MasukKeesokan harinya, Mei Anqi terbangun sendirian di atas ranjang. Sisi kosong di sebelah sudah dingin, Raja Yan pasti bangun sejak subuh.
Anqi memanggil lemah, suaranya serak parah, “Xiao Bai, Xiao Yun.” “Anda sudah bangun, nona,” Xiao Bai menyapa sopan. Meletakkan baskom air ke tanah. “Nona, saya akan membersihkan anda.” “Um.” Mari lupakan rasa malu, tubuhnya sakit semua. Mei Anqi disiksa kembali semalam hingga jam 2 pagi. Xiao Bai meraih kain basah, mulai membersihkan bagian intim Mei Anqi. Pelayan kecil itu meringis untuk nonanya. Dengan tubuh mungil Mei Anqi, Raja Yan masih bersikap kasar. Mei Anqi tidak tahu ketika dua pelayan kecil ternyata diam-diam mengasihaninya. Karena dia pun mengasihani kemalangannya sendiri. Di kehidupan pertama, dia dicap sebagai istri tidak berguna karena sulit hamil, mertuanya membencinya, dan dia sendirian. Suaminya bahkan lebih tak berguna lagi. Hanya tahu cara menuntut, marah, dan memukulinya. Yah, setidaknya, meski dia ditakdirkan mati ditangan Raja Yan menurut alur novel. Mei Anqi untungnya merasuk ketika plot utama belum dimulai. Sehingga masih ada harapan untuk hidup. Mei Anqi tidak akan pernah menyerah! Demi kehidupan makmur, kaya, dan santai, dia akan bekerja keras! Luluhkan Raja Yan, buat dia percaya padanya, kemudian bertemanlah! “Nona, anda baik-baik saja?” Xiao Yun bertanya kahwatir, gugup kala mendapati sang nona tersenyum bodoh. Mei Anqi melambaikan tangannya, “Aku baik-baik saja. Sarapan apa yang dimasak dapur?” “Bubur jagung, kue osmanthus, dan sup jahe dengan kaldu ayam. Ini bagus bagi kesehatan anda.” “Mana dagingku?” “Tidak ada daging, mulai sekarang Yang Mulia melarang konsumsi daging dipagi hari bagi nona. Makanan berat tidak baik untuk tubuh yang lemah.” Gadis di ranjang membuka mata dalam sekejap, membola kaget. “Apa maksudnya?” Meski mungil, Anqi cukup kuat. Dia hanya lemah setelah digauli oleh sang Raja. “Itu ...” Xiao Yun dan Xiao Bai anehnya sama-sama merona. Seakan malu. ‘Oh, Dewa. Selamat tinggal, sepertinya aku akan mati di ranjang Raja Yan.’ Pikir Mei Anqi pasrah. Kalau dia menolak, janjinya semalam akan dipertanyakan. Tidak bagus. Jangan buat Raja Yan curiga padanya. Rasanya lebih buruk dari kerja lembur kantoran. Yah, apa boleh buat. Demi nyawa, dia bersedia tunduk dan merendah. “Yang Mulia sekarang ada di mana?” “Beliau ada di halaman pelatihan. Melatih sejumlah prajurit baru.” “Bukankah perang sudah berakhir? Untuk apa menambah begitu banyak?” Ekspresi wajah Xiao Yun lebih serius, “Perseteruan perebutan takhta sudah dimulai. Meski Yang Mulia tidak memiliki niat untuk terlibat, kami tetap perlu antisipasi bila saja Yang Mulia akan dijadikan kambing hitam selama perseteruan berlangsung.” Alasan lain Mei Anqi kurang suka era dinasti ialah perseteruan politiknya terlalu berdarah. Apalagi Raja Yan, sebagai pangeran bungsu yang tidak disukai. Dia akan menjadi sasaran empuk dan berpotensi dijadikan kambing hitam oleh saudara-saudaranya. Belum lagi prestasinya sebagai pahlawan perang. Serta nama baiknya yang diagungkan rakyat melebihi Kaisar. Kaisar pasti akan semakin waspada dan tidak menyukai putranya satu ini. Di novel, kehidupan Raja Yan dijelaskan agak tragis sejak kecil. Ia dibenci mendiang Ibu Selir, diacuhkan oleh Kaisar, dan sering ditargetkan Permaisuri karena bakatnya dianggap sebagai ancaman. Dilihat kembali, Raja Yan cukup menyedihkan. Karakternya yang dingin dan sensitif jelas didalangi oleh masa lalu yang kelam. Oleh sebab itu, Mei Anqi berencana menjalin hubungan pertemanan bersama Raja Yan. Sebagai sahabat, dia akan mengajarkan pria iblis itu tentang perasaan manusia. Lagi pun, dia juga mengincar posisi penasihat Raja. Jadi ada baiknya berteman akrab. “Xiao Bai, Xiao Yun, bantu aku bersiap.” “Baik, nona,” jawab keduanya serempak. Mei Anqi bergegas ke halaman pelatihan setelah mandi, makan, dan bersolek. Hari ini gaunnya berwarna merah muda lembut. Warna indah gaunnya menyatu dengan warna bunga haitang di halaman. Raja Yan berhenti melatih para prajurit, menatap diam sosok mungil yang berlari mendekat dari kejauhan. “Dia si budak kecil milik Yang Mulia?” Salah satu prajurit dibarisan berbisik ke temannya. “Ya, kabarnya dia juga berselingkuh di belakang Yang Mulia dan membuatnya murka.” “Pantas saja, dengan wajah secantik itu. Aku pun tak akan rela berbagi dengan pria lain.” “Karena itu Yang Mulia selalu mengurungnya di mansion.” “Kalian sepertinya membicarakan sesuatu yang menyenangkan?” Raja Yan perlahan berhenti di depan dua prajurit muda penggosip. “Katakan padaku apa yang kalian bicarakan.” Intonasi datarnya menghantarkan perasaan menindas tak kasat mata. Dua prajurit muda tersebut lantas berlutut lantaran takut setengah mati. Bahu mereka bergetar hebat. “Mohon ampun, Yang Mulia!” “Yang Mulia, kami bersalah!” Menyipitkan mata phoenixnya, Raja Yan mendengus. Berujar dingin, “Lari putari mansion seratus kali.” Mei Anqi yang baru sampai, terkejut mendengar hukumannya kejam seperti dinovel. Seratus kali ... dia berdoa semoga dua prajurit itu tidak mematahkan kaki mereka saat berlari. “Apa?” sentak Raja Yan galak dan dingin. Mei Anqi menggeleng ketakutan, lalu tersenyum manis. “Saya ingin di sisi Yang Mulia, semalam saya sudah berjanji akan melayani anda sebaik mungkin!” Rencana selanjutnya, dapatkan izin Raja Yan supaya dia bisa menjadi pelayan pribadinya! Semakin banyak waktu yang dihabiskan bersama, akan semakin baik hasilnya, hehe! “Maksudmu, kau ingin menjadi pelayan di sisi Yang Mulia ini?” “Ya, ya, ya!” Melihat kegirangan Mei Anqi, pikiran Raja Yan teralihkan sesaat. Dia menoleh ke barisan prajurit baru, berkata acuh, “Bubar. Latihan pagi selesai.” “Baik, Yang Mulia!” Semua prajurit telah pergi berlari terbirit-birit. Meninggalkan halaman luas tersebut. Raja Yan kembali menjatuhkan padangan pada wajah putih Mei Anqi, “Katakan rencanamu.” “Rencana? Rencana apa yang mulia?” “Kau pikir aku bodoh?” Sesaat kemudian, Mei Anqi merasakan cengkeraman pada rahangnya. Tubuhnya tersentak, terseret hingga menempel ke dada kuat Raja Yan. Pinggangnya dicubit cukup keras, membuat Mei Anqi semakin meringis. Hatinya bergetar, mungkinkah kelicikannya terendus? Sebelum Anqi memberi penjelasan, suara dingin Raja Yan menyerobot penuh intimidasi. “Jika kau berpikir untuk memanjat status melalui ranjangku, berhentilah berkhayal! Kau tidak pantas!”“Xiao Bai!” “Hamba datang, nona!” Dayang muda di luar pintu bergegas masuk ke ruangan, menunjukkan kehadirannya. “Siapkan air hangat.” “Baik!” Mei Anqi beringsut duduk ke tepian ranjang. Kaki putih panjangnya tergantung, bagian betisnya terekspos— memperlihatkan bengkak keunguan. ‘Sialan, cengkeraman Zhen Ming semalam amat kejam!’ batinnya dongkol. Baru mencoba melangkah sedikit, timbul nyeri menusuk tak tertahankan. Ia terpaksa kembali duduk, bersandar lemah pada pilar ranjang. Suara gemerisik pelan terdengar dari arah belakang tubuhnya. Ia berkata dingin tanpa menoleh, “Karena anda sudah bangun, silahkan kembali Yang Mulia. Halaman miskin ini tak mampu menampung anda lagi.” Di belakang, Zhen Ming bangun dan mencari sandaran ternyaman. Selimut tipis melorot dari tubuhnya. Memamerkan badan atletisnya yang berotot dengan kulit gandum eksotis mempesona. Bibirnya menyungging senyuman kecil, “Betapa teganya kau padaku. Kamu memerasku satu malam penuh dan begini imbal
“Sayangnya aku tidak bisa tidur dan bermimpi sekarang. Urusan kita belum selesai,” tekanan memenuhi nada suaranya. Mei Anqi terkapar lemah di atas ranjang. Sensasi tusukan yang mengejutkan merobek paksa rasionalitasnya. Napasnya terseret dan tersengal, bibirnya terbuka, mendesah sakit. “Akh!” Lehernya melengkung indah saat nyeri dan kenikmatan menyergap bersamaan. Geraman panas menggelegar dari atas tubuhnya. “Mei Anqi—enggh!” Wajah tampannya menegang tak senang saat jepitan hebat mencekik miliknya. “Sial,” ia mengumpat rendah, menyibak surai hitam panjangnya ke belakang dengan maskulin. ”Belum ada satu bulan kita berpisah dalam hal ini dan milikmu menggigitku begitu erat.” Zhen Ming membelai pinggang rampingnya yang sehalus giok. “Harus ku akui, tubuhmu terlahir untuk menjerat pria mana pun.” “Berhenti membual! Aku tahu kau hanya ingin merendahkanku sebagai pelacur, ‘kan?” pekik Mei Anqi setengah marah, setengah linglung. Bibir kecilnya terengah-engah, membuka lalu menutup.
“Racun anda kambuh lagi?” Tatapan Mei Anqi menelisik tubuh kekar Zhen Ming yang tak tertutupi hanfu dengan benar. Cahaya lampu minyak bergoyang redup membayangi struktur wajah tegas pria itu. Membuatnya terlihat sedikit menyeramkan. “Mmm,” sahut Zhen Ming dengan suara serak tertahan. Efek kambuhnya Racun Gu Afrodisiak baru mulai tertangkap mata ketika kulit gandumnya ternodai rona merah. ‘Pria brengsek ini selalu tahu cara mengusikku!’ cecarnya melalui batin. Mei Anqi harus melakukan tugasnya meski ia enggan. Jemari lentiknya bergerak membuka tali gaun tidur yang ia kenakan. Berhubung malam ini ia hanya mengenakkan selapis hanfu karena suhu masih panas. Alhasil setelah ikatan terbuka sepenuhnya, hanfu ungu mudanya meluruh ke atas ranjang— sosoknya yang indah dan ramping terpampang menggoda di depan mata. Surai hitam panjang Mei Anqi diikat longgar menggunakan pita panjang, ia lantas menarik pita itu sampai terlepas. Tanp aba-aba, Mei Anqi menggunakan kain tersebut se
Mei Anqi mendorong kuat bahu Zhen Ming hingga berhasil melepaskan diri dari pelukan memuakkannya. “Yang Mulia, anda akan membutuhkan saya di masa depan. Sebaiknya kita tetapkan beberapa aturan demi menjaga keharmonisan kerja sama.” “Membutuhkanmu di masa depan?” mengulangi ucapan Mei Anqi diselingi kekehan ringan, Zhen Ming dengan malas menopang dagunya. “Benarkah?” Jika boleh jujur, Mei Anqi semakin tidak menyukai sikap arogan pria itu. Entah si Permaisuri Wei atau Raja Yan, dua-duanya bukan orang baik. Seluruh penghuni istana juga bukanlah orang baik. Meskipun ada orang baik, jumlahnya pasti bisa dihitung menggunakan jari. “Yang Mulia akan tahu sendiri nanti.” Mei Anqi menjawab acuh seraya berbalik. Sebelum pergi, ia menolehkan paras cantiknya melintasi bahu. Sudut bibir ranumnya menipis lembut. Kepercayaan diri bersinar di balik mata almond indahnya. “Mari kita lihat apakah anda yang akan membutuhkan saya atau justru sebaliknya.” Seolah terpicu oleh kata-kata kelinci ke
Kaisar tidak akan berani menyentuh bisnis kertas jika dia tahu ‘orang suci’ adalah pelindung dibaliknya. “Cai Lun, keluar,” Zhen Ming mengusirnya tanpa belas kasih secara tiba-tiba. Pemuda berhanfu biru tua di dekat meja lantas berdiri gugup. ”Ya, Yang Mulia!” Mei Anqi memperhatikan punggung pemuda itu menghilang dibalik pintu kayu. Detik berikutnya wajahnya merunduk, memilih diam. Dari belakang, Zhen Ming datang menghampiri. Kemudian duduk di sampingnya. Lengannya yang kuat bergerak memeluk pinggang ramping Anqi, seperti yang biasa dia lakukan. Namun gadis itu tersentak kaget hanya karena sentuhan kecil. Raja Yan terlihat marah setelah ditolak. Mei Anqi menggeser tempat duduknya. Menciptakan jarak di antara mereka berdua. “Anda punya sesuatu yang ingin dikatakan, Yang Mulia?” Zhen Ming menahan kemarahannya, menarik kembali lengannya seraya mendengus. Kurangnya istirahat membuat sifatnya menjadi lebih sensitif. “Qiqi pamit kembali jika anda hanya diam.” Tepat saat ia h
“Tidak ada yang tidak mungkin,” jawab Zhen Ming datar tanpa emosi berlebih. Walaupun syarat menjadi kasim memerlukan langkah-langkah ketat, bukannya tidak mungkin meloloskan satu kandidat di antara ratusan kandidat lainnya. “Kasim itu mengikuti Permaisuri Wei saat dia masih seorang Selir Utama?” “Benar.” Berarti sudah jelas semuanya. Permaisuri Wei menyelundupkan kekasihnya melalui antek-antek di bawah naungan keluarganya. Sedikit suap saja sudah bisa meruntuhkan prinsip pejabat tinggi. Apalagi pejabat berstatus rendah yang tugasnya hanya mengurusi penyeleksian calon kasim. Tetapi tetap saja terdengar mengejutkan. Ada rasa jijik timbul dihati Mei Anqi. Manusia seperti Permaisuri Wei selalu paling merepotkan untuk dihadapi. Cocok dengan gelarnya sebagai penjahat terakhir bersama Raja Fei. Karena dia ingin mendudukkan anaknya dikursi naga, mari kita lihat apakah dia mampu? Mei Anqi bukanlah kesemek lembut yang akan diam ketika seseorang sengaja menghantamnya







