Share

7. Takdir

Setelah melayangkan tamparan keras dengan amarah yang menggebu, Ilena meninggalkan Aldan begitu saja di Cafe dan menuju rumahnya dengan taksi, mengingat dirinya harus bersiap untuk pernerbangan ke Jogjakarta dua jam lain.

Tanpa tahu, Aldan telah membuntutinya sejak tadi.

Mengepak pakaian dan keperluan dengan asal, Ilena melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya lalu mengangkut koper biru besar ke bagasi taksi.

"Ssh! Berat!" keluhnya ketika menaikkan koper, satu tangannya masih memegang map berwarna biru berisi formulir pendaftaran, lantas ia mendesah lega begitu supir taksi mengambil alih pekerjaannya.

Menarik segaris lengkung pada bibir, wanita dengan rok hitam dan bluose putih itu tersenyum ramah, "Terimakasih, Pak."

Setelah mengusap map yang ia pegang sejak tadi, Ilena mendekap erat lembaran-lembaran kertas itu di dadanya, begitu mesin mobil berbunyi bergegaslah ia duduk di belakang kursi kemudi.

Seiring taksi dengan warna biru muda itu melaju, selembar kertas hitam putih terbang melambung menabrak wajah pria yang memperhatikan diam-diam sejak tadi.

Dia Aldan Maheswara dengan setelah jas hitam yang menutup rapi tubuh atletisnya. Pria itu memegang ujung kertas dan mengarahkannya pada netra yang masih berfungsi dengan baik.

Setelahnya, Aldan menyeringai, terlihat sungguh mengerikan.

***

"Mohon perhatian, pesawat ...."

Ilena mengacuhkan pesan pemberitahuan dari suara halus dan merdu yang ia yakini milik seorang pramugari.

Setelah yakin seluruh penumpang sudah turun atau setidaknya ia tidak akan berdesakan lagi, Ilena membereskan peralatannya.

Ia bangkit dari duduknya lalu melepas headset yang sedari tadi menyumpal telinganya, dengan sebuah koper yang terseret di tanganya wanita itu turun dari pesawat dengan wajah dingin.

***

"Menurut analisis tim IT, IS terakhir terlacak menuju ke kota ini dengan pesawat XXX, aku yakin dia langsung lari setelah ini," Papar Anta pada sosok pria bersetelan rapi dihadapan, ia menekan sesekali tab dengan logo merek populer itu untuk menunjukkan fakta-fakta dari data yang ia sebutkan.

"Perketat keamanan." pria dengan aura mendominasi itu hanya berucap pendek dengan ketus, ditanggungi anggukan kecil dari Anta lalu para bodyguard semakin merapatkan penjagaan.

"Lihat, pesawatnya udah Landing, Naf!" seru Anta bersemangat menunjuk burung besi dengan warna putih bergradasi merah yang menurunkan beberapa penumpang.

Nafta, pria dengan setelan jas abu-abu memicingkan matanya, semakin menajamkan penglihatannya kalau-kalau mangsa yang ia cari lepas dadi tangan.

Kaki jenjangnya melangkah begitu saja, berbaur dengan beberapa orang yang berlalu kesana kemari, Anta dan beberapa bodyguard sigap mengikuti kemanapun langkah Nafta mengarah.

"Arah jam sebelas, sekarang." 

Dor!

Tepat setelah titah itu meluncur dari bibir penuh milik Nafta, bunyi tembakan yang mencekam seketika meriuhkan bandara, sedangkan tepat di tangga turun pesawat seorang pria jatuh begitu saja dengan darah yang begitu cepat bercecer dimana-mana.

"AAAAKHH!!"

"TOLONG!!"

Tak peduli bagaimana orang-orang disekitarnya berteriak panik, Nafta dengan langkahnya yang pelan namun pasti menuju tangga pesawat, ia menaiki tangga tanpa susah payah, lalu berjongkok dihadapan pria dengan kulit legam yang baru saja terbunuh.

"Bodoh," hinanya tanpa perasaan, merogoh saku sang pria dengan tangannya yang telah dipakaikan sarung tangan lateks lalu mengeluarkan beberapa butir logam mulia dengan kilauan mempesona dari sana.

"Kamu ...." 

Nafta mendongak, matanya yang setajam elang menyorot dingin pada wanita yang baru saja bicara padanya, setelah memasukkan beberapa logam itu di dalam kotak beludru berwarna biru, Nafta melemparnya pada Anta yang sigap dibelakangnya.

"Dia mirip Ilena," bisik Anta pelan setelah Nafta berdiri dan bergabung bersama rombongannya.

Nafta menoleh pada wanita yang tadi sempat ia lirik sekilas, lalu terbelalak.

Wanita dengan rok hitam dan blouse putih itu memang seperti Ilena versi dewasa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status