Share

BAB 2 Dirumah Ibu

 

 

 

 

Perlahan  ku setir sepeda motorku keluar dari kantor sekolahku menembus jalan raya yang padat merayap. 

 

Hawa yang panas dijalan semakin memperkuat rasaku hari ini. Ya Alloh  apakah yang harus kulakukan, rasa amarah ini benar benar tak bisa kubendung tak terasa airmata mengalir. Pikiranku terus mengembara dengan ponsel yang salah kuterima tadi.

 

Entah kesengajaan atau tidak aku tak tahu, dihati dan pikiranku berkembang berbagai rasa yang berkecamuk.

 

 “Tin!" 

 

tiba - tiba suara bel mobil dari belakangku berbunyi sangat keras yang mengagetkan lamunanku yang sedang menjulang tinggi keangkasa

 

 

“Hoe!"

 

"Mbak kalau nyetir jangan sambil ngelamun!” jerit sopir truk dari belakangku yang membuat rancangan di kepalaku ambyar.

 

 

 Aku gelagapan ternyata aku berhenti kelamaan saat lampu hijau sudah menyala.

 

 

 

“ Maaf pak.” 

 

Sambil  tersenyum  Aku menjawab terus menyalakan motorku pergi. Rasanya gemetar sekali dibentak orang, tapi sudahlah aku yang salah kok.

 

 

Tak terasa sudah sampai di depan rumah ibu mertuaku , kulangkahkan kaki perlahan lahan kutapaki koridor samping rumah ibu mertua yang merupakan tempat favoritku. Hawa yang sejuk menerpa wajahku mengurangi rasa gundah gulana hatiku. Kumasuki rumah mertuaku perlahan lahan, tak ada seorangpun yang ada. 

 

 

 

“Kemana semua penghuninya.” 

 

Gumamku sambil terus melangkah keruang tamu. Ternyata mereka semua berkumpul diruang tamu sambil makan camilan masing masing.  

 

Begitulah ibu mertuaku jika cucunya berkumpul setiap sabtu dan minggu pasti sibuk membuatkan makanan dan memanjakannya.

 

Inilah yang membuat ketiga anakku sangat nyaman berada dirumah nenek mereka. Selalu saja ada drama antara cucu dan neneknya yang ujung ujungnya aku jadi tersangka. Tapi aku sangat menikmati sekali indahnya kasih sayang ini

 

 

 

“Mama, mama, kak Raksa, mama nakal dari tadi kentang gorengku diambil,  aku kan masih lapar,” tiba tiba Randi anakku yang bungsu memelukku sambil menangis.

 

Kupeluk erat sambil kucium Randi yang penuh keringat karena dikejar kakaknya itu, kulerai mereka namun mereka masih berlanjut. 

 

Aku hanya tersenyum bahagia menatap tingkah laku mereka yang lucu. Melihat semua itu boster bahagiaku pun muncul tiba-tiba. Rasa tidak nyaman karena mendapat telpon yang tidak berguna tadi sedikit  terlupakan. 

 

Ibu mertuaku yang bernama Zahra ini menghampiriku dan menyuruhku makan, aku menolak dengan halus soalnya masih kenyang dengan paket bakso jumbo bakar yang kumakan tadi saat jam istirahat siang bersama Indah. Aku pamit ke ibu untuk merebahkan badanku  yang sangat lelah ini di kamar sejenak.  

 

 

Tak terasa begitu menyentuh kasur dan menempel di bantal ragaku langsung terbius memasuki alam mimpi di pulau kapuk. 

 

Belum lama tubuh ini berbaring, aku  merasa berada dipinggir  pantai, kakiku menyentuh pasir putih yang lembut. 

 

 

Berjalan jalan di pinggir pantai , sesekali aku melompat menghindari terpaan air laut. 

 

 

Aku bersenandung lirih menikmati indahnya panorama sambil berjalan berputar putar sesukaku memainkan ombak air laut. 

 

 

Aku merasa sangat bahagia, sementara disampingku berdiri  seorang laki laki yang sangat kucintai. Ya aku bersama Bion Aditama Raharja, lelaki keren yang selalu jadi rebutan para gadis di tempatku kuliah. 

 

Dia tidak terlalu tampan namun sangat berkharisma, postur tubuhnya gagah dan atletis . Kulitnya hitam eksotis agak sawo matang semakin menambah kegagahannya. 

 

Sorot matanya sayu yang membuat setiap gadis yang ditatap selalu baper. Sikapnya tegas namun tidak menyakiti, semua orang yang berada di sekelilingnya merasa aman dan nyaman.  Hal itu pula yang membuat aku bucin banget kepadanya.

 

 

Mas Bion menggenggam erat tanganku  berjalan bersama di tepian pantai itu sesekali merangkul tubuhku yang mungil semampai ini untuk menghindarkanku dari senggolan pengunjung pantai yang lain. 

 

 

Saat berpapasan dengan cowok dia akan sigap  menarikku dalam pelukannya sambil berbisik ditelingaku bahwa aku hanya miliknya.  

 

Aku sangat suka sekali dengan sifat posesifnya yang membuatku merasa sangat dicintai dan dibutuhkan.  Dasar aku benar benar bucin dengan lelaki satu ini. Aku merasa jadi wanita yang paling bahagia saat bersamanya. 

 

Dia tarik tanganku menuju gundukan pasir yang ia kumpulkan dibawah pohon bakau, diajaknya aku membuat istana pasir bersama sambil bergurau saling melempar pasir dan kejar kejaran seperti anak kecil. 

 

Ditengah asyiknya kita bersenda gurau tiba tiba kulihat gulungan ombak yang sangat tinggi dari belakang Mas Bion. Aku berteriak sangat keras ke mas Bion untuk menghindar dari gulungan ombak yang semakin mendekat namun ia tak mendengar dan masih berdiri ditempatnya sambil tersenyum kearahku. 

 

Aku sangat panik melihat ombak yang tinggi menggulung, tanpa kusadari aku berbalik dan berlari sangat kencang ke tempat yang aman bersama pengunjung pantai yang lain. Kulihat mas Bion juga berlari namun usahanya terlambat sehingga terseret ombak yang maha dahsyat. Aku menangis sejadi jadinya.

 

“Mama, mama kenapa menangis.”  Raksa menepuk nepuk tubuhku agar aku terbangun. 

 

Mataku ku buka perlahan-lahan mengumpulkan seluruh kesadaran pikiranku yang masih terbawa arus mimpi. Kulihat sekeliling aku masih berada dikamar dirumah ibu. Aku  berseru alhamdulilah yang tiada henti karena seluruh kejadian hanya dalam mimpi bukan kenyataan . 

 

 

“Makanya kalau mau tidur berdoa dulu Firda.” omel ibu mertuaku yang cantik itu

 

Dia selalu menganggap  seakan-akan aku ini anak kecil padahal aku sudah beranak tiga. Aku tertawa saja mendengar omelan  sambil bangkit menuju kekamar mandi untuk membersihkan tubuhku sekaligus persiapan sholat ashar.

 

 

Samar samar diluar kudengar suara sepeda motor masuk pekarangan rumah, itu pasti Rania anak sulungku yang baru pulang dari test masuk Perguruan Tinggi Negeri di kotaku. Begitu masuk langsung rumah ibu ramai oleh celotehan dan tingkah manja kepada neneknya. Dimata anak anak nenek is the Best tiada tanding.

 

 

Setelah sholat berjamaah aku duduk diberanda depan rumah bersama Rania, Raksa dan Randi serta ibu ditemani pisang goreng hangat buatan ibu. 

 

Kami saling berebut sambil bergurau. Setiap sore kugunakan waktu sengggangku untuk family time bersama anak anak serta mengecek segala yang dilakukannya sehari tadi. 

 

Inilah caraku mendampingi pertumbuhan mereka. Rania dengan problematika remajanya yang membutuhkan pendampingan, maklum baru lulus SMA. 

 

Raksa si ABG yang baru lulus SMP merupakan usia labil dalam masa pencarian jati diri harus lebih banyak didengar dan di mengerti. Sementara sibungsu Randi si anak bontot yang manja baru kelas empat SD. 

 

 

“Kring!”

 

 

Suara  handphone dan nada sambungku mengalun kembali, tertulis dilayar ponsel bajingan. 

 

Hati ini berdegup dengan kencang menatap layar ponsel itu. Gemetar tubuhku terasa kembali menyeruak keseluruh jiwa.  Randi kuturunkan dari pangkuan kemudian berjalan agak menjauh dari beranda agar tidak menimbulkan masalah. 

 

Satu permasalahan belum selesai datang lagi masalah yang lain, pening rasanya kepala ini.

 

Hallo Assalamualaikum mohon maaf dengan siapa ya?"

 

"Hallo, coba tebak siapa aku?" 

 

Sayup sayup kudengar seperti suara seorang laki laki,  aku berpikir keras

 

"siapa ya ?"bisikku dalam hati.

 

 

 

 

 

Bersambung

 

Absen yuk di kolom komentar

⬇️⬇️⬇️⬇️⬇️⬇️⬇️⬇️

 

 

 

 

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Anquin Dienna
woow ceritanya menarik banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status