~Kemarin aku sudah belajar mencintaimu. Sekarang, aku mulai belajar melupakanmu dan akan terbiasa tanpamu~
***
"Semoga berhasil," ucap Robet kemudian."Semoga saja. Kalau begitu, sebagian hotel yang kau berikan, aku kembalikan padamu."
Robet terdiam sejenak, lalu berkata lagi, "kenapa tidak kau terima?"
"Itu caraku agar bisa melupakanmu."
Robet tercengang mendengar perkataannya.
"Semoga saja aku bisa terbiasa tanpamu."
Hati Robet bergetar. Setiap perkataan yang terlontar dari mulutnya entah dia mengutip darimana, ia merasa bulu kuduknya merinding. Ia tak bisa menafikan perasaan itu. Diam membisu membuat Imaz menatap terus wajahnya yang dipenuhi perban. Mungkin, ia sudah tak sudi mendengarkan ucapannya. Maka, tanpa pamit ia pergi meninggalkannya. Jika datang tanpa menyapa, apakah pergi juga tanpa pami
~Detik perpisahan di ujung pelupuk mata. Hati bergetar mendengar ketukan palu tanda bahwa kita sudah tidak ada lagi hubungan melainkan hanya seorang teman~ *** "Keputusanku bulat bu. Aku lebih memilih cerai nikah siri." Robet menjawab tak ada toleransi lagi."Baiklah, jika itu menurutmu keputusan yang baik." Ibunya hanya bisa pasrah.Di sudut ruang ICU, Arman menatap langit-langit rumah sakit. Terpekur sendirian melawan musuh hatinya. Hati bisa damai ketika menatap lekat wajah Irma, kekasih hatinya. Ia masih tidak sadarkan diri. Ia tau, cara mencintainya salah. Tapi, perlu ia ketahui, ia rela menolak seribu wanita demi satu wanita dengan seribu cara.Knop pintu berbunyi, terdengar langkah kaki seseorang tengah membukakan pintu. Perl
~Jika bertemu untuk berpisah, maka pertemuan itu hanyalah masa lalu. Namun, jika berpisah untuk bertemu, apakah itu takdir? Jika tidak kedua-duanya, apa yang bisa diharapkan?~***Melihat mereka terus adu mulut padahal punya tujuan sama, pihak pengadilan agama berpikir kalau memang perceraian adalah jalan yang tepat untuk mereka."Sudahi pertengkaran kalian, lanjutkan kehidupan kalian masing-masing dengan yang baru." Pihak pengadilan agama melerai mereka. Mereka langsung diam.Keheningan tercipta. Pihak pengadilan agama menyerahkan surat keterangan sudah nikah siri juga pernyataan cerai nikah siri."Mohon tanda tangan."Imaz mengambil pena di sebelahnya. Menyetujui surat tersebut. Berikutnya, Robet yang menanda tangani. Ayah Robet menuntunnya. Tanda tangan yang tercantum di atas kertas dan dibubuhi materai menjadi sejarah mereka berp
~Mendekatimu, jantungku berdegup tak menentu. Menjauhimu, jantungku berdegup menentu. Tentu atau tidaknya, degupanku padamu tetap sama~***Robet menggedor pintu berkali-kali seraya terus berteriak memanggil namanya."Untuk apa Gus Robet kesini? Bukankah dia tidak mencintaiku?" Gumam Imaz tercengang.Mendengar teriakan dan gedoran dari Robet, juru kunci ruang sidang yang tadinya bersantai di belakang, merasa terganggu. Ia pun menghampiri ke arah mana suara itu berasal."Ada perlu apa pak, buk?" Tanya juru kunci yang sudah ada di hadapannya."Pak, ada wanita yang berteriak minta tolong di dalam." Robet berujar panik. Juru kunci itu mengamati wajah Robet yang kedua matanya dibalut perban dan ditutupi kaca mata hitam. Kelihatan panik tapi kedua orang tuanya biasa-biasa saja."Sungguh?""Iya, pak. Coba d
~Ku berlari, kau terdiam. Ku menangis, kau tersenyum. Ku berduka, kau bahagia. Ku pergi, kau kembali. Ku meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi. Memang itulah kehidupan hitamku yang kini membisu~ ***Pasukan kapten Richard ikut membelah jalan. Mereka melihat ktp yang ia pegang. Dengan lamat-lamat, mereka pun ikut kaget kalau ktp itu ternyata milik Imaz. Ia juga mengecek denyut nadi gadis itu, sudah tak bisa diselamatkan lagi."Jadi, Imaz yang mengalami kecelakaan?" Seloroh Rasya yang langsung menebak.Kapten Richard masih tak percaya. Maka, ia segera menelpon ambulan. Mengabarkan jika ada kecelakaan di persimpangan jalan. Tidak sampai beberapa jam, ambulan datang. Petugas berbondong-bondong menggotong seorang gadis yang wajahnya sudah tak bisa dikenali lagi, penuh dengan d
~Tak mudah mencintai. Tak mudah bilang cinta. Karena selama itu kita sering menyimpan rasa. Bukan soal kita yang beda. Tapi, Tuhan saja yang masih menguji cinta kita~ ***Icha menatap cermin. Melihat wajahnya yang sangat hitam. Ia usapkan aliran air dari kran itu ke wajahnya. Warna hitam pekat yang menyelimuti wajahnya, kembali putih bersemi. Sedetik kemudian, Icha menjadi Imaz. Ya. Icha adalah Imaz. Bagian dari rencana yang pernah pak Jack katakan saat di pengadilan agama.Kembali saat di pengadilan agama, tepatnya di gubuk, pak Jack membisikkan rencananya yang merekomendasikan Imaz agar menjadi orang lain. Sekaligus melaksanakan masa iddahnya. Dengan begitu, cinta mereka semakin diuji. Seberapa besar cinta Robet terhadap dirinya. Dia yang buta, tak kenal siapa Icha.
~Wajah bisa berubah tapi tidak pada hatinya. Perkataan bisa hampa tapi tidak pada hatinya. Mungkinkah dia bisa mendengarkan kata hatinya meski wajah tak seindah dia?~ ***Kapten Richard mengetuk pintu lagi. Berdebar-debar hati Imaz. Mereka adalah polisi. Mereka bisa saja tahu siapa dirinya. Ia terbata-bata membuka pintunya. Tepat di hadapannya, tatapan kapten Richard sangat mengerikan."Maaf mbak mengganggu waktunya sebentar. Apa kau tau wanita yang ada di foto ini?" Kapten Richard bertanya sambil menunjukkan fotonya. Dan yang mengagetkan Imaz, ia memasang foto resmi yang pernah ia beri saat daftar santri putri pesantren benang biru.Imaz hanya menggeleng."Icha, siapa?" Teriak nenek dari kamar. Ah, pertanyaan nenek membuat Ima
~Jarak memang dekat. Doa juga dekat. Tapi, hati kita saja yang sulit merekat. Sampai kapan kau menjauhi takdir dengan menjaga jarak dan doa?~ ***Hujan rintik air mengalir. Menggenangi bumi. Membasahi matahari. Membuat dunia dan seisinya tanpa malu mengalirkan air matanya. Sangat deras. Namun, mengiris hati Imaz. Sesuai gelora jiwanya yang terkikis oleh sebuah harapan. Entah, harapan itu berefleksi menjadi kenyataan atau meratap saja jadi buih penderitaan. Jujur, sangat nelangsa.Hubungan yang paling diidamkan setiap wanita adalah perhatian seorang suami. Apalah jadinya jika dalam suatu hubungan perhatian itu ia anggap sebagai percobaan? Wanita bukanlah tempat istana kemerdekaan yang tiap empat tahun sekali pergantian tahta. Laiknya bertahta pada hati seorang
~Aku yang berjuang matian-matian mendapatkan hatinya justru orang lain yang pantas bersanding dengannya. Aku hanya tempat persinggahanmu berbagi komitmen namun ternyata sekedar momen~ ***Masih melanjutkan perjalanan cinta Arman dan Irma. Pulang sekolah, Arman sudah didapati orang tuanya yang sedang rebahan di ruang tamu beralaskan tikar. Rumahnya memang sangat sederhana. Syukurnya, tidak kontrakan ataupun kos-kosan. Rumah itu jerih payah orang tuanya dari penjualan gado-gadonya. Murahan. Tidak berlantai keramik. Hanya tanah yang masih subur. Tidak memiliki jendela karena uangnya tak cukup. Bahkan kamar mandi saja tidak ada atap dan pintunya. Untungnya saja, di desa yang ia tempati tak mengenal konten dewasa sebab mereka kurang update dengan yang namanya handphone