Sidang ke dua kasus perwalian hak asuh Arsenio Malik Akbar pun di gelar hari ini.
Para wartawan terlihat bersiaga menunggu kedatangan ke dua belah pihak antara pihak tergugat dan pihak penggugat.
Mischa dan Aldrian tiba lebih dulu.
Mobil Aldrian yang terlihat memasuki area parkiran gedung pengadilan langsung di serbu oleh para wartawan pemburu berita.
"Tidak usah tegang. Santai saja," ucap Aldrian pada Mischa sebelum mereka keluar dari mobil. Aldrian keluar lebih dulu dan membantu Mischa keluar dari mobil setelahnya untuk segera membawa Mischa menghindari kejaran para wartawan.
Aldrian terus menggenggam jemari Mischa sampai mereka masuk ke dalam gedung pengadilan.
"Mischa, kenapa wajahmu pucat sekali?
Di luar pengadilan, Mendy terlihat susah payah mengejar Xander yang berjalan cukup cepat.Sampai akhirnya, lelaki berjas hitam itu pun berhenti di sebuah tempat yang cukup sepi."Xander, kenapa kamu menghindari aku?" tanya Mendy yang langsung melingkarkan tangannya di lengan Xander."Kenapa kamu datang? Bukankah aku sudah melarang?" tanya Xander datar. Dia bahkan tidak menatap Mendy saat itu."Hari ini hari penting. Mana mungkin aku tidak datang. Aku hanya ingin memberimu semangat, sayang..." ucap Mendy dengan logat manjanya. Dia memposisikan dirinya berhadapan dengan Xander sambil memulas senyum termanisnya. Sayangnya, yang didapatnya dari Xander hanyalah sebuah tatapan tajam dan menusuk.
Setengah jam berlalu.Persidangan pun dilanjutkan.Setelah membuka persidangan presidium pun meminta pihak tergugat untuk mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan.Aldrian berdiri dengan penuh percaya diri.Dia memberi hormat pada hakim ketua sebelum mulai berbicara."Sebelumnya aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada klienku sekarang," ucap Aldrian pada hakim ketua."Ya, dipersilahkan,"Aldrian berdiri menghadap ke arah Mischa duduk."Nona Mischa, anda pernah mengalami depresi pasca melahirkan, apa benar hal itu terjadi sesaat setelah anda melahirkan anak anda?" tanya Aldrian pada Mischa.
Ruangan sidang telah sepi.Semua orang telah keluar untuk beristirahat selama penundaan sidang, kecuali Aldrian dan Mischa.Berulang kali Aldrian membujuk Mischa untuk mengajaknya keluar dan makan siang, tapi Mischa menolak. Sementara Aldrian sendiri tidak mungkin meninggalkan Mischa seorang diri.Sejujurnya, dalam hati, Aldrian kecewa terhadap Mischa. Seandainya saja Mischa bersedia mengikuti anjurannya. Mungkin keadaanya tidak akan seterpuruk ini. Kini, Aldrian sendiri tak mampu meyakini bahwa Mischa bisa memenangkan kasus ini.Bukti-bukti yang telah dikeluarkan Xander sangat kuat. Dan hal itu cukup membuat Hakim akan berpikir bahwa Mischa tidak layak menjadi seorang Ibu tunggal bagi Arsen jika selama ini Mischa berprofesi sebagai seorang PSK.Dan bodohnya, Kenapa Mischa tidak pernah bercerita tentang hal i
Apa yang terjadi hari ini seperti sebuah mimpi buruk bagi Mischa.Dia benar-benar tak menyangka jika hari ini akan terjadi. Hari dimana dia harus melepaskan satu-satunya orang yang menjadi alasannya untuk terus hidup. Satu-satunya orang yang begitu berarti dalam hidupnya.Arsen.Malam ini Mischa terus melamun di kamar sejak sore tadi Arsen di jemput Lulu untuk bermain bersama Kiki di kediaman Lulu.Sebagai seorang Ibu, Lulu jelas tahu apa yang dirasakan oleh Mischa saat ini.Itulah sebabnya dia terus menemani Mischa di kediaman sahabatnya itu. Lulu takut terjadi hal buruk menimpa Mischa. Sahabatnya itu tampak sangat kacau. Dia terus terdiam di atas tempat tidur, terduduk sambil memeluk ke dua lutut. Tak ada isakan, tapi lelehan air matanya terus mengalir keluar tanpa henti.Melihat hal itu, hati Lulu jelas teriris pilu.Lulu pun menghampiri Mischa di kamar
"Papah, kita mau kemana?" tanya Arsen kepada sang Ayah saat mereka sedang dalam perjalanan menuju kediaman utama keluarga Malik. "Kita mau ke rumah Papah. Nanti di sana Arsen akan Papah kenalkan dengan Omah Sarah. Dia itu nenek Papah. Arsen juga bisa panggil dia Omah, seperti Papah memanggilnya," jelas Xander. "Apa Omah Sarah baik?" tanya Arsen lagi. "Omah Sarah orangnya baik. Asalkan Arsen bisa menjaga sikap dan cara bicara Arsen dihadapan Omah Sarah. Dia tidak terlalu suka dengan orang yang banyak bicara. Jadi, kalau nanti Arsen bertemu Omah Sarah, kalau tidak ditanya apa-apa, Arsen diam saja, ya?" Arsen pun mengangguk paham dan membiarkan Xander melanjutkan kata-katanya. "Omah Sarah sudah menyiapkan kamar yang bagus dan luas untuk Arsen dan dia
Seorang wanita berlari tertatih dengan kaki setengah pincang, menyusuri lorong gelap dan sepi. Sesekali dia menoleh ke belakang dengan ekspresi cemas dan takut. Wanita itu terus berlari sambil menggenggam kuat sebuah ponsel di tangannya. Hingga akhirnya, Aliana berhasil keluar dari lorong gelap itu dan sampai di sebuah trotoar pejalan kaki yang cukup ramai oleh lalu lintas dan para pedagang kaki lima. Aliana masih terus berlari dengan susah payah. Namun dia sadar, sosok Denis pasti masih terus mengejarnya. Denis tidak akan berhenti mengejarnya meskipun dirinya berlari ke ujung dunia sekalipun. Jadi, satu-satunya cara yang bisa membuatnya selamat dari kejaran Denis hanyalah bersembunyi. Sebuah mobil mewah terparkir di pinggir trotoar tepat di depan sebuah club malam. Seorang laki-laki berjas hitam terlihat berjalan keluar dari Club dan melangkah ke arah mobil itu.
Di sepanjang perjalanannya mencari Mischa, Aldrian terus mencoba untuk menghubungi Mischa meski hasilnya tetap saja nihil. Ponsel Mischa aktif, tapi sepertinya Mischa memang sengaja tidak menyalakan dering ponselnya, tapi yang pasti Mischa memiliki alasan untuk itu. Aldrian masih terus mencari sampai akhirnya dia teringat sesuatu. Apa mungkin Mischa mendatangi kediaman Xander untuk menemui Arsen? Pikir Aldrian membatin, hingga setelahnya Aldrian pun memutar kemudinya menuju kediaman utama keluarga Malik. Semoga saja dia bisa menemukan Mischa di sepanjang perjalanan menuju rumah itu. Dan benar saja, di tengah perjalanan, Aldrian melihat sekelompok orang yang terlihat
Mendy datang ke kediaman utama keluarga Malik pagi-pagi buta sebab Xander yang memintanya. Bagi Mendy, tak ada hal yang lebih penting dibanding apapun kecuali Xander dalam hidupnya. Arsen masih terus menangis saat Mendy datang. Anak itu bahkan tidak mau di ajak keluar dari bawah tangga. Mendy tersenyum manis ke arah Xander dan berusaha menenangkan Xander. "Percayalah padaku, semua akan baik-baik saja," ucap Mendy seraya membelai dada bidang Xander. Mendy membungkukkan badan supaya bisa melihat keadaan Arsen di bawah sana. Bocah itu terlihat lelah dan sedikit terkejut. Bibirnya membiru, pasti dia kedinginan. "Hai Arsen? Apa kabar? Kamu kenal akukan?" ucap Mendy yang kini sudah berjongkok di bawah tangga.