Menyulam Asa di Dua Hati

Menyulam Asa di Dua Hati

last updateLast Updated : 2025-01-09
By:  VeronaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
31Chapters
412views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta. Jika kita mencintai orang yang seharusnya tidak kita cintai, apakah itu salah? Lantas, siapa yang harus disalahkan? Apakah dua insan yang diberi karunia itu, ataukah Tuhan yang menciptakan perasaan tersebut? Pertanyaan dan pemikiran ini terus berkecamuk di otak Indira, seorang wanita karir yang sukses, ibu dari seorang anak yang unggul, serta istri dari seorang Jaksa muda yang berwibawa. Hidupnya selalu tampak sempurna di mata semua orang, walaupun pada kenyataannya, Indira tidak pernah merasa bahagia. Tujuh tahun pernikahan dengan Anggara harus ia tutupi dengan kebohongan-kebohongan, serta senyum dan tawa palsu. Namun, ketika cinta berpihak kepadanya, ia malah melabuhkan hatinya kepada Arjuna, seorang Insinyur Sipil yang bekerja di proyek pembangunan kantornya. Hanya di depan Arjuna, Indira bisa menjadi dirinya yang sesungguhnya. Jujur dan utuh! Tapi sayangnya, mereka berdua tidak selayaknya memadu kasih. Inikah yang Indira cari selama ini? Ataukah hanya keputusasaan sesaat? (Cover by Verona)

View More

Chapter 1

Bab 1 - Saat Indah Bersamanya

Indy membuka matanya perlahan, menyambut pagi yang tenang di kamar hotel di lantai dua puluh ini. Tirai yang setengah terbuka di jendela, membiarkan sinar matahari masuk dengan lembut. Di sampingnya, Arjuna masih terlelap. Wajahnya tampak damai, memberikan ketenangan tersendiri di hati Indy. Indy tersenyum kecil, menikmati momen ini, saat dunia hanya milik mereka berdua.

Indy beranjak perlahan dari tempat tidur, mengambil pakaian dalamnya yang berceceran di lantai, dan memakainya kembali. Kemudian ia mendekat dan duduk di pinggiran tempat tidur dekat Arjuna. Ia menatap lekat pria yang dicintainya sepenuh hati itu dengan perasaan yang campur aduk. Indy menyibak rambutnya yang sedikit berantakan. Ia beranjak kembali, berdiri di depan jendela besar, membuka gordennya dan memandangi langit cerah di luar. Ada perasaan hangat di dadanya, perasaan yang membuat Indy seolah memiliki dunia sempurna di dalam kamar enam kali delapan meter ini.

Tidak lama kemudian, Arjuna terbangun dan menyapanya dengan suara deep lembutnya yang serak.

“Hai, Honey, sudah pagi ternyata.”

Indy berbalik dan tersenyum. “Pagi, Hon,” sapanya lembut, sebelum kembali ke tempat tidur dan duduk di samping Arjuna, mengusap lembut pipinya.

“Sudah siap sarapan?” Arjuna bertanya sambil menggenggam tangan Indy.

Indy mengangguk. Mereka segera bersiap-siap, saling membantu dengan cara yang sederhana namun penuh kasih dan keintiman. Setelah rapi dan siap, mereka pun beranjak menuju restoran hotel.

Di restoran hotel ini mereka memilih tempat duduk yang agak jauh dari keramaian, yaitu di luar ruangan dekat kolam renang.

Mereka duduk dan bercakap-cakap dengan santai, membahas berbagai hal mulai dari pekerjaan hingga cerita kecil tentang Agni, putri Indy yang sedang aktif-aktifnya. Kata Agni, ia mau masuk sekolah di sekolah dasar internasional dan mengambil ekstrakurikuler karate. Arjuna mendengarkan setiap kata di cerita Indy dengan penuh perhatian, seolah mengingat setiap detailnya dengan saksama.

Setelah itu Indy beranjak untuk mengambil sarapan prasmanan di dalam. Ia mengambil pasta dan grilled chicken kesukaannya, tidak lupa sepiring omelet yang creamy dan memanjakan lidah. Setelah ia kembali ke tempat duduknya, giliran Arjuna yang mengambil sarapannya. Ia mengambil menu yang sama dengan Indy. Ia sangat tahu wanita kesayangannya itu suka dengan hidangan pasta, sehingga ia akan selalu memesan, dan makan menu yang sama dengan Indy. Setelahnya, mereka berdua duduk berhadapan dan saling menggenggam tangan, layaknya dua insan yang tak ingin terpisah.

Seorang pelayan datang untuk menawarkan kopi dan teh.

“Selamat menikmati santap sarapan pagi ini, Pak, Bu,” kata pelayan itu sambil meletakkan dua cangkir teh sesuai rekues Indy dan Arjuna.

Sarapan bersama kali ini membuat suasana menjadi lebih akrab dan memberikan kesan bahwa mereka adalah pasangan yang telah lama bersama. Obrolan ringan, tawa, keintiman dan tatapan penuh makna membuat meja mereka terasa begitu hangat. Tak ada yang akan menyangka bahwa di balik keakraban ini, hubungan mereka sebenarnya lebih rumit dari yang terlihat.

“Aku selalu merasa lebih tenang dan bahagia saat bersamamu, Arjuna Wiwaha Prasetyo,” kata Indy sambil mengaduk tehnya. Ia menatap Arjuna dengan tatapan yang penuh cinta.

“Aku pun begitu, Indira Vega Wiguna.” Arjuna tersenyum sambil mempererat genggaman tangannya pada tangan Indy.

Mereka menghabiskan sarapan dengan perlahan, menikmati setiap momen tanpa terburu-buru. Ketika matahari dirasa kian meninggi, Arjuna melihat jam tangannya dan berkata dengan nada lembut namun serius.

“Sepertinya kita harus segera ke site. Takutnya karyawan lain sudah menunggu.”

Indy mengangguk pelan dan tersenyum tipis. Mereka berdua tahu bahwa saat-saat seperti ini tidak akan bisa bertahan lama. Ada dunia lain di luar hotel ini, yaitu dunia yang menunggu dan mengikat mereka pada kenyataan hidup.

Setelah selesai, mereka kembali ke kamar untuk mengambil barang bawaan. Mereka sempat beradu kasih selama sepuluh menit untuk melepaskan hasrat masing-masing sebelum berpisah. Setelah itu mereka keluar dari kamar dan berjalan bersama menuju lobi. Indy menuju meja resepsionis untuk melakukan check out. Arjuna berpamitan lebih dulu karena ada pekerjaan yang harus ia handle sesegera mungkin. Namun baru tiga meter melangkah, Arjuna berhenti sejenak. Arjuna menatap Indy dengan sorot mata yang lembut, seolah ingin mengatakan sesuatu yang lebih dari sekadar kata perpisahan.

“Hati-hati nyetirnya, Honey,” katanya akhirnya.

“Kamu juga hati-hati di jalan, nanti kita ketemu di site, ya!” balas Indy sambil tersenyum tulus.

Jam menunjukkan pukul Sembilan. Arjuna tiba di lokasi proyek tepat waktu. Matahari belum terlalu tinggi, angin pagi masih terasa dingin, dan suara mesin serta hiruk-pikuk pekerja konstruksi sudah memenuhi area pembangunan. Tidak lama kemudian Indy yang kelihatannya baru saja tiba langsung menghampiri Arjuna. Arjuna menyapa Indy dengan senyum manisnya.

“Pagi, Bu Indy, baru datang? Kebetulan saya baru akan berkeliling. Mari, Bu, kita berkeliling bersama.”

Indy membalas sapaan Arjuna dengan senyum yang tak kalah manis.

“Pagi, Pak Arjuna. Baik, mari, Pak. Bagian mana dulu yang harus kita pantau perkembangannya?” tanya Indy.

“Mungkin kita bisa mulai dari bagian lobby dahulu kemudian bagian lainnya, Bu, mari ikut saya, jangan lupa pakai helm untuk safety, ya, Bu,” jawab Arjuna sambil mengambilkan helm proyek dan memasangkannya di kepala Indy.

Keduanya berjalan berdampingan, melangkah menuju titik-titik yang perlu mereka pantau di proyek tersebut. Dari luar, mereka terlihat seperti dua rekan kerja biasa, menjaga jarak seperlunya.

Arjuna, dengan setelan kemeja yang rapi dan helm proyek, terlihat tenang sambil meninjau blueprint bangunan yang dipegangnya. Indy sesekali berdiri di sampingnya, mendengarkan dengan saksama penjelasan yang ia berikan mengenai tahapan konstruksi. Ketika tidak ada orang yang terlalu memperhatikan, ada saat-saat kecil di mana pandangan mereka bertemu dan senyum tersirat menghiasi wajah masing-masing.

Di sela-sela kesibukan, Arjuna memperhatikan bagaimana Indy terlihat sangat serius dan berdedikasi. Ia kagum melihat Indy yang mampu menyerap informasi teknis dan beradaptasi dengan lingkungan proyek yang didominasi oleh laki-laki. Setiap kali Indy bertanya atau memberikan pandangannya, Arjuna mendengarkan dengan penuh perhatian, seolah-olah kehadirannya di tempat itu menjadi alasan bagi Arjuna untuk menunjukkan performa terbaiknya.

“Pak Arjuna,” panggil Indy, membuyarkan lamunan singkatnya.

“Kalau area ini sudah rampung, apakah kita bisa langsung lanjut ke tahap finishing minggu depan?”

Arjuna mengangguk sambil tersenyum. “Bisa saja, Bu Indy. Asalkan semua berjalan lancar, tidak akan ada kendala untuk tahap berikutnya.”

Di tengah percakapan mereka, beberapa karyawan dan pekerja konstruksi yang lewat menyapa. “Selamat pagi, Pak Arjuna, Bu Indy!” sapaan itu disambut dengan anggukan ramah dari keduanya. Dalam pandangan para pekerja di lokasi, Indy dan Arjuna tampak seperti pasangan rekan kerja yang solid dan profesional.

Tak ada satu pun orang yang mencurigai bahwa di balik tatapan mata mereka yang sesekali bertemu, ada perasaan yang lebih dari sekadar profesionalisme. Bahkan dalam kesunyian di antara mereka, ada kelekatan yang tidak kentara namun cukup mereka berdua saja yang memahaminya.

Pukul dua belas siang, ketika waktu istirahat tiba, Indy mengajak Arjuna duduk di salah satu bangku yang menghadap langsung ke area proyek, di tempat yang sedikit jauh dari pandangan karyawan lain. Sambil menyeruput Ice Americano kesukaannya, Indy berbicara tentang ide-ide baru yang ingin ia terapkan dalam desain interior setelah proyek selesai.

“Pak Arjuna, kira-kira kalau area lobby diberi tambahan taman kecil dengan air mancur dan kolam koi, apakah memungkinkan? Biar kesannya lebih segar dan tidak kaku,” tanyanya, sembari menatap Arjuna dengan antusias.

Arjuna menatap Indy dengan senyum yang hangat, merasa senang dengan gagasan tersebut.

“Ide yang bagus, Bu Indy. Mungkin dengan beberapa penyesuaian, kita bisa wujudkan itu.”

Mereka tertawa ringan, menikmati momen singkat di sela-sela pekerjaan. Di hadapan mereka, hamparan bangunan mulai terbentuk, layaknya simbol dari sesuatu yang sedang mereka bangun bersama, meskipun dalam konteks yang lain. Kebersamaan mereka di lokasi proyek semakin memperdalam kelekatan yang sudah ada, walaupun mereka tahu ada batas-batas yang harus tetap dijaga agar tidak menimbulkan tanya dan rasa curiga terutama dari karyawan lain di site proyek ini.

Mereka menjalani sisa hari itu dengan tetap berfokus pada proyek dan tugas masing-masing. Karyawan lain, pekerja proyek, hingga para teknisi di lokasi proyek ini hanya melihat mereka berdua sebagai tim yang kompak, yaitu seorang General Manager dan Site Manager yang sama-sama kompeten. Tetapi baik Arjuna maupun Indy sangat paham bahwa ada perasaan lebih yang semakin menguat di antara mereka. Perasaan itu, terasa seperti rahasia kecil yang hanya mereka berdua yang mengetahuinya.

Di tengah bunyi mesin-mesin konstruksi yang menderu dan suara instruksi yang saling bersahutan, ada ikatan komitmen yang terjalin secara diam-diam di antara mereka yang−semoga saja−tak terbaca. Pada akhirnya, meski harus tetap berpura-pura di depan banyak orang, Arjuna dan Indy menyadari bahwa perasaan ini adalah sesuatu yang mungkin tak sanggup lagi mereka sembunyikan sepenuhnya suatu hari nanti.

Matahari sudah tampak lebih condong ke arah barat. Langit yang tadinya cerah keabu-abuan karena efek debu dan polusi perlahan tampak berpendar warna jingga. Arjuna dan Indy pun berpisah, kembali ke kehidupan mereka masing-masing, membawa kenangan akan momen indah semalam hingga sore hari ini.

Saat Indy kembali ke mobilnya, perasaan campur aduk menggerogoti hatinya. Pertemuan dengan Arjuna selalu meninggalkan memori indah tak terlupakan. Namun ia tidak bisa melupakan satu hal, bahwa ada kehidupan lain yang menunggunya di rumah. Agni, putrinya yang ceria, cerdas, dan penuh rasa ingin tahu, dan Anggara, suaminya yang akhir-akhir ini sering terasa seperti orang asing, meskipun mereka tidur di ranjang yang sama. Anggara juga tidak pernah bertanya kemana dirinya pergi jika tidak pulang semalaman. Mungkin karena Anggara juga jarang pulang sehingga presensi Indy dari hidupnya tidak sepenting itu.

Sepanjang perjalanan pulang, Indy tenggelam dalam pikirannya, mengingat semua detil pertemuannya dengan Arjuna. Senyum hangatnya, nyaman dekapannya, wangi tubuhnya, caranya menyentuh Indy dengan lembut dan gentle, bagaimana ia memperhatikan setiap detil cerita, dan keteduhan yang selalu diberikan ketika mereka bersama. Hal tersebut membuat Indy merasa menemukan sesuatu yang ia dambakan. Ia merasa diterima apa adanya, oleh pujaan hatinya.

Setibanya di rumah, Indy melihat Agni bermain di taman kecil di dalam rumahnya bersama Mbak Wini, pengasuhnya. Gadis kecil itu langung menyambutnya dengan lompatan dan pelukan penuh cinta. Indy tersenyum, berjongkok agar sejajar dengan putrinya, mengelus rambut pendeknya dengan lembut, dan mengecup pipinya. Sejenak ia tersadar kembali akan tanggung jawabnya, peran utamanya sebagai ibu dan istri yang seharusnya setia pada keluarga.

Malam itu, saat makan malam bersama Anggara dan Agni, Indy mencoba menjalin kebersamaan keluarganya. Seperti biasa, Anggara yang tetap sibuk dengan ponselnya, tampak berjarak meski mereka duduk bersebelahan. Perasaan kesepian itu hadir lagi, menyeruak di antara tawa lucu Agni yang mencoba melontarkan candaan untuk mencairkan suasana. Indy mencoba tertawa oleh candaan Agni meskipun bibirnya agak berat untuk sedikit bergerak merekahkan senyuman.

Usai makan malam, Indy duduk di ruang keluarga, menatap layar ponselnya yang masih menampilkan nama Arjuna di kolom pesan w******p terakhir. Ia merenung, teringat akan kebahagiaan yang selalu ia rasakan saat mereka bersama. Hati egoisnya seperti menuntut bahwa Arjunalah yang seharusnya menggantikan posisi Anggara.

Hingga larut malam, pikiran itu tak kunjung pergi membuat Indy sulit memejamkan matanya. ketika rumah sudah tenang dan semua tertidur, Indy mengirimkan pesan singkat kepada Arjuna.

[Honey, see you tomorrow. I miss you.]

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

default avatar
May Hape
Bagus ceritanya, Kak. Lanjut!
2024-12-23 12:22:39
0
user avatar
NityShu
Semangat nulisnya, Thor!
2024-12-23 11:41:44
0
31 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status