Share

Rasa Cemas Merayap

last update Last Updated: 2025-06-03 11:56:19

Baim menginjak pedal gas. Mobil melesat keluar area parkir rumah sakit, membelah malam yang dingin menuju asrama yatim dan dhuafa. Jantungnya berdetak tak beraturan—lebih cepat dari lajunya mobil.

Di balik kemudi, pikirannya berselimut bayang-bayang wajah Ayu: matanya yang teduh, tangisnya yang dipendam, dan punggungnya saat berjalan pergi. Ia tak tahu apakah masih punya kesempatan.

"Ayu... Maafkan aku. Semoga kamu belum menghapus aku dari hatimu," gumamnya.

Lampu-lampu jalan melesat seperti kilasan penyesalan. Di dalam dada Baim, cemas tumbuh liar.

Begitu tiba, ia nyaris tak mematikan mesin mobil dengan benar. Kakinya melompat keluar, langkahnya tergesa menyusuri halaman asrama yang remang. Tangannya mendorong pintu kaca dengan sisa tenaga yang disimpan dari perjalanan.

"Assalamualaikum…" Napasnya tersengal, dada naik turun.

Pintu dibuka dari dalam. Umi Euis berdiri dengan wajah heran. "Waalaikumsalam... Nak Baim? Astaghfirullah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Mengakhiri Segalanya

    Air mata menggantung di sudut mata Ayu saat ia melirik spion. Di sana, Baim masih berdiri mematung di tepi jalan, tak bergerak sedikit pun, tatapannya terkunci pada mobil yang menjauh membawanya pergi.Narendra hanya melirik sekilas ke arahnya, kedua tangannya mantap menggenggam setir."Kalau masih cinta, kenapa nggak samperin aja," gumamnya, suara tenang tapi menohok.Ayu buru-buru menyeka pipinya, gerak tangannya cepat dan gelisah. Ia menarik ujung bibirnya membentuk senyum—senyum yang tak sampai ke mata."Nggak kok..." ucapnya, suara lirih, hampir tenggelam oleh dengung mesin.Narendra meliriknya lagi, sebentar saja. Ia bisa membaca keretakan yang coba Ayu tutupi. Udara di dalam mobil sejenak terasa berat."Aku ada kabar gembira," ucapnya tiba-tiba, nadanya dibuat ringan, seperti seseorang yang mencoba menambal ruang sunyi dengan kata-kata.Ayu hanya menoleh pelan, matanya masih buram. "Mas Rendra cuma mau menghiburku, kan?" suaranya nyaris tanpa tenaga.Narendra menyunggingkan sen

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Tak Ada Lagi Ruang Untukmu

    Langit mendung menggantung rendah saat Baim tiba di pemakaman. Angin sore menggesek pelan rerumputan, menciptakan desau lirih yang seolah turut berkabung.Dari kejauhan, ia melihat tubuh Ayu menggigil di sisi pusara. Kepalanya rebah di atas nisan, bahunya terguncang oleh isak yang tak beraturan. Gaunnya kusut, matanya sembab, dan tangannya gemetar saat mengelus pelan batu nisan bertuliskan nama orang tuanya."Bapak... Ibu... Ayu pamit, ya..." bisiknya, suara pecah dalam tangis."Mungkin Ayu nggak bisa ke sini lagi dalam waktu lama. Tapi Ayu akan selalu kirim doa dari Ngaliyan..."Langkah Baim terhenti. Dadanya sesak. Semua yang selama ini ia abaikan kini menampar tanpa ampun. Tapi saat kalimat itu keluar dari mulut Ayu, ia tak bisa lagi diam."Nggak boleh..." teriaknya.Ayu menoleh kaget. Bola matanya membesar, air mata tumpah makin deras."Mas Baim..." gumamnya, nyaris tak terdengar.Baim mendeka

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Rasa Cemas Merayap

    Baim menginjak pedal gas. Mobil melesat keluar area parkir rumah sakit, membelah malam yang dingin menuju asrama yatim dan dhuafa. Jantungnya berdetak tak beraturan—lebih cepat dari lajunya mobil.Di balik kemudi, pikirannya berselimut bayang-bayang wajah Ayu: matanya yang teduh, tangisnya yang dipendam, dan punggungnya saat berjalan pergi. Ia tak tahu apakah masih punya kesempatan."Ayu... Maafkan aku. Semoga kamu belum menghapus aku dari hatimu," gumamnya.Lampu-lampu jalan melesat seperti kilasan penyesalan. Di dalam dada Baim, cemas tumbuh liar.Begitu tiba, ia nyaris tak mematikan mesin mobil dengan benar. Kakinya melompat keluar, langkahnya tergesa menyusuri halaman asrama yang remang. Tangannya mendorong pintu kaca dengan sisa tenaga yang disimpan dari perjalanan."Assalamualaikum…" Napasnya tersengal, dada naik turun.Pintu dibuka dari dalam. Umi Euis berdiri dengan wajah heran. "Waalaikumsalam... Nak Baim? Astaghfirullah

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Penyesalan Yang Membunuh

    Sendok di tangan Leon menggantung di udara. Bubur di mulut Laura mengendap, tak sempat ditelan. Matanya melebar saat suara Baim menghantam keromantisan di antara mereka berdua. "Mas Baim?" suara Laura tercekat. Batuk menyerang dadanya. Leon sigap meraih gelas di nakas, menyodorkannya tanpa bicara. Satu tangan lain menepuk punggungnya, ringan namun penuh kewaspadaan. Di ambang pintu, Baim berdiri. Napasnya memburu. Sorot matanya merah, rahang mengeras, dan suara yang keluar dari mulutnya terdengar lebih seperti geraman. "Apa yang kalian lakukan?" Leon menoleh, lalu tersenyum tipis—senyum yang bukan untuk menyapa, melainkan menusuk. "Tenanglah," ucapnya santai. "Ini rumah sakit. Tidak perlu membuat keributan." Baim melangkah masuk. Sepatunya menghantam lantai dengan dentum halus tapi penuh ancaman. "Apa hakmu bicara seperti itu? Dan menyentuh istri orang seolah..." ia menahan nafas

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Keputusan Yang Salah

    Ayu menoleh, wajahnya berantakan—mata sembab, pipi basah, bibir bergetar."Mas... Haruskah seperti ini caranya?" suaranya parau. "Mas tahu sendiri gimana anak-anak kalau jauh dari saya. Mereka belum siap..."Baim menatap lurus ke depan. Rahangnya mengeras."Ada di dekat kamu pun nggak akan membuat keadaan jadi lebih baik, Ayu. Kamu terus terluka setiap hari. Dan tanpa sadar, perasaanmu membuat anak-anak ikut terluka."Ia jeda sejenak, menoleh sekilas padanya."Aku pikir kamu bisa pisahkan urusan pribadi dan pekerjaan."Suaranya datar, tapi dinginnya seperti sembilu."Tapi kamu biarkan perasaanmu mengambil alih."Ayu menunduk. Matanya mulai memerah lagi, tapi ia tak menyela."Darahmu yang sudah mengalir ke tubuh anak-anak..."Baim menggeleng perlahan, seperti tak habis pikir. "...membuat mereka ikut merasakan apapun yang kamu rasakan."Ia akhirnya menatap Ayu, tegas."Dan itu mengecewakan."Ayu ter

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Resiko Mencintai Pria Beristri

    "Mas... Maafin saya..."Suara Ayu pecah di ujung kalimat. Air matanya jatuh satu per satu, membasahi dagunya. Ia menunduk dalam-dalam, seakan berat menahan pandang Baim yang tak berkedip.Baim menghela napas, pelan tapi tajam. Tatapannya menusuk."Fatma... Ambil Arjuna. Pakai sisa ASIP yang masih ada untuk menyusui mereka."Fatma ragu sejenak sebelum meraih bayi dari pelukan Ayu. Arjuna menggeliat, mengerang kecil, seperti ikut merasa ada yang retak."Ayu." Nada suara Baim mengeras. "Ikut aku. Kemasi barangmu."Ayu mendongak cepat. Matanya membulat."Apa? Maksud Mas Baim...?""Mulai sekarang, kamu tinggal di asrama."Tanpa menunggu jawaban, Baim memutar badan, melangkah keluar."Mas!" Ayu menyambar pergelangan tangannya, genggamannya gemetar."Tolong jangan... Saya salah, saya akui. Tapi jangan pisahkan saya dari anak-anak. Mas, saya mohon..."Suaranya pecah di tengah isakan. Tubuhnya ikut bergetar.Fatma dan Sari saling pandang, sama-sama terdiam. Aura ruangan bayi mendadak tebal ole

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status