-anak saya, Akh. Sebaiknya Antum fokus aja menafkahi anak-anak Antum. Insya Allah, saya dan anak-anak baik-baik saja di sini.”

“Enggak bisa, Mi. Sebagai imam, sudah tugas abi untuk menafkahi Umi sebagai istri abi.”

Ya Allah, Dia apa tidak ngaca? Selama hampir empat bulan ini yang banting-tulang siapa? Pintar sebatas di bibir saja, tetapi praktiknya ... nol besar.

“Biar Antum ringan tugasnya, nanti saya minta tolong sama paman untuk mengurus perceraian kita. Jadi untuk sementara ini, Antum bisa pulang dulu ke rumah istri pertama Antum.”

“Tapi, Mi ....”

Kutatap tajam mata Mas Yanto. Sampai akhirnya lelaki itu pasrah dan mengemas semua bajunya yang ada di lemari.

Mas Yanto pamit sambil mengulurkan tangannya, berharap aku mencium seperti biasa yang kulakukan. Akan tetapi, aku tak memedulikannya. Sibuk membalas pesan masuk dari calon pembeli kavling yang kemarin kuposting di Medsos.

Aku masih bertahan di kamar saat lelaki itu melangkahkan kaki untuk meninggalkan rumah ini. Hingga, kemudian ....

“Abi mau pergi ke mana?! Abi jangan tinggalin Ohim!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aina Maritza
Semangat terus Susan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status