Membalas Kebohongan Suami Kere

Membalas Kebohongan Suami Kere

Oleh:  Aina Maritza  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
15Bab
798Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Ketika istri kedua dijadikan sapi perah oleh suaminya untuk menghidupi istri pertama. Meski pahit kehidupan yang Susan jalani, wanita empat anak itu berusaha untuk tegar. Semua demi si bungsu yang menginginkan sosok ayah di hidupnya. Namun, ketika lelaki yang diharapkannya bisa menggantikan posisi mantan suaminya, justru menelantarkan anak-anaknya. Di situlah kesabaran Susan berada di ujung tanduk.

Lihat lebih banyak
Membalas Kebohongan Suami Kere Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Aina Maritza
keren banget. sangat menginspirasi
2022-11-15 22:49:29
0
user avatar
Astika Buana
Ceritanya keren, Kak. Lanjut!
2022-11-14 09:02:57
0
15 Bab
Bab. 1 Panggilan Sayang
"Mi, hari ini masak apa?" tanya Mas Yanto, membuka tudung saji di atas meja. Padahal terlihat secara jelas ada sayur bening, ikan goreng, dan sambal tomat di sana. "Sayur bening, ikan lele goreng, sama sambal tomat, Bi. Tapi jangan lupa, Ikan lelenya sisain buat anak-anak. Mereka sedang ngaji di musala. Belum pada makan. Paling sebentar lagi mereka pulang." Aku mengingatkan."Hemmm."Mas Yanto mulai menyantap makanannya. Duduk sambil menekuk satu kaki ke atas kursi, sementara kaki satunya lagi dibiarkan menyangga di bawah lantai semen. Lama lelaki itu tidak bersuara, aku pun melongo dari balik punggungnya. Astaghfirullaahal ‘aziim. Lele goreng yang tadi berjumlah tujuh ekor itu kini tersisa dua ekor saja. “Ikan gorengnya tinggal segitu, Bi?”“He-emm.”Lelaki berjenggot tipis itu menyendokkan nasi ke piring. Entah sudah ke berapa kali. Seperti orang yang tidak makan selama setahun."Sudah dong Bi. Sisain napa buat anak-anak," dengkusku melihat Lelaki itu hendak mengambil ikan lele
Baca selengkapnya
Bab. 2 Suara Anak Kecil
“Video call siapa, Bi?” tanyaku berharap Mas Yanto bisa berkata jujur.“Bukan siapa-siapa, Mi.” Ia terlihat salah tingkah.“Terus kenapa HP-nya disembunyikan di belakang?” Aku menatap tajam manik matanya yang hitam.“Oh ... ini.” Mas Yanto mengeluarkan ponselnya. “Mati, Mi. Habis baterai. Hehehe.” Bohong! Pasti sengaja di-nonaktifkannya, biar tidak ketahuan. Jelas-jelas tadi layarnya hidup, dan kudengar Mas Yanto memanggil sayang dengan lawan bicaranya. Baiklah. Kalau memang Mas Yanto tidak mau mengaku, biar aku cari tahu sendiri.Lihat saja Mas Yanto, kalau sampai ketahuan berbohong, kamu akan tahu sendiri akibatnya. “Mi, itu ... kuota abi habis," ucapnya kemudian, sambil meringis."Bukannya tiga hari yang lalu baru diisi?" "Nggak tahu nih, Mi. Padahal cuma buat nonton ceramah di you tube. Kadang juga dipinjam Ohim buat nonton Upin-Ipin."Sekarang, malah Rohim yang dijadikan alasan. Kukeluarkan dompet dari dalam tas selempang. Membukanya lebar-lebar untuk mengeluarkan beberapa l
Baca selengkapnya
Bab. 3 Modus
“Tega, Antum membohongi saya.”Aku masuk ke kamar untuk mengambil ponsel yang tertinggal. Marah dan kecewa bercampur menjadi satu memenuhi ruangan di hati. Aku tidak boleh menitikkan air mata, apalagi untuk lelaki seperti Mas Yanto.Awas saja kamu Mas. Suatu saat nanti, aku pasti akan membalas kebohonganmu selama ini. Mengaku duda mati, nyatanya masih ada bini. Dan tadi itu ... diam-diam dia mengirim uang untuk istri pertamanya memakai uang hasil keringatku?Jangan-jangan uang yang sering diminta untuk dikirimkan pada ibunya, malah dia kirimkan ke rekening istrinya?~A.M~“Mi, abi minta maaf. Abi akui, kalau abi memang salah. Tapi, abi mohon umi maafin abi.” Mas Yanto tiba-tiba berlutut di hadapanku.Halah, paling cuma akal-akalan Mas Yanto saja, biar aku merasa iba, hingga dengan mudah memaafkannya.“Apa istri Antum tahu tentang pernikahan ini?”Aku sudah kehilangan kepercayaan padanya, sehingga kuputuskan untuk menggunakan panggilan seperti saat pertama kalinya kami kenal di Medsos
Baca selengkapnya
Bab. 4 Si bungsu Sakit
Akhirnya yang kutakutkan pun terjadi. Aku keluar kamar sambil mencari-cari cara, agar bungsuku bisa melepas Mas Yanto sebagaimana ia melepas kepergian ayahnya dulu.“Ohim,” panggilku.Rohim menarik lengan Yanto dengan tatapan memohon. Tentu kesempatan tersebut digunakan lelaki pembohong itu untuk menarik simpati padaku.“Ohim, sini Sayang,” bujukku.“Mamak, kenapa Mamak biarin abi pergi? Kalau abi pergi, nanti Ohim jadi ngga punya bapak lagi.” Bocah itu terisak tanpa melepaskan tangan ayah sambungnya.Sebegitu inginnyakah kamu memiliki sosok bapak, Nak? Maafkan ibumu ini yang belum bisa menghadirkan bapak yang baik untukmu.“Abi perginya sebentar aja kok. Besok juga sudah pulang. Ya kan Mi?” Mas Yanto menoleh ke arahku.“Beneran, ya.” Ohim sepertinya mulai terpengaruh dengan omongan lelaki pembohong itu.“Nanti abi ajak Ohim jalan-jalan ke taman bermain lagi. Tapi, sekarang abi pergi dulu ya.”Anehnya Rohim langsung menurut, mau melepaskan tangan Mas Yanto.Berani-beraninya lelaki itu
Baca selengkapnya
Bab. 5 Dua Juta
“Maaf, Mbak Susan ini siapanya suami saya ya?” tanya wanita berpakaian daster itu setelah sesi perkenalan.Usianya di bawahku. Akan tetapi, wajahnya terlihat tidak dirawat. Banyak bopeng bekas jerawat di kedua pipinya. Bahkan, daster yang dikenakannya robek di bagian ujung bawahnya. Entah kenapa Mas Yanto tega mengkhianati pernikahan mereka. Padahal, kalau dilihat dari anaknya, sepertinya usia pernikahan mereka masih seumur jagung. “Saya….”“Assalamu’alaikum.”Obrolan pun terpotong oleh suara salam dari arah luar.“Wa'alaikumsalam.” Aku dan wanita yang tadi mengaku bernama Ranti, serentak menjawab.“Yang, ada tamu. Katanya sih temanmu,” ucap Ranti membuatku tertarik untuk menoleh.Mas Yanto. Dia sudah pulang. Lelaki itu seperti salah tingkah di depan istri pertamanya. Takutkah dia kalau kubongkar kebohongannya pada Ranti?“Kevin ikut bapak dulu ya. Ibu mau ambil minum buat tamu.” Ranti menaruh bocah bernama Kevin itu di pangkuan suaminya. Akan tetapi, Kevin lebih memilih turun ke l
Baca selengkapnya
Bab. 6 Kilas Balik
“Assalamu’alaikum, afwan kalau ana mengganggu.” Satu pesan masuk lewat aplikasi Messenger.Nama akunnya sangat familiar. Sering wara-wiri di kolom komentar status Facebook-ku.“Wa’alaikumussalam. Ngga kok Akh. Kebetulan saya sedang istirahat,” balasku dengan gaya bahasa menyeimbanginya. Bisa dibilang, aku suka membaca artikel berisi kajian Islam, dan sering menyimak isi komentarnya yang acap kali menggunakan bahasa Arab. Jadi, sedikit tahu dasar-dasarnya.“Selamat istirahat, Ukh. Semoga anti bisa bertemu dengan jodoh anti.”Aku tersenyum membacanya. Aku tahu kalau yang dia sedang menyinggung isi statusku yang beberapa menit lalu kuposting di beranda Facebook. Di sana kutuliskan tentang curahan hati putraku, Rohim yang menginginkan hadirnya sosok ayah.Kembali kuketikan balasan ....“Aamiin. Makasih, Akhi.”Aku tersenyum sendiri. Ternyata masih ada orang yang peduli padaku, meskipun hanya di dunia maya. Sejatinya media sosial itu tempat yang sering kumanfaatkan untuk lahan promosi p
Baca selengkapnya
Bab. 7 Demi Rohim
Kalau kuingat keadaan Ranti yang kacau tadi, rasanya sungguh memprihatinkan. Miris. Mempunyai suami yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Tugas rumah tangga dan mengurus anak-anak dibebankan pada dia sendiri. Sepertinya psikisnya pun mulai terganggu.Masa bodoh sama rumah tangga mereka. Toh, aku pun pernah di posisi Ranti, pasca bercerai dengan suami pertamaku. Buat apa aku harus memikirkan orang yang bahkan suaminya sendiri tidak memedulikannya.*“Agak dipercepat dikit, Pak. Anak saya sedang demam di rumah membutuhkan saya,” ucapku pada sopir Go Car yang kupesan lewat sebuah aplikasi online.“Baik, Bu.” Lelaki paruh baya itu sekilas melihat ke arahku lewat kaca di atas dasbornya.Baru saja kusandarkan tubuh lelah ini di sandaran kursi mobil, ponselku berdenting beberapa kali. Setelah dilihat, ternyata dari lelaki pembohong itu.“Gara-gara umi, Ranti jadi marah besar sama Abi. Tahu ngga Mi, Ranti sampai nekat pulang ke rumah orang tuanya membawa anak-anak.”Entah, aku harus tertawa at
Baca selengkapnya
Bab. 8 Kedatangan Bu RT
“Abi. Abi.” Ke sekian kalinya Rohim mengigau, dan anehnya lelaki itu yang dicari-carinya.“Ya Allah… panasnya naik lagi Mbok. Kita bawa ke rumah sakit aja kali ya.”“Ya udah simbok mau ke rumah Mitro dulu, minta tolong dia buat antar kita ke rumah sakit.”Saya menanggapi Mbok Darmi dengan anggukan.Wanita paruh baya itu pun pergi tergesa-gesa.“Akbar!” panggilku pada si sulung.Anak-anak sengaja tidak kuperbolehkan melihat keadaan adiknya yang kini berada di kamarku. Boleh, tapi satu per satu. Kalau bersamaan, nanti adiknya akan terganggu istirahatnya.Tidak lama kemudian, sosok yang kupanggil pun datang.“Nak, tolong gantikan air ini. Isi dengan air hangat buat mengompres Dek Ohim.” Kuberikan baskom berisi air bekas mengompres tadi.“Pakai air termos ya Mak?”“Iya. Tambahi keran udara, biar nggak terlalu panas airnya. Dan handuknya itu, tolong dibilas pakai keran air ya Nak. Mau mamak pakai buat ngompres lagi.”“Baik, Mak.” Akbar meninggalkan kamar.Setelahnya terdengar bunyi ketukan
Baca selengkapnya
Bab. 9 Salah Tingkah
“Mbak Ria,” tegur Faisal.Bu RT tergelak dan semakin menggoda adik lelakinya itu.“Lagian, kamu sih. Mbak pikir kamu pulang sudah bawa calon adik ipar buat mbak. Tapi, ternyata ....” Majikanku itu menghela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan.“Mbak, aku kan udah sering bilang sama Mbak lewat telepon, kalau aku itu nggak mungkin menikah dengan orang sana.”“Ya kan bisa juga dengan WNI yang sedang menempuh pendidikan di sana. Ya, nggak San?”Aku hanya tersenyum sebentar menanggapi obrolan kakak-beradik yang melepas rasa rindu dengan gurauan itu. Tidak mengambil hati atas perkataan Bu RT tadi, karena kutahu pasti itu pun bagian dari candaan mereka berdua.“Kecuali kalau kamu memang masih berharap dengan Susan,” imbuh Wanita berkaca mata itu, kembali tergelak.“Mbak, ingat kita ini sedang mengantar anak yang lagi sakit.” Faisal menegur.“Astaghfirullah. Maafkan aku ya San.” Bu RT menoleh ke belakang.“Iya Bu. Nggak apa-apa.”Aku dan Faisal pernah tumbuh bersama sebagai teman dek
Baca selengkapnya
Bab 10. Dijemput Abi
Ya Allah, ujian apa lagi yang akan Kau berikan pada hamba-Mu ini? Putra bungsuku terlihat sangat lahap menyantap makanan dari tangan Mas Yanto. Entah, pelet apa yang lelaki pembohong itu berikan pada putraku, sehingga ia seperti tidak bisa jauh-jauh darinya. “Sudah Bi. Ohim sudah kenyang.” “Sekali lagi deh. Habis itu Ohim minum obat ya.” Bocah itu pun menurut. Membuka mulutnya lebar-lebar saat suapan itu kembali masuk. “Ohim pinter banget ya. Sekarang minum obatnya.” Mas Yanto membuka bungkusan berisi obat yang tadi sempat kuberikan padanya. Satu per satu obat itu diberikan pada bungsuku, hingga menandaskan segelas air putih. “Tuh Mi. Dek Ohim pinter kan,” kata Mas Yanto mencoba menarik simpatiku. Sayangnya aku sudah tidak tertarik lagi. “Ohim istirahat ya, biar cepat sembuh,” imbuhnya merebahkan Rohim. “Abi jangan pergi ya,” pinta Bocah itu. Seakan takut ditinggalkan Mas Yanto lagi. “Nggak. Abi bakal di sini nemenin Ohim sampai Ohim sembuh, terus bisa pulang.” “Beneran ya B
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status