"Om Duda, nikah yuk!" kata Amel dengan gaya tengilnya dan mengedipkan mata kepada Raffa.
"Apa yang kamu katakan, Kaki Pendek!" hardik Raffa gemas, ia mendekat dan menoyor kening Amel."Aduh ... Om Duda, tega banget sih, nanti gak ada yang mau jadi istri Om Duda, lho," cecar Amel mengusap keningnya dan memanyunkan bibir."Itu, kamu ngajakin saya nikah. Berarti kamu mau jadi istri saya dong," sembur Raffa gemas dengan bibir Amel yang terus bisa menjawab."Ihh ... geer banget! Siapa yang ngajakin nikah, huh ... Om Duda udah kebelet ya, sampe ngehalu," cibir Amel membuat Raffa membulatkan mata dan menatap tak percaya ke arah gadis itu."Kamu ...!" Raffa menggeram, Amel yang mulai merasakan bahaya bergegas berlari ke rumahnya tak lupa menjulurkan lidah meledek Raffa."Gadis kecil itu, awas aja kamu," geram Raffa mengepalkan tangan lalu memilih masuk ke kediamannya hendak beristirahat sehabis joging.Amel segera memasuki rumah tanpa mengetuk pintu, membuat sang Ibu yang hendak keluar terpentuk benda panjang itu. Wanita paruh baya itu mendengkus memandang kesal Amel. Ia bersidekap dengan tatapan marah memandang Amel yang hanya cengar-cengir."Lama banget sih! Tadinya Ibu mau nyusul kamu tau," cecar sang Ibu lalu merebut belanjaan ditangan Amel."Ya biasa Bu, tadi ketemu Om Duda jadi agak lama," balas Amel lalu masuk dan mendaratkan bokong di sofa."Kamu ini! Jail banget, gak usah diperjelaslah pake panggilan itu. Manggil Om Rafa, ke, inimah malah Om Duda," tegur sang Ibu sedangkan yang dinasehati hanya cengar-cengir."Kan memang duda, Bu. Amel gak salah dong," ucap Amel membela dirinya membuat sang Ibu mendengkus."Kamu susah banget dikasih tau! Mendingan Ibu lanjutin masak aja," ujar Sekar memandang malas ke arah sang anak, ia melangkah ke dapur melanjutkan acara masak yang tertunda."Nah gitu ke dari tadi, gak usah komenin panggilan aku buat Om Duda," gerutu Amel kala merasa sang Ibu telah pergi."Apa yang kamu katakan, Amel!" pekik Sekar dengan suara menggelegar membuat Arumi membulatkan matanya lalu bergegas masuk ke kamar memilih kabur dari amukan sang Ibu."Astagfirullah, suara Ibu bikin kaget aja. Untung gak jantungan," keluh Amel mengusap dadanya yang berdebar dengan cepat."Huh, mendingan aku ngedrakor aja dah," kata Amel menghempaskan bokong di a lalu mulai menonton film kesukaannya.Dilain tempat, Raffa memilih melakukan pekerjaannya di kamar. Lelaki itu bahkan melupakan sarapan, ia malah mengisi perut hanya dengan secangkir kopi. Membuat sang Mama sedikit kesal."Raffa ... ayo sarapan dulu," pinta sang Mama mengetuk pintu kamar anak lelakinya."Nanti aja, Mah," tolak Raffa tanpa membukakan pintu."Ya ampun, Raffa, jangan memaksakan diri," bujuk sang Mama berusaha membuka pintu yang ternyata dikunci, membuat ia menghela napas lalu memilih menyerah."Semenjak bercerai, dia menjadi gila kerja gini," keluh sang Mama mendaratkan bokong di kursi dan memandang sang suami dan adik Raffa."Eh, jodohin ama temenku aja, Mah. Tetangga sebelah kita, cocok mereka. Kali aja pertengkaran mereka menimbulkan benih-benih cinta," usul Shilla menyeringai, ia membayangkan jika sang Kakak menikah dengan temannya pasti seru."Ahh ... bener juga ya, kan, mereka udah kenal lama, bahkan Mama sama Ibunya deket," balas Wulan, membuat Shilla yang tengah membayangkan buyar dan membulatkan mata mendengar perkataan sang Mama."Mama yang bener aja, masa nerima usulan konyol, Shilla," tutur Shilla membuat Wulan mengeryitkan alisnya dan memandang heran sang anak."Memang kenapa, La. Mereka serasi juga, anak Mama ganteng kok, masih pantes punya istri yang seumuran adiknya," sahut Wulan membuat Shilla menepuk jidat, memilih mengisi perutnya dengan makanan."Kamu ini aneh, La, kasih saran kok sekaramng malah bilang konyol sih," gerutu Wulan lalu melahap makanannya."Mama kangen Papamu, La. Nanti anterin Mama ke sana ya," pinta Wulan membuat Shilla mendongak memandang sang Mama lalu mengangguk mengiyakan mulai melahap makanan lagi.***Seminggu berlalu, kini waktunya Amel pergi ke sekolah. Sekarang adalah hari kelulusan gadis itu, ia sudah rapi bersama sang Ibu. Kala hendak pergi, motor perempuan tersebut tidak bisa dinyalakan membuat dia sangat kesal."Huh, lagi acara penting gini malah ngambek nih motor!" geram Amel memukul jok motor."Ada apa, Mel? Kenapa kamu pukul motornya?" tanya Sekar mendekati anaknya, ia telah rapi untuk ikut dengan sang putri."Ini lho, Bu, motornya mogok," keluh Amel mendaratkan bokong di motor, ia menampakkan wajah sendu."Kalau gitu ikut kami aja yuk!" ajak seseorang membuat Amel dan Ibunya menoleh ke asal suara."Serius, Jeng? Aduh jadi ngerepotin nih. Tapi makasih banget," celetuk Sekar seraya mendekati Wulan lalu menoleh lagi ke anaknya yang masih duduk di motor."Mel, taruh motornya lagi. Kita bakal bareng Tante Wulan," seru Sekar yang sudah sejajar dengan Wulan yang berdiri di depan pagar rumah kediaman wanita yang mengajak itu."Iya Bu," sahut Amel lalu mulai menyimpan motornya dan bergegas mendekati Sekar dan Wulan yang tengah berbincang dan bergegas masuk ke kendaraan roda empat milik anaknya.Wulan lekas menelepon Raffa agar cepat keluar. Ia mengembuskan napasnya kala mendengar jawaban sang anak. Akhirnya ia memilih mematikan sambungan telepon."Tan, Shillanya mana?" tanya Amel kala memandang Wulan selesai menelepon Raffa, padahalkan bisa masuk aja dan bertanya langsung tapi sudahlah Arumi malas memikirkan itu."Ohh ... Shilla, dia udah berangkat duluan sama pacarnya," sahut Wulan menoleh memandang Amel dengan bibir melengkuk menjadi sebuah senyuman."Ohhh ...." Amel hanya mengangguk kepalanya."Tante, kenapa sih liatin aku terus," seru Amel menegur Wulan yang terus memandangnya."Gak, kamu cantik kalau dandan gini," lontar Wulan membuat Amel salah tingkah lalu menggaruk kepalanya."Mah! Aku udah siap nih," ucap seseorang yang sudah membuka pintu mobil membuat semua memandang ke arahnya."Kok kamu ada disini," seru Raffa kala melihat Amel tengah memainkan ponsel."Emang kenapa sih, mendingan kamu cepet deh. Nanti telat lho," cecar Wulan memandang anaknya."Jeng, akutuh kesel tau, masa anakku ini masih seneng ngeduda aja," keluh Wulan kala mobil sudah melaju, membuat Raffa menoleh sekilas dengan tatapan kesal sedangkan Amel terdengar hendak tertawa tetapi dia tertahan."Ya udah nikahin aja, Jeng," balas Sekar tersenyum kecil, yang dibalas anggukan Wulan lalu wanita itu menoleh memandang Sekar."Kita nikahin Amel sama Raffa yuk! Mereka serasi lho. Lagian dulu sekitar semingguan lah, saya denger Amel ngajakin Raffa nikah lho," papar Wulan memberikan ide, membuat Amel membulatkan mata terkejut sedangkan Raffa menyeringai."Ih, Tante! Apaan sih, aku kan cuma bercanda, iya gak, Om," sembur Amel memandang lelaki yang kini fokus mengendaraan mobil. "Kamu bercanda, tapi aku serius, boleh tuh Mah, lamarin Amel buat aku," lontar Raffa membuat Amel membulatkan matanya. "Apaan sih, Om! Jangan rese deh," geram Amel menatap kesal ke arah Raffa yang matanya masih fokus ke jalanan. "Aku gak rese kok, Sayang. Mah, tolong cepet lamarin Amel ya," seru Raffa membuat Amel mengembuskan napas lalu memilih mendengarkan musik di handphone dan Wulan, Sekar terkekeh melihat kelakuan dua manusia ini. Kini mereka telah sampai di sekolahan, suasana sangat ramai. Amel langsung berpamitan pada Ibu dan Wulan untuk berkumpul dengan teman-teman sebayanya. "Mah, aku pamit ke kantor dulu," tutur Raffa menyodorkan tangan dan disambut Wulan, lelaki itu lekas mencium punggung tangan sang Mama dan Sekar. "Kamu jangan terlalu malam pulangnya, Mama akan melamar Amel buat kamu," ucap Wulan membuat Sekar menoleh memandang tetangganya itu
Di tempat Raffa, kini lelaki itu sangat sibuk. Bahkan ponselnya tertinggal di mobil, ia akhirnya mengembuskan napas kala ada waktu beristirahat. Dia bersandar di kursi, lalu merogoh saku dan tidak mendapatkan benda pipih. "Huh, segala ketinggalan lagi," gerutu Raffa, lelaki itu bangkit dari kursi dan mulai berjalan menuju parkiran untuk mengambil ponselnya di kendaraan roda empat tersebut. "Banyak banget telepon dari Shilla," gumam Raffa pelan, kala mengambil handphonenya lalu memilih melangkah terlebih dahulu menuju ruangannya. "Pak, gak ke kantin buat maka?" tanya salah satu karyawatinya dengan senyuman di bibir. Raffa hanya melirik sekilas lalu menggeleng. "Kalian saja yang makan siang, kalian harus menjaga kesehatan agar bisa terus bekerja dengan benar," balasnya lalu melangkah pergi lagi meninggalkan wanita itu. "Ahhh ... Pak Raffa perhatian banget sih," ucap perempuan itu seraya memegang pipinya yang tersipu malu. "Bukan cuma ke, lu, kali, itu juga ke kita-kita. Jangan ke
"Mel, kamu cepet dandan gih! Ini, pake baju yang ini," seru Sekar menyodorkan pakaian pada anaknya yang kini tengah menonton drama korea."Nanti aja, Bu, ini lagi seru-serunya nih," tolak Amel yang matanya masih pokok ke layar handphone. "Jangan nonton terus, ini udah sore! Waktunya kamu mandi, masa perawan jam segini belum mandi sih," gerutu Sekar mengambil handphone anaknya lalu memasukan ke tas. "Ihhh ... Ibu apa-apaan sih! Itu tadi lagi seru-serunya lho," keluh Amel mempautkan bibirnya, ia sama sekali tak berani mengambil ponselnya itu. "Mandi dulu! Baru nanti handphonenya Ibu kasih, ingat kudu dandan yang cantik," ucap Sekar lalu pergi keluar dari kamar putrinya."Ihh, Ibu rese. Ngapain coba pake baju ginian dan disuruh dandan," gerundel Amel lalu mengambil handuk dan masuk ke bilik mandi.Sambil menunggu anaknya selesai mandi dan dandan. Ia lekas menelepon seseorang yang dia suruh membuat beberapa kue, senyuman lega terukir kala semua akhirnya beres. Sekar bergegas melakukan
"Emang kenapa kalau Duda, Mel. Yang penting dia bertanggung jawab dan sayang sama kamu. Pernikahan yang dulu aja, itu mereka cerai kesalahan mantan istrinya, Mel. Bukan Raffanya lho," jelas Sekar memandang anaknya dan terlihat tengah memijit kening. "Ibu takut gak bisa jagain kamu lagi, Sayang. Takut Ibu dipanggil yang maha kuasa tapi kamu belum memiliki orang yang menjaga kamu, Ibu gak tenang, Mel," lanjut Sekar membuat mata Amel membulat dan menatap sang Ibu. "Ibu jangan ngomong gitu! Walau Ibu ngeselin tapi Amel gak mau kehilangan Ibu," lontar Amel dengan nada sendu, ia mendekati wanita yang melahirkannya dan memeluk sang Ibu. "Ye ... kamu mah lagi melow juga, malah ngomong gitu," gerutu Sekar yang disambut kekehan Amel."Tapi Ibu beneran, lebih leluasa dan tenang kalau aku nikah sama Om Duda," kata Amel lalu ia mendapatkan cubitan gemas di pipi oleh Ibunya. "Coba jangan nyebut Om Duda, Sayang! Kamu ini susah dikasih tau," dumel Sekar yang disambut senyuman Amel. "Iya, Ibu leb
Raffa terkejut mendengar suara cempreng Amel. Ia tiba-tiba tersenyum membayangkan gadis itu menjadi istrinya. Baru saja hendak menelepon lagi, sang sekertaris memberitahu jadwal mendadak. Lelaki tersebut bergegas pergi karna akan bertemu klien. "Kenapa kasih taunya mendadak sih!" geram Raffa melonggarkan dasi kala kendaraan roda empat tersebut tengah melaju. "Maaf, Pak, saya lupa," balas sekertarisnya itu, membuat Raffa mendengkus. "Lebih cepat bawanya, saya juga ada acara sesuatu nanti malam," perintah Raffa yang dibalas anggukan sang sekertaris. "Lain kali jangan teledor, bisa!" geram Raffa masih menumpahkan kekesalannya. "Maafkan, saya Pak. Anak saya lagi sakit soalnya, jadi saya kurang fokus," sahut sekertaris itu, membuat Raffa mengembuskan napas lalu memijat keningnya. "Pokok bawa mobilnya, jangan banyak pikiran!" seru Raffa, lalu lelaki itu memejamkan mata karna kelelahan di perusahaan miliknya. Raffa benar-benar sibuk, lelaki itu bahkan tak sadar jika kini jam sudah me
"Beda lah, tahu bulat itu enak walau dadakan. Kalau lamaran ini kan gak enak kalau sampe telat, udah dadakan telat lagi," dumel Wulan, wanita itu pun ikut berusaha menelepon sang anak. "Mama ini kok malah ngelawak! Lagi genting juga," omel Shilla membuat Wulan mendengkus. "Siapa yang ngelawak sih, La! Kalau Mama mau ngelawak mendingan ke acara opera van java aja," balas Wulan."Ngapaian punya handphone kalau ditelepon aja gak diangkat sih," gerutu Wulan lagi membuat Shilla geleng-geleng kepala, ia sudah bilang seperti handphone sang kakak baterainya habis. "Mama ini apaan sih, itumah acara udah lama banget tau, lho. Lagian ngapain jadi bahas itu sih, ini kita lagi ketar-ketir lho," ucap Shilla akhirnya kedua wanita itu malah berdebat. Sedangkan di kediaman Amel, gadis itu sudah tersenyum sumringah karna yang mau melamar belum datang. Bahkan sang Ibu kini tengah cemas menunggu kedatangan keluarga Raffa, padahal rumah mereka cuma berjarak beberapa langkah. Sedangkan Bagas, Kakaknya
Akhirnya acara itu selesai, mereka mulai menentukan kapan pernikahan terjadi. Wulan meminta agar secepatnya. Dua minggu lagi akad dan repsesi akan dilaksanakan. Kala semua sudah pulang, kini rumah Amel telah sepi. "Allhamdulillah, semuanya akhirnya berjalan lancar." Sekar mengucapkan syukur, wanita itu kini duduk lesehan di karpet. "Kan, sudah Bagas bilang, pasti Raffa terlambat karna macet, Bu. Lihat dia aja abis pulang langsung ke sini, gak mandi atau ganti baju dulu," timpal Bagas yang dibalas anggukan Sekar."Amel mau ke kamar dulu ya, capek. Mau istirahat," pamit gadis itu pada Ibunya yang langsung dibalas anggukan Sekar. "Sana istirahat, biar Mas yang rapihin ini semua. Sekalian Ibu juga istirahat," lontar Bagas pada perempuan yang ia sayangi. Amel langsung berlalu dengan lesu ke kamar. Ia menghempaskan bokong ke kasur, lalu memukul-mukul bantal untuk melampiaskan kekesalannya. "Aku harus telepon Om Duda," kata Amel lalu mencari handphone, ia mengembuskan napas kasar karna
"Udah merasa dewasa ya, nasehatin Kakaknya," sinis Raffa dengan bertolak pinggang, membuat nyali Shilla menciut gadis itu langsung menundukan kepalanya. "Eummm ... bukan gitu, Kakak. Maksudku ...," ucapan Shilla terhenti karna ia terkejut kala tangan sang Kakak tiba-tiba memegang bahunya. "Udah, Kakak ngerti kok. Kamu khawatir kan sama sahabatmu itu, tenang aja! Kakak gak main-main kalau soal pernikahan, Sayang. Mungkin memang dia jodoh Kakak, doakan yang terbaik aja ya," tutur Raffa membuat Shilla mendongak lalu memeluk lelaki itu. "Ahhh ... aku doain memang kalian berjodoh, Ka. Aku sayang banget sama kalian," lontar Shilla yang dibalas anggukan Raffa, setelah itu ia melepaskan pelukkan pada Kakaknya. "Ya udah, sana pergi! Kakak banyak kerjaan tau. Biar nanti pas hari akad tiba, Kakak bisa istirahat, makanya Kakak sekarang bener-bener usahain agar tak mengabaikan sahabatmu itu, eh bukan deh. Calon Kakak iparmu," ujar Raffa membuat Shilla yang tadinya cemberut lalu terkekeh menden