LOGINKecelakaan yang merenggut nyawa bapak membuatku harus menikah dengan laki-laki yang ttidak ku kenal. Namun, seiring berjalannya waktu cinta tumbuh di antara kami. Sayangnya, saat cinta bersemi jarak kembali bersua. Mamoukah kami mempertahankan ikatan sakral atau harus menyerah?
View More"TAHAN!!!"
Seorang pemuda yang hendak dikeroyok, mencoba melobi puluhan orang yang sekarang sedang mengepungnya.
Golok, pedang, tombak, serta senjata lain yang hampir menyentuh tubuh sang pemuda seketika terhenti. Padahal apabila senjata itu sampai ke badan, maka dapat mengakhiri hidupnya.
“Apa tujuan kalian sebenarnya? Aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan,” ucap pemuda berbaju hitam dengan sedikit corak hijau itu.
Pemuda itu memang tidak mengerti asalan dia dikepung tokoh golongan putih, juga orang-orang dari pemerintah Kerajaan Sindang Negara.
"Jangan coba mengelak, Macan Kumbang! Kau telah membunuh Ranu Paksi, tokoh dari golongan putih!" ucap seorang lelaki tua dengan janggut putih.
Tampak dari penampilannya, lelaki tua itu merupakan seorang tokoh yang paling disegani. Selain itu, dia juga memiliki banyak pasukan.
"Ini fitnah keji! Aku tidak pernah membunuh Paman Ranu. Dia terbunuh ketika melawan Seta Jelang untuk menyelamatkanku.”
Pemuda bernama Angga Saksana itu masih tidak mengerti. Ranu Paksi adalah pamannya sendiri, juga sangat dekat dengannya. Apa mungkin dia dituduh sebagai pembunuh? Itu betul-betul tidak masuk akal.
"Bohong! Dia berdusta, Ketua Partai Telaga Emas! Aku membawa saksi yang bisa membuktikan bahwa dia memang membunuh Ranu Paksi,” ucap Seta Jelang yang ternyata juga hadir di tempat tersebut.
Seta Jelang ternyata membawa seorang perempuan muda yang menyaksikan pertempuran penyebab kematian Ranu Paksi tersebut. Menurut keterangan si perempuan muda, Seta Jelang hendak dibunuh oleh Macam Kumbang, namun ditolong oleh Ranu Paksi. Sayangnya hal itu membuat pimpinan Partai Lembaga Hijau itu tewas ditusuk sebilah pedang.
Mendengar pengakuan palsu tersebut, membuat Angga Saksana sadar jika dia sedang dijebak oleh lelaki berpakaian mewah dengan mata juling tersebut.
Dia juga baru sadar kenapa banyak orang yang mengejarnya. Tuduhan ini sepertinya sudah tersebar ke seluruh dunia kedigdayaan, bahwa ada seorang pemuda yang menyebar maut dengan membunuh Ranu Paksi di Sindang Nagara.
"Kau tidak bisa mengelak lagi, Macan Kumbang. Sekarang seluruh golongan putih akan menuntut tanggung jawab darimu," ucap Ketua Partai Telaga Emas, salah satu partai golongan putih yang sangat disegani.
Entah kenapa dia bisa terpancing oleh Seta Jelang, sehingga percaya bahwa Angga yang membunuh Ranu Paksi. Padahal semua orang tahu, jika Seta Jelang adalah tokoh pemerintahan yang terkenal rakus serta suka memungut pajak besar dari rakyat kecil.
Seharusnya Macan Kumbang bisa lebih dipercaya, daripada Seta Jelang yang sekarang berdiri di sampingnya.
"Aku memang tidak punya saksi, tetapi luka paman Ranu berasal dari pedang milik Seta Jelang," ucap lelaki muda tampan tersebut.
Dia masih dipenuhi keterkejutan atas kenyataan bahwa dirinya yang baru turun ke dunia kedigdayaan dianggap sebagai orang jahat. Dan hal itu hanya karena dia berurusan dengan Seta Jelang—sosok yang selalu menghalalkan segala cara untuk ambisi pribadinya.
Angga Saksana sebetulnya terlibat urusan dengan Seta Jelang karena menolong seorang gadis. Saat itu, sang gadis hampir diperkosa oleh komplotan yang dipimpin oleh Seta Jelang.
Hidung Seta Jelang hampir patah akibat pukulan sakti milik Angga. Hal itulah yang membuat Seta Jelang mempunyai dendam kesumat padanya, hingga menyewa pembunuh bayaran.
Namun, Angga justru dibantu Ranu Paksi—orang yang dipanggilnya Paman. Sang paman memang tidak menyukai apa yang dilakukan Seta Jelang.
Sayangnya Angga tak sadar jika kejadian itu ternyata membuat dirinya harus menerima perlakuan seperti ini. Tidak ada orang yang percaya kepadanya. Apalagi karena dia berpakaian serba hitam. Sedangkan hitam adalah ciri bahwa seseorang itu berasal dari golongan hitam. Sama halnya dengan orang golongan putih yang harus memakai pakaian dengan unsur putih.
"Bohong! Aku tidak pernah memiliki bentuk pedang seperti itu. Pedang itu milik Ranu Paksi sendiri!" Seta Jelang berteriak, tak ingin tabiat jahatnya kelihatan.
"Betul! Bentuk pedang seperti itu milik Ranu Paksi. Kami pernah melihat dia memakainya saat latihan," ucap beberapa orang golongan putih yang ikut bersaksi.
Hal itu jelas membuat Angga tak punya cara lain untuk membela diri. Apalagi dia hanya orang asing di tempat tersebut.
"Tunggu apa lagi? Habisi pembunuh itu, serta bawa mayatnya ke Kota Raja!" perintah Seta Jelang sambil mengangkat pedang dengan suara menggebu.
Kemudian, diikuti oleh seluruh orang yang berada di tanah lapang tersebut, siap menjadikannya arena pembantaian seorang pemuda berjuluk Macan Kumbang.
Angga sadar jika hukum di Sindang Nagara sangat mengerikan. Seseorang yang terbukti berbuat salah akan dicincang. Kemudian mayatnya akan dibakar di depan khalayak banyak, persis di depan Istana Raja.
Hal itu membuat Angga tak punya jalan lain selain melarikan diri. Karena percuma melobi orang yang sudah termakan dengan hasutan tersebut.
"Ayo serang! Sepertinya dia ingin melarikan diri lagi!" seru Ketua Partai Telaga Emas.
Pertarungan tak dapat dihindari, sehingga Angga harus menghadapi orang yang akan membunuhnya. Karena tidak memiliki senjata yang bisa diandalkan, sang pemuda merebut tombak dari salah satu lawan yang berhasil ia lumpuhkan.
Dia harus melakukan itu jika tidak ingin dicincang seperti daging. Mau tak mau dia harus bertahan, mengingat dia belum mendapatkan informasi tentang asal usul dirinya.
Usai makan malam dan salat berjamaah, Nisa dan Fira pamit pulang. Rumah sudah sepi, tinggal kami berdua di rumah. Seperti biasa Mas Riko duduk manis di ruang tengah sambil bermain dengan telepon pintarnya. Sementara aku mengecek laporan pekerjaan hari ini sekaligus mengecek pemasukan dan stok barang yang tersisa.Setelah semuanya selesai, aku masuk ke kemar untuk membersihkan diri dan bersiap untuk tidur. Beberapa saat kemudian Mas Riko ikut masuk kamar. Dia membersihkan diri sebelum akhirnya berbaring di sampingku.Aku belum tidur, hanya memejamkan mata. Namun, aku masih bisa merasakan semua geraknya. Kurasakan tangannya melingkar di perutku. Wajahnya mendekat di samping wajahku. Hembusan napasnya terasa hangat di leher membuatku sedikit meremang.Aku membuka mata, lalu memiringkan tubuh menghadapnya. "Mas geli, ih." Dia tak menanggapi, malah semakin mengeratkan pelukan membuatku terasa engap. Aku sedikit meronta saat dia memelukku semakin erat tidak peduli apa yang kurasakan."Saya
"Lain kali apapun yang terjadi, kita bicarakan bersama agar tidak ada kesalahpahaman di antara kita." Tangannya menepuk pelan tanganku, setelah itu mengusap lembut pipiku."Mau kemana, Mas?" tanyaku saat melihat Mas Riko beranjak dari duduknya."Mandi," katanya sambil membalikkan badan dan menunduk, kedua tangannya mengukungku. Wajahnya tepat berada di depan wajahku, mata kami saling bertatap dalam. "Mau ikut,” lanjutnya, senyum nakal menghias di bibirnya membuat jantungku bedegup lebih kencang. Kali ini bukan karena emosi atau kebencian, tapi karena cinta yang begitu dalam.Aku mengeleng mendengar jawabannya, lalu menepuk pelan dadanya. Senyum tipis masih terlihat di bibirnya. "Mas mandi dulu," katanya sambil menolel lembut hidungku, lalu pergi ke kamar mandi.Sementara aku masih duduk termenung di tepi ranjang. Merenungi semua yang sudah terjadi. Tidak ada yang bisa disalahkan dalam kejadian ini. Sebab, semua punya alasannya masing-masing. Tinggal bagaimana kita menanggapi dan meny
"Assalamualaikum." Aku langsung masuk ke toko saat sampai di rumah. Selain untuk memberikan mi goreng yang ku beli, aku juga ingin menanyakan pekerjaan hari ini. Mas Riko sudah masuk rumah lebih dulu.Aku yakin mereka bisa menghandel semua pekerjaan meski tanpa aku. Namun, aku juga tidak boleh lepas tangan begitu saja. Bagaimanapun sebagai pemilik toko aku harus tahu dan ikut andil dalam pekerjaan."Waalaikumsalam, Mbak." "Ini buat kalian, minumnya bikin sendiri," kataku sambil mengulurkan kantong plastik berisi dua bungkus mi goreng komplit dengan krupuk pangsitnya. "Makasih, Mbak." Nisa menerima uluran kantong plastik dari tanganku. "Sama-sama. Hari ini gimana kerjanya?" "Beres, Mbak. Mbak Gendhis nggak perlu khawatir." "Ok, sip. Makasih untuk kerja keras kalian hari ini.""Sama-sama.""Nanti kalau Mbak nggak ke toko lagi, kalian nggak usah tunggu Mbak. Kalau sudah selesai kerja jangan lupa toko di kunci. Kalian pulang saja.""Siap, Mbak. ""Ya sudah, Mbak masuk dulu."Aku kelu
Pov Gendhis. "Sayang hari ini kita pergi." Dia memelukku dari belakang saat aku mematut diri di depan kaca. Aroma tubuhnya selalu dan selalu membuatku jatuh cinta. Sikapnya masih tetap romantis seperti biasanya, membuatku merasa bersalah karena beberapa hari ini aku uring-uringan. "Kemana, Mas?" "Kemana saja asal kamu masih percaya sama, Mas." Aku mengembuskan napas untuk melonggarkan dada yang terasa sedikit sesak. Sebenarnya bukan tidak percaya, tapi sedikit waspada jika suatu saat terjadi sesuatu aku tidak akan terlalu sakit."Tapi hari ini aku sibuk, Mas. Nisa dan Fira butuh bantuanku." Kulepas pelukkannya dan menjauh dari depan cermin. Mas Riko mengikuti kemana langkahku."Sebentar saja, sayang. Setelah itu Mas akan antar kamu pulang. Nggak lama."Tak mau berdebat, akhirnya aku menyetujui untuk pergi. Apa salahnya menuruti kata suami meski akhir-akhir ini ada saja kejadian yang membuat suasana hatiku berantakan."Baik, tapi jangan lama-lama. Kasihan Nisa dan Fira."Siap. Maka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.