Menikahlah, Mas!

Menikahlah, Mas!

last updateDernière mise à jour : 2025-02-24
Par:  Just_KEn cours
Langue: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Notes insuffisantes
15Chapitres
189Vues
Lire
Ajouter dans ma bibliothèque

Share:  

Report
Overview
Catalog
Scanner le code pour lire sur l'application

Haura Zahra, dipaksa menerima takdir pahit. Ia harus menikah dengan Bara Aditama, pria yang seharusnya menjadi adik iparnya. Di bawah bayang-bayang kewajiban keluarga, Haura pasrah, tak kuasa menolak. Bara mengakui bahwa hatinya tak pernah untuk Haura. Ia telah terikat janji suci dengan wanita lain, Hana, yang mengaku sedang sakit keras. Haura dengan besar hati mengizinkan Bara menikah lagi. Kebohongan demi kebohongan terungkap, menguak tabir gelap sebuah cinta yang terjalin dalam kepalsuan. Siapakah sebenarnya Hana? Haura pun terperangkap dalam pusaran intrik keluarga yang rumit. Bisakah ia bertahan dan menemukan kebahagiaan sejati di tengah badai kehidupan?

Voir plus

Chapitre 1

1

Gerimis turun sepanjang perjalanan menuju rumah. Rintik hujan tak henti-hentinya menghujani kaca mobil. Bapak mengemudikan mobil dengan cepat, menerobos jutaan tetes air yang seolah berlomba jatuh dari langit. Dari balik jendela, aku menatap jalanan yang basah, menyaksikan lampu-lampu jalan terpantul pada genangan air di aspal.

Aku selalu menyukai hujan. Suaranya yang merdu, serta aroma khas tanah yang basah selalu memberikan ketenangan tersendiri. Ada sesuatu yang magis tentang hujan yang membuatku merasa damai, seolah dunia berhenti sejenak untuk mendengarkan tetesan air yang jatuh dari langit. Namun, hari ini berbeda. Ketika biasanya aku menikmati setiap detik hujan turun, kali ini hatiku tak bisa merasakan kedamaian yang sama.

"Bapak sudah sepakat. Lusa, kamu akan tetap menikah sama putra keduanya Adiwijaya. Kamu nggak perlu khawatir." .

Zahra terdiam, tatapannya masih tertuju pada jalanan di depan. Tak ada niat untuk menjawab. Baru dua puluh menit yang lalu, almarhum Mas Huda dikebumikan, namun Bapak dan calon mertuanya tampaknya sudah punya rencana lain. Sungguh ironis, batinnya.

"Haura Zahra, anak Bapak yang paling cantik. Nduk... Bapak tahu kamu mungkin nggak suka sama keputusan ini, tapi kamu percaya saja sama apa yang Bapak lakukan. Bara itu pria yang baik, nggak kalah baiknya sama Huda."

"Tapi, Pak... setahu aku, Bara sudah punya kekasih?" aku menoleh ke arah Bapak dengan kening mengerut.

Bapak tersenyum tipis, "Siapa yang bilang?"

"Aku pernah lihat dia bawa pasangannya pas di acara lamaran sebulan yang lalu, Pak," jawabku, sedikit bergetar. Aku ingat betul, saat Bara datang dengan seorang wanita di sampingnya. Senyum mereka saat itu masih terekam jelas di benakku.

"Oh itu... Kamu nggak perlu mikirin hal itu. Semuanya sudah diatur. Kamu tinggal nikah saja sama Bara, dia juga sudah setuju kok."

Aku mendesah, sembari mengamati derasnya hujan di luar. "Apa nggak bisa Zahra nikah sama orang lain, Pak? Bagaimanapun, Bara kan harusnya jadi adik ipar, bukan suami Zahra?"

"Hush! Kamu nurut saja sama Bapak. Bara adalah pilihan yang tepat buat kamu."

Aku mengepalkan tangan, menahan kesal yang mulai memenuhi dadaku. "Tapi Pak..." suaraku bergetar, menahan amarah yang mulai membuncah.

"Zahra, percayalah, Nduk... Dia yang terbaik buat kamu, titik. Bapak nggak mau kita berantem, apalagi di mimpi indahmu."

Aku ingin melawan, tapi kalimat itu terasa begitu berat di hatiku. "Mimpi? Ini mim...

*****

"Hah!" Aku terbangun dengan napas yang masih tersengal. Mataku langsung tertuju pada cermin besar di depanku. Pantulan wajahku yang letih terlihat jelas. Sebuah tangan terangkat, menyangga wajahku yang sedikit miring.

"Kok Mbak Nurul nggak bangunin aku sih?"

"Nggak apa-apa, Zahra. Mbak lihat kamu kayaknya capek banget. Lagian, Mbak udah biasa ngerias calon manten yang ketiduran," jawab Mbak Nurul sambil tersenyum kecil.

Aku membalas senyum itu, namun perasaanku jauh dari tenang. Di cermin, aku melihat wajahku yang sudah dirias. Polesan make-up putih lembut menghiasi pipiku, mempertegas kecantikanku. Aku mengenakan kebaya putih yang anggun, dipadu dengan kerudung putih.

"Kamu tadi mimpiin Bapak kamu, ya?" tanya Mbak Nurul.

"Iya, Mbak. Bapak tadi datang di mimpi aku."

"Mungkin, Bapak tahu anak perempuannya akan segera dipersunting oleh pria pilihannya.

Aku hanya tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan keraguan di hatiku. Percakapan dalam mimpiku tadi seolah bersambung dengan kenyataan. Baru tujuh hari sepeninggal Mas Huda, keluargaku sudah sibuk mengatur pernikahan baru. Entah janji apa yang membuat keluargaku begitu kukuh melanjutkan pernikahan ini, namun kali ini dengan adik almarhum Mas Huda, Bara Adiwijaya.

Ijab kabul tiba, aku berdiri di sisi Bara, yang mengenakan jas putih elegan. Kulitnya putih bersih, tubuhnya tegap dengan rahang tegas dan alis hitam tebal yang menambah ketampanannya. Di antara keramaian, sorotan mata semua orang tertuju pada kami. Udara di sekitar terasa berat, seolah menahan setiap tarikan napasku.

"Saya terima nikah dan kawinnya Haura Zahra binti Usman dengan maskawin tersebut tunai," suara Bara tegas, tanpa ragu sedikit pun.

"Sah!" seru wali nikah dan para saksi.

Air mata menggenang di pelupuk mataku, namun aku menahan diri agar sebisa mungkin untuk tidak menangis di depan orang banyak. Aku melirik ibuku, Salimah, yang juga tak kuasa menahan air mata. Wajah ibuku yang masih pucat membuatku semakin pilu. Salah satu alasan mengapa aku tak menolak pernikahan ini adalah karena permintaan ibuku yang sedang sakit keras.

Dengan perasaan campur aduk, aku mendekati Bara dan mencium telapak tangannya. Hati ini masih terasa berat, tapi apa dayaku? Suaminya sekarang adalah Bara, dan aku harus menerimanya

*****

Malam telah larut. Di dalam kamar, aku duduk di depan cermin, perlahan menghapus riasan di wajahku. Bayangan diriku kembali menatap dengan mata yang kosong. "Ya Tuhan, kenapa hatiku belum siap? Kuatkanlah hambamu... Bagaimanapun juga, kami telah sah menjadi suami istri. Dosa besar jika aku menolak suamiku sendiri, bukan?" 

Tok tok tok!

Suara ketukan pintu terdengar pelan.

"Zahra?" suara Bara terdengar dari balik pintu.

"Ya, silakan masuk, Mas."

Pintu terbuka, dan Bara masuk. Mata kami bertemu sejenak, lalu kami terdiam, canggung.

"Mas, disuruh masuk sama saudara-saudara kamu."

"Iya, Mas udah mandi?" 

"Sudah tadi. Kamu?" tanya Bara sembari menggaruk tengkuknya.

"Ini, aku baru mau mandi."

"Oh... iya," Bara menanggapi pelan, suaranya nyaris berbisik.

Aku segera bangkit, merasa lebih baik pergi daripada terjebak dalam canggungnya situasi ini. "Kalau begitu, aku permisi dulu, mau mandi."

"Iya."

Begitu keluar dari kamar, aku segera bergegas menuju kamar mandi, namun sepupuku, Vina, mengahdang jalanku dengan senyuman tengilnya. "Ciee... ciee... pengantin baru mau mandi nih?"

"Apa sih, Vina?" jawabku, mencoba terdengar tidak peduli padahal hati aku berdebar-debar. Aku menyesal mengapa kamar mandi satu-satunya di rumah ini harus berada di samping dapur, yang berarti setiap kali aku mau ke kamar mandi, aku harus melewati area yang sering menjadi tempat berkumpulnya para tamu. Aku buru-buru berlari menuju kamar mandi, berharap bisa menghindari perhatian yang tidak diinginkan.

Selesai mandi, aku kembali berdiri di depan kamar, entah kenapa jantungku berdebar tak karuan. Aku melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Dengan berat hati, aku membuka pintu kamar, berharap ada sesuatu yang bisa menenangkan kegelisahan hatiku.

Saat aku masuk, aku melihat Bara sudah terbaring meringkuk di atas ranjang.

"Mas? Udah tidur ya?"

"Belum, saya nggak bisa tidur. Ranjangnya sempit sekali!" protes Bara tiba-tiba.

Aku hanya melirik ke arahnya tanpa berkata apa pun.

"Kamu tidur di lantai sana, saya sumpek! Nggak bisa gerak," protes Bara tiba-tiba.

"Mas suruh aku tidur di bawah? Aku nggak salah dengar kan mas?" ulangku merasa tak percaya.

Déplier
Chapitre suivant
Télécharger

Latest chapter

Plus de chapitres

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Commentaires

Pas de commentaire
15
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status