Seruni si Pelakor tak tahu diri.
“Maafkan aku Run, karena hubungan kami dulu yang sudah berjalan lama, kamu yang tiba-tiba datang disebut pelakor.” Kalimat itu diucapkan dengan penuh penyesalan oleh wanita cantik yang tiba-tiba saja duduk di depannya. Tidak terlalu keras memang tapi semua orang pasti bisa mendengar jelas ucapannya. Sebutan itu menempel pada diri Seruni sejak pernikahannya dengan Jagat Bimantara diketahui rekan kerjanya. Suasana kantin yang semula riuh menjadi hening. Seruni sendiri langsung membeku di tempatnya. Wajah-wajah sinis penuh penghakiman langsung tertuju pada Seruni. Orang memang tak ingin capek mengecek fakta yang sebenarnya, mereka hanya menikmati apa yang terlihat oleh matanya dan berkomentar sesukanya, tak peduli hal itu akan menyakiti orang lain. “Aku ikhlas melepas Jagat asal kalian bahagia.” “Kamu bicara apa sih, Jagat memang suami Seruni. Kalian bahkan tidak-“ “Aku hanya ingin mengucapkan selamat untuk pernikahan kalian dan kehamilanmu.” Seperti mimpi buruk wanita itu berdiri sambil menutupi mulutnya dengan tisu, suara isak pelan terdengar seperti lagu kematian untuk Seruni, lalu melangkah pergi tanpa menoleh lagi. Meninggalkan Seruni yang menerima tatapan penuh penghakiman dari semua orang. Seruni diam bukan karena dia merasa bersalah, dalam kasus ini dia juga korban. Namun, dia sama sekali tak menyangka Rira yang selama ini dia kenal baik dan lemah lembut mampu menghancurkan harga dirinya sedemikian rupa. “Apa-apaan itu, kamu tidak bisa diam saja, Run. Kamu istri sah Jagat.” Seruni menghela napas, dan menatap Tita, temannya. Satu-satunya teman yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi malam itu juga semua fakta yang mengikutinya. “Sudahlah, Ta. Selesaikan makanmu lalu kita pergi dari sini,” kata Seruni pelan, dia kembali menyuap makanannya tapi baru beberapa suap rasanya dia sudah tak sanggup lagi, dia berusaha menutup telinga saat kalimat menyakitkan hati didengungkan orang-orang di sekelilingnya. Fakta bahwa Jagat dan Rira tidak pernah menjadi sepasang kekasih baru dia ketahui setelah pernikahannya, ada rasa lega dalam hatinya mengetahui hal itu apalagi Rira yang ternyata bertunangan dengan kakak Jagat. Akan tetapi Fakta itu tak banyak membantu saat melihat sikap dan perhatian Jagat pada Rira, semua orang di kantor ini tidak buta kalau Jagat menyukai bahkan bisa dibilang memuja Rira dan Rira juga terlihat sangat nyaman di dekat Jagat. Pertunangan Rira dan Arsen, kakak Jagat malah disalah artikan sebagai pertunangan Rira dan Jagat. Andai... malam itu tidak terjadi.Dia juga tidak mau peduli dengan hubungan rumit tiga orang itu. Seruni memang mengagumi Jagat tapi untuk cinta tentu saja tidak. Di kantor Jagat dan Rira pasangan serasi yang diharapkan akan meresmikan hubungan mereka segera saat berita pertunangan Rira beredar. Dulu... Sampai mereka mendengar kalau Jagat menikahinya, dan sekarang berkat mulut manis Rira, semua orang tahu dia hamil sebelum menikah dengan Jagat. “Kamu sudah selesai?” tanya Seruni pada temannya yang makan dengan kesal. “Sudah tinggal sambelnya, mau aku bawa ke kantor.” Seruni mengerutkan kening dan menatap sambel di piring Tita yang masih cukup banyak dan dari warnanya itu pasti sangat pedas. “Untuk apa, bukannya kamu tidak suka-“ “Persiapan, siapa tahu ada mulut pedas yang kurang sambal.” Seruni menghela napas, dia paham maksud Tita. “Maaf.” “Kenapa kamu minta maaf?” “Karena kamu terseret masalahku, terima kasih selama ini sudah menjadi teman yang baik.” Tita berdecak sebal. “Bukan masalah, andai saja kamu mengizinkanku mengupload fakta sebenarnya di group kantor mulut mereka pasti akan diam.” “Aku juga ingin melakukannya, tapi aku tahu itu akan membuatku makin kesulitan.” Seolah dikomando keduanya serempak berdiri dan berjalan meninggalkan kantin diiringi tatapan sinis dan hinaan semua orang. Tita menekan tombol lift menuju lantai tempat kantor mereka berada, saat Lift kosong gadis itu menatap Seruni dengan lekat. “Apa setelah bayi itu lahir kamu akan bercerai dengan Jagat?” Bercerai? Sejujurnya Seruni tidak pernah memikirkan hal itu, baginya pernikahan adalah ikatan sakral yang hanya bisa dipisahkan oleh maut, dia akan tetap bertahan sampai dia tak mampu lagi. “Seruni!” Seruni seketika menegang. Suara itu?! Benar saja, saat Seruni berbalik ia menemukan pria itu setengah berlari menuju ke arahnya. “Mas Jag…” Namun, tidak menunggu Seruni menyelesaikan kalimatnya, tangan kekar Jagat menarik paksa lengan Seruni, menjauh dari Tita yang hanya bisa terdiam melihatnya. “Ikut aku!” Lengan seruni terasa kebas. Cengkeraman itu begitu erat. Membawanya untuk berjalan lebih cepat, dia berusaha berontak tapi tangan itu seperti batu besar yang mencengkeram tangannya. Sedangkan dia hanya ranting kecil yang rapuh. “Lepaskan!” Teriaknya yang tak berarti sama sekali, sekeliling kamar mandi yang dia datangi begitu sepi, hanya ada mereka berdua, bahkan kalaupun ada orang lain, Seruni tak berani berharap orang itu akan mau membantunya. Tubuh Seruni sedikit terhuyung saat laki-laki itu melepas tangannya dengan tiba-tiba. Mereka sekarang berhadapan, dan Seruni bisa melihat wajah marah laki-laki itu. “Bukankah sudah aku bilang jangan ganggu Rira.” Seruni melongo. “Apa maksudmu?” “Kamu membuatnya menangis.” “Aku tidak membuatnya menangis, bahkan aku tidak pernah bicara apapun, dia mendatangiku dan mengucapkan selamat atas pernikahan dan kehamilanku di depan semua orang lalu pergi sambil menangis.” Jagat menghela napas panjang, dia menatap wanita yang baru saja dia nikahi, wanita yang membuatnya harus berhenti untuk mengejar gadis yang dia inginkan. “Aku kenal Rira sejak kecil, dia tidak mungkin melakukan itu.” Suara itu begitu dingin. “Kamu memang istriku tapi tak membuatmu bebas menyakiti temanku.” Jagat kini berdiri menjulang di depan Seruni dengan jemari mengangkat dagu wanita itu, pandangan mereka bertemu, kobaran amarah menuhi bola mata laki-laki itu. Rira wanita yang sangat berbahaya. Seruni tahu apapun yang akan dia katakan tak akan membuat Jagat memihaknya. “Aku tidak memintamu percaya tapi itulah kenyataannya.” Lehernya sakit karena dipaksa mendongak, tapi dia tidak akan memperlihatkan kesakitan itu. Dia menepis tangan Jagat dan mengambil langkah mundur lalu berjalan pergi. Usia pernikahan mereka bahkan belum seminggu tapi dia merasa sudah kehabisan energi untuk bertahan. “Aku mencintainya, kamu harus tahu itu.” Langkah kaki Seruni terhenti, itu fakta yang hampir semua orang tahu tapi tetap saja saat Jagat mengatakannya secara lantang kepadanya langsung membuat hatinya begitu sakit. “Aku tahu itu,” kata Seruni tanpa menoleh. Tapi sepertinya laki-laki itu belum selesai, dia mengejar langkah Seruni dan menghadangnya. “Tolong jangan sakiti Rira, dia juga korban di sini. Ini salahku yang tidak punya keberanian lebih dulu sehingga dia dijodohkan dengan kakakku.” Jagat memohon padanya. Memohon untuk Rira. Menjaga wanita itu seolah dia boneka porselin yang mudah pecah. Bukan dirinya sebagai istri sah. Lalu siapa yang harus menjaganya? Pernyataan cinta Jagat untuk Rira memang menyakitkan, tapi permohonan laki-laki itu berhasil membunuhnya. Kenapa Jagat sekejam ini, dia juga tak ingin ada di antara putaran arus ini. Seruni melanjutkan langkahnya dan membelok di lorong yang sepi, bersandar pada dinding lalu menatap langit cerah hari ini lalu dia tertawa... Tawa keras tanpa kebahagian. Semiris inikah hidupnya?“Maaf, saya terlambat pulang.” Semua orang yang ada di meja makan menoleh. Jagat meletakkan dua kantong besar di kedua tangannya di kursi lalu berjalan cepat ke arah wastafel yang ada di pojok ruang makan dan mencuci tangannya, lalu menggeser kursi untuk duduk. Seruni membalik piring untuk sang suami dan mengisinya dengan nasi dan lauk seperti biasa, dia bukannya tidak tahu saat Jagat menatap isi piringnya yang begitu pucat dengan heran. “Memangnya baru melahirkan boleh diet?” tanya laki-laki itu dengan tak suka. “Kamu masih harus menyusui, apa jadinya kalau hanya makan makanan seperti ini,” lanjutnya. Seruni mendongak, matanya brbinar menatap sang suami, baru kali ini dia sangat senang Jagat marah padanya, meski kemarahannya di depan orang tuanya dan juga para pembantu. Ah kelas menjadi ayah dengan Rama.... Seruni ingat Rira dan Rama pernah mengatakannya meski dia lupa untuk bertanya langsung pada suaminya itu, tapi pasti bukan hanya tentang cara memberi uang padanya saja lalu
“Jangan makan itu kamu baru saja melahirkan.” Tangan Seruni membeku di udara mendengar ucapan mertuanya, dengan kikuk dia menarik tangannya kembali dan menatap nasi putih yang sudah ada di piringnya. Sendiri... tanpa teman. Dia memang pernah mendengar orang jaman dulu tidak memperbolehkan wanita yang baru saja melahirkan makan sembarangan, tapi bukan berarti dia harus makan nasi dengan garam juga, tubuhya perlu gizi yang cukup agar bisa cepat pulih dan lagi anaknya juga perlu gizi dari asinya. Ibu mertuanya yang selalu terlihat glamor dan sosialita kelas atas ternyata masih memegang teguh tradisi kuno. Seruni bukannya tidak setuju dengan tradisi itu, tapi tidak juga berlebihan seperti ini, apalagi dokter yang menanganinya juga membebaskannya makan makanan apa saja dengan gizi yang seimbang. Lauk yang akan diambilnya tadi hanya telur balado, bukan makanan aneh yang tak sehat yang banyak dijual di gerai-gerai sekarang ini. “Lalu saya harus makan pakai apa?” tanya Seruni beru
“Apa pak Darma sudah tahu tentang ini?” tanya Jagat sambil menatap wanita di depannya ini dengan kesal. Selama ini memang dia tidak masalah jika wanita ini memotong kompas dan langsung melaporkan hasil perhitungannya pada Jagat, meski atasan wanita itu pak Darma akan marah padanya, tapi sedapat mungkin dia akan membela wanita ini, demi Rira. Akan tetapi sekarang Rira sudah tidak bekerja di sini, wanita yang dia cintai itu memang memutuskan untuk resign karena kondisi kakinya yang masih tidak bisa digunakan untuk berjalan. Selama ini Jagat selalu profesional dalam pekerjaannya tapi dia juga berusaha keras melindungi Rira dan melakukan apapun permintaan wanita itu. Jagat tahu Rira hanya wanita baik hati dan polos yang bisa saja tergerus oleh rekan kerjanya dan dia tidak ingin hal itu terjadi. Tanpa Rira, Jagat tidak ada keinginan untuk membantu wanita di depannya ini lagi. Untuk apa? Dia masih ingat jelas suara wanita yang menggunjing anaknya tadi pagi, meski dia tidak mencint
“Itu karma untuk Seruni yang sudah menyakiti Rira.” “Tapi kasihan kalau anaknya yang harus menanggung semuanya.” “Kasihan bagaimana salah sendiri tu anak lahir dari hasil hubungan menyakiti wanita lain.” Jagat meletakkan bolpoin dan dokumen yang sejak tadi dia periksanya sejak tadi, tapi deretan huruf itu sama sekali tak bisa mengalihkan pikirannya dari pembicaraan para perempuan yang tak sengaja dia dengar. Apa memang benar ini karmanya karena menyakiti Rira? Tapi Rira tidak mencintainya dan kejadian malam itu juga atas jebakan dari Arsen, kakaknya sekaligus tunangan Rira. Jagat menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya pelan, dia tidak percaya hal seperti itu, dia yakin pasti ada alasan kenapa anaknya harus terlahir tuli. Jagat menutup dokumen yang dia teliti tadi dengan keras, seharusnya dia memang sudah mengundurkan diri dari kantor ini sebulan yang lalu, tapi laki-laki itu terus menundanya. Baginya dia tidak pantas untuk menggantikan sang kakak yang super hebat it
“Apa kamu butuh sesuatu?” Seruni mengernyit menatap suaminya bingung. “Perlengkapan bayi bukankah kita belum membelinya?” tanya Jagat. Bahkan sampai sekarang bayi mungil itu belum mempunyai nama. Kelahirannya yang lebih cepat membuat Seruni bahkan belum memikirkan nama untuk bayinya. “Tita dan ayah sudah melakukannya untukku.”“Mereka akan mengirimnya ke rumah?” tanya Jagat lagi karena selain dua tas yang tadi dia bawa, Jagat tidak menemukan hal lain lagi. “Mungkin.” “Apa maksudmu dengan mungkin?” Seruni memalingkan wajahnya enggan untuk bicara lebih lanjut dengan sang suami. “Aku akan berbelanja kebutuhan bayimu, apa kamu ingin memesan sesuatu?” tanya Jagat akhirnya karena Seruni hanya diam tak bersuara. “Tidak ada Rira pasti bisa memilihkan yang terbaik untuk bayiku, bukankah kalian akan pergi bersama.” Jagat langsung menelan ludahnya pahit mendengar ucapan penuh sindirian sang istri. “Kamu marah karena aku tidak segera membawamu ke rumah sakit waktu itu dan malah-“ “Tida
“Kamu bisa? Apa perlu aku menggendongmu?” “Aku bukan bayi.” “Tapi baru saja melahirkan bayi.” Seruni menatap Jagat sambil menghela napas kesal. Dia jadi bingung sendiri pada dirinya. Saat sang suami mengabaikannya dan lebih memilih Rira dia merasa sakit hati, tapi saat sang suami perhatian padanya entah mengapa dia merasa perhatian itu tak tulus dan akan membuatnya sakit hati nantinya. Kenapa Jagat tidak bersikap biasa saja. "Aku tidak selemah itu, tolong bawa saja barang-barangku." Seruni menunjuk pada dua tas yang telah dia kemas, tentu saja isinya barang-barang yang baru saja dia minta Tita untuk belikan, dia bahkan melupakan tas yang sudah dia persiapkan di rumah. "Kamu yakin? Memangnya aku kuat berjalan jauh?" "Suster menawarkan kursi roda," kata Seruni dengan santai membuat Jagat hanya bisa melongo lalu mengangguk paham. Tak lama, dua orang suster datang yang satu membawa kursi roda da