Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, Christie kini telah melahirkan buah hatinya di usianya yang menginjak 17 tahun. Usia yang cukup terbilang sangat belia, tetapi gadis ini harus menanggung beban sebagai seorang ibu karena kelakuannya bersama mantan kekasih yang kini menjadi suami sahnya. Gadis yang ceria dan pintar, namun begitu bodoh dalam hal percintaan, sangat disayangkan. Terlebih lagi, karena lelaki yang ia nikahi adalah lelaki brengsek yang tak memiliki rasa tanggung jawab.
Sampai Christie melahirkan pun, lelaki itu tak ada disisinya. Mendampingi, merawat, siap siaga, semua tak dilakukannya sebagai calon ayah yang baik. Entah akan menjadi apa keluarga ini nantinya, sangat mengkhawatirkan.
Setelah berjam-jam berjuang melalui persalinan normal, Christie yang terlihat begitu kelelahan bahkan sampai tertidur nyenyak di kamar persalinan itu sendiri setelah melahirkan putri kecil yang cantik. Putri kecil yang di beri nama atas keputusannya sendiri, nama ya
Pesan dari nomor misterius terus saja membuat ponsel Marlyn berdering. Pesan yang berisi kata-kata ancaman serta foto yang tak asing terpampang jelas di layar berukuran 4 kali 5 inch tersebut. Terlihat kedua orang tua Christie tertidur pulas dengan kepala beralaskan meja kayu yang menjadi ciri khas di salah satu resto mewah langganan keluarga Christie. Jika dilihat sekilas maka yang terlihat aneh adalah mengapa mereka tidur dengan posisi terduduk dan kepala yang diletakkan di atas meja? Namun, jika dilihat lebih seksama maka akan terlihat busa berwarna putih susu yang keluar dari kedua mulut orang tua Christie. "Apa ini?" Marlyn membelalakkan mata tak percaya, kejadian ini sama seperti adegan yang ada di film favoritnya, tentang serial pembunuhan berantai dimana sang pembunuh menggunakan racun untuk menghabisi korbannya. Tring! Notifikasi pesan dari satu orang yang sama kembali memenuhi ponsel Marlyn. Kata-kata yang diutarakan semaki
1 Tahun berlalu setelah kepergian orang tua Christie. Dua pelaku yang entah siapa juga telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas tuduhan pembunuhan berencana tanpa diberi kesempatan mengajukan banding dan kebebasan bersyarat. Marlyn merasa heran, sebab ia yakin bukan mereka pembunuhnya. Justru sebaliknya, kedua orang suruhan Duke yang lebih mencurigakan. Lelaki ini sungguh licik dan keji, demi mendapat simpati Christie ia rela mengorbankan dua orang untuk mendekam dalam penjara seumur hidupnya. Bahkan setelah peristiwa itu, Marlyn tak berani menampakkan diri dihadapan Christie. Gadis itu terpaksa pergi ke luar negri sesuai ucapannya untuk melanjutkan pendidikan dan karir modelnya, walau sebenarnya hal itu dapat dilakukan di tanah kelahirannya sendiri, London. Selama 1 tahun itu, tepat setelah Marlyn pindah ke Amerika, ia hidup dengan penuh rasa takut yang menghantui kemana pun ia pergi. Marlyn selalu merasa sedang diawasi oleh orang asing yang tak ia ken
Sinar matahari yang belum terlalu panas membuat Audrey memutuskan untuk singgah sebentar ke pemakaman, menemui kedua orang tuanya yang telah tertinggal di dalam tanah. Sudah lama waktu terhitung sejak gadis itu mengunjungi makam kedua orang tuanya. Sebagaimana sejak ia ditinggal oleh kedua orang tuanya, Audrey kerap mengadu tentang perlakuan kejam yang dunia ciptakan untuk dirinya. Biasanya gadis itu akan berlari sembari menangis dan bercerita panjang lebar seolah kedua orang tuanya masih menghembuskan napas dan ada dihadapannya. Anehnya, dengan bercerita pada nisan kedua orang tuanya, Audrey merasa luka-luka yang tercipta karena kekejaman dunia berangsur membaik dan pundaknya yang berat menanggung beban akan terasa ringan. Tetapi kali ini Audrey terlihat berbeda ketika datang ke makam kedua orang tuanya. Gadis itu tak datang dengan tangan kosong, melainkan membawa setangkai mawar putih segar ditangannya, ia juga tak datang dengan air mata yang memenuhi wajahnya, jug
"Tak perlu berterima kasih seperti itu Zoya, karena sebagai gantinya kau ..." Audrey sengaja memberi jeda yang cukup lama pada ucapannya. "Harus menjauhi Alberth, kekasihku" perintah Audrey. Seringai Audrey kemudian muncul seolah menandakan kemenangan penuh atas lelaki yang ia cintai. Kini, ia tak perlu merasa risau memikirkan hubungan yang terjadi diantara mereka. Semua, sudah selesai sekarang. "M-menjauhi?" Zoya tergagap mendengar perkataan Audrey yang disertai oleh seringai dan tatapan tajam. "Kau pikir, aku tak mengerti bahwa kau menyukainya selama ini?" ucapan Audrey lepas begitu saja tanpa pikir panjang. "Apa maksudmu ... Audrey?" gadis itu meremas selimut rumah sakit yang menutupi sebagian tubuhnya, ia ketakutan. "Jauhi Alberth, Zoya!" Audrey menggertak. Gadis itu mengira jika ia melakukan hal itu maka Zoya akan menjauhi kekasihnya dengan segera, namun perkiraannya sepertinya salah. Zoya justru terkekeh ketika mend
Audrey berjalan tertatih-tatih mengikuti irama berjalan Zoya, ia sedang bersusah payah membantu temannya berjalan karena kaki Zoya yang masih terasa sakit karena kecelakaan yang menimpanya. Zoya tak mampu berjalan sendiri. Seraya memandangi seluruh foto yang terpajang di dinding kamar Zoya, Audrey terus memperhatikan langkah temannya itu. Namun, secara tak sengaja satu foto dalam pigura menarik perhatiannya. Foto Zoya bersama rekan-rekan kerjanya di tempat yang tak terasa asing. Langkah Audrey terhenti sejenak untuk mengamati foto itu dan tentunya langkah Zoya juga akan ikut terhenti. "Itu adalah foto dimana aku bekerja dengan temanku Audrey. Kau ingat? Haha ... aku memotong gambar dirinya yang seperti babi itu karena ia tampak mengotori foto" ucap Zoya ketika melihat Audrey memandangi satu foto. Tak ayal, ucapan Zoya kembali menyakiti hati Audrey. Audrey yang mengira bahwa Zoya sudah berubah ternyata sama saja, tanpa pikir panjang gadis itu selalu meng
Ding dong! Bunyi bel pintu rumah Zoya yang sudah tiga kali berbunyi membuat Audrey mengurungkan niat untuk tidur. Gadis itu lantas berniat untuk membangunkan Zoya, namun ia merasa tak tega ketika melihat temannya tidur dengan nyenyak. Akhirnya tanpa pikir panjang Audrey bergegas menuruni tangga untuk melihat siapa yang datang dini hari begini. Siapa tahu ia mempunyai keperluan penting. Suasana rumah Zoya yang sudah remang-remang dapat menjelaskan sekilas sosok yang datang. Seorang pria atau mungkin wanita dengan rambut sangat pendek. Untuk apa ia datang sendiri ke rumah seorang gadis dini hari begini? Entahlah yang pasti Audrey sama sekali tak mempunyai pikiran negatif tentang hal ini. "Maaf Zoya sudah tidur, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Audrey begitu ia membuka pintu tersebut. Namun, seorang pria yang datang dan berdiri di depan pintu sungguh mengejutkan diri Audrey. Seseorang yang ia kenal dan tak ia sangka hadir dihadapannya di waktu sepert
"Bukan itu yang kumaksud, melainkan apa yang sebenarnya terjadi diantara kau dan Alberth?" Audrey memotong perkataan Zoya dengan pertanyaannya. Suasana canggung menyelimuti keduanya sebab ucapan ayah tiri Zoya yang bahkan sudah meninggalkan tempat ini. Entah mengapa ayah tiri Zoya selalu mengikutsertakan nama Alberth disetiap kesalahan yang Zoya lakukan sendiri, gadis itu sebenarnya sangat muak. Ia muak dianggap sebagai kekasih pria itu, karena pada kenyataannya bukan ia kekasih Alberth. "Tidak ada apapun, abaikan saja ucapan ayah tiriku" Zoya berusaha membuat Audrey mengganti topik pembicaraan mereka, tetapi sepertinya akan terasa sangat sulit. "Hubungan kalian hanya sekedar teman bukan? Lalu mengapa ayahmu menyebutnya dengan sebutan pria mu itu?" sesuai dugaan, Audrey terus mempermasalahkan apa yang ia dengar beberapa menit yang lalu. "Itu hanya sebuah kesalahan Audrey, lupakan semua itu" Zoya tak ingin membahas hal tersebut, tetapi Audrey terus mem
Napas yang tersengal-sengal, keringat yang membanjiri tubuh, dan kepala yang mulai terasa berat membuat Audrey memutuskan untuk pulang sekarang. Suasana yang kembali hening, bahkan lebih hening dari pada sebelumnya, membuat Audrey bisa menarik napas lega tanpa perasaan takut yang menyelimutinya sedari tadi. Fenomena aneh yang mungkin hanya bisa dialami oleh gadis itu saja.Sesaat setelah ia mulai kembali melangkah berniat untuk pulang, wajah wanita menyeramkan yang penuh dengan darah muncul dihadapannya secara tiba-tiba. Bola matanya hilang dan muncul ulat-ulat kecil dari dalam sana. Sontak Audrey berteriak kencang dan menutup wajahnya.Dengan kedua tangan ia menghalangi pemandangan mengerikan itu. Apakah ini benar terjadi ataukah hanya ilusi yang ia ciptakan karena terlalu lelah? Audrey tak bisa membedakannya, bahkan napas yang keluar dari wajah mengerikan itu terasa semakin dekat. Hembusan napas dingin berbau busuk itu secara tiba-tiba berubah menjadi harum bunga bah