Suamiku tidak pernah mencintaiku dan itu fakta. Satu-satunya alasan kenapa aku bertahan dalam pernikahan ini adalah karena aku mencintainya dan telah membelinya dengan sejumlah harta. Siapa sangka musim panas pertengahan Oktober lalu aku dikejutkan akan fakta lain dari suamiku. Fakta yang mungkin tidak akan pernah diterima oleh istri bahkan wanita manapun.
Voir plusBab 1. Kepergian Suamiku
"Bi, kenapa Mas Daniel belum juga pulang ya? Biasanya kalo jam segini dia sudah pulang?" tanyaku pada Bi Nani, salah satu asisten rumah tangga yang sudah mengabdi di keluarga ini belasan tahun lamanya. "Oh, saya nggak tahu Nyah. Memang sih biasanya Tuan pulang jam empat sore tapi kok hari ini lain ya. Ehm ... Mungkin masih ada rapat di kantor Nyah," ucap Bi Nani dengan segala keramahtamahannya. Wajahku langsung masam, duduk di kursi sofa dengan segala pemikiran yang ada. Hari ini adalah ulang tahun Daniel yang ketiga puluh lima, mana mungkin ia lupa akan tanggal kelahirannya sendiri bukan?! "Coba Nyah ditelepon, mungkin Tuan Daniel lupa kalo hari ini ulangtahunnya," hibur Bi Nani sambil tersenyum. Aku mendongak, memandang asisten paruh baya itu dengan tatapan penuh arti. "Nggak usah Bi, mungkin benar kalo Mas Daniel masih sibuk di kantor. Sembari nunggu, biar saya hias rumah ini seadanya saja untuk menyambut kepulangannya nanti," jawabku sambil mengukir senyum. Bi Nani mengangguk, ia setuju dengan pemikiranku. Maka dalam sekejap mata rumah yang pada awalnya biasa saja kini berubah meriah dan penuh hiasan ala pesta ulang tahun. Kutatap hasil kreasiku dengan puas. Meski Mas Daniel sering cuek kepadaku, hal itu tidak mengurangi takaran cintaku kepada lelaki tersebut. "Bagaimana Bi? Hiasan balonnya bagus bukan?!" Aku menatap hiasan di dinding dengan penuh rasa bangga. Bi Nani menganggukkan kepala, "Bagus Nyah, kreasinya sungguh luar biasa. Saya yakin Tuan Daniel pasti senang dengan kejutan ini." Aku tersenyum lebar, berharap pengorbananku kali ini tidak sia-sia di mata suamiku. "Oh ya Bi, kue ulang tahunnya sudah disimpan di lemari es belum? Saya takut lupa nyimpennya dimana," ucapku sambil memandang Bi Nani dengan khawatir. Sang asisten terkekeh, "Sudah Nyah, sudah saya taruh di lemari es. Tinggal nunggu Tuan pulang aja langsung nyanyi dan tiup lilin." Aku kembali tersenyum, perasaanku lega bukan main. "Ya sudah Bi, saya siap-siap dulu ya. Gerah nih, mau mandi." "Iya Nyah, silakan." Bi Nani mempersilakanku untuk membersihkan diri. Aku pun dengan riang naik ke lantai dua, memasuki kamar dan membersihkan diri di kamar mandi pribadi. Sore ini akan menjadi sore yang spesial bagi kami berdua. Daniel berulang tahun bertepatan dengan tiga tahun pernikahan kami saat ini. Sore berganti senja, penantianku ternyata tidak berakhir di situ saja. Ketika aku mati-matian menunggu dengan rasa sabar yang kupunya, perasaanku mendadak campur aduk tidak karuan. "Nyah, akhirnya Tuan pulang." Bi Nani berseru, ia berlari dari arah tirai jendela dan menghampiriku. Wajah masamku langsung buyar, aku turut melihat dari balik tirai jendela. Mendadak batinku semringah, mobil milik Daniel sudah memasuki halaman rumah sekarang. "Nyah, saya ambil kuenya dulu ya." Bi Nani ikutan girang, ia buru-buru berlari ke arah dapur untuk mengambil kue dan membawanya ke ruang tamu. Jantungku berdebar kencang, hari ini bukan ulang tahunku tapi serasa turut merayakan hari sakral itu. Setelah menyalakan lilin pada angka tiga dan lima, aku yang membawa kue ulang tahun telah bersiap di depan pintu. Tok ... Tok ... Pintu itu diketuk, Bi Nani dengan sigap membukanya dengan perasaan senang. "Happy birthd—" Lagu itu sontak berhenti dari bibirku sesaat setelah tahu bahwa yang datang bukanlah Daniel melainkan Riko —asisten pribadi Daniel di kantor. "Ma-maaf, saya mengejutkan Nyonya." Riko merasa sungkan, ia membungkukkan badan padaku dan juga Bi Nani. Aku segera menguasai keadaan, memberikan kue itu pada Bi Nani secepat kilat. "Mas Riko, kenapa datang kemari? Mas Daniel mana?" tanyaku sambil sesekali melongok ke belakang Riko. Pria berwajah manis itu sekali lagi membungkuk, ia menyerahkan kunci mobil padaku. "Maaf Nyonya, saya datang diutus oleh Tuan Daniel. Beliau meminta saya untuk memberikan kunci mobilnya pada Nyonya." Aku menerima kunci itu dengan ragu. Mendongak, memandang Riko dengan penuh tanda tanya. "Maksudnya apa Mas?" Riko menarik napas, ia menundukkan pandangan. "Tuan Daniel pergi ke Bali tadi siang, katanya ada keperluan mendadak. Beliau meminta saya untuk mengembalikan kunci seraya mengabarkan berita ini pada Nyonya." "Apa?" Aku mendesis, cukup terkejut hingga terhuyung ke belakang beberapa langkah. "Tapi, kenapa ia tidak bilang padaku jika ingin pergi?" Riko terdiam, ia hanya mampu menunduk dan tak bicara apa pun. Aku merasa patah hati, menggenggam kunci mobil itu erat-erat hingga tanpa sadar tanganku terluka. "Kenapa ... Kenapa ia pergi di saat penting seperti ini?!" Napasku mendadak terasa sesak, buru-buru merogoh saku rok dan mengeluarkan ponsel. Niat hati ingin menelpon Daniel tapi nihil, suamiku itu tengah mematikan ponselnya sekarang. "Apakah kamu tahu, ada urusan apa Mas Daniel pergi ke Bali?" tanyaku sambil menoleh ke arah Riko. Pria itu masih diam, ia menundukkan kepala semakin dalam. Melihat gelagat aneh itu rasa penasaranku kian menguat. "Mas Riko, tolong jawab pertanyaanku. Kamu pasti tahu sesuatu tentang Mas Daniel bukan?!" "Maaf Nyonya, saya hanya disuruh untuk mengembalikan kunci mobil saja. Saya permisi dulu, maaf sudah mengganggu." Riko membungkuk, pria itu terkesan menyembunyikan sesuatu dariku. "Tapi Mas Riko, tunggu Mas. Tunggu!" Aku mengikuti langkah Riko, sayangnya kakiku tersandung keset di teras rumah hingga membuatku terjerembab ke lantai. "Mas Riko, berhenti dulu Mas." "Sudah Nyonya, sudah." Bi Nani meraih tubuhku, membantu untuk bangun dari lantai. Aku menggigit bibir, menatap kepergian Riko yang buru-buru di senja sore kala itu. Menoleh ke arah Bi Nani, perasaanku sudah pasti terasa sangat hancur. "Bi, apa yang terjadi? Kenapa Mas Daniel tiba-tiba pergi? Kenapa Bi?" **Bab 70. Ayah BaruAku dan Riko kini akhirnya bisa hidup satu atap. Setelah pernikahan, aku diboyong dan tinggal di sebuah perumahan yang cukup luas dan nyaman. Meski tidak semewah yang dulu, aku merasa hidupku jauh lebih berbahagia.Perumahan yang sekarang adalah hasil keringat Riko sejak tiga tahun yang lalu. Beruntungnya aku hanya tinggal dan menempatinya saja.Kami bertiga hidup di perumahan itu, memiliki kebun kecil yang sering kutanami sayur mayur dan beberapa jenis bunga. Tak heran jika rumahku paling hijau sendiri dibandingkan rumah-rumah yang lain.Jarak dari perumahan ke tempat kerja Riko juga tidak jauh. Tak perlu memakai mobil, Riko lebih senang mengendarai motornya untuk pergi bekerja. Benar-benar hidup yang sederhana namun bahagia."Hallo Alvaro, sudah makan belum nih? Nih ayah belikan biskuit buat kamu," ujar Riko setiap kali pulang dari tempat kerjanya di restoran.Pria itu sangat penyayang, sering mengajak Alvaro main cilukba bahkan saat ia baru pulang kerja dan capek.
Bab 69. Aku Mengaku KalahHari pernikahan telah ditentukan, seluruh keluarga kembali berkumpul untuk mendiskusikan berbagai hal mulai dari wedding organizer, konsep pernikahan, souvernir apa yang akan mereka beri untuk tamu, hingga jenis hidangan yang akan mereka suguhkan nanti.Semua orang begitu ribut membahas hal ini, beda dengan diriku dan Riko yang hanya pasrah dan menunggu clear saja.Setelah melakukan banyak persiapan yang hampir disiapkan sebulan penuh, hari bahagia itu akhirnya sampai juga di depan mata. Kami menggunakan konsep adat Jawa dimana kami memang sama-sama keturunan orang Jawa.Pernikahan digelar di sebuah gedung yang besar, mewah, meriah, dan banyak tamu yang diundang. Tentu saja penikahan kali ini tak kalah semarak dari pernikahanku yang dulu. Hanya bedanya, dulu pasanganku adalah pria dingin yang sama sekali tidak berniat untuk membalas cintaku sedangkan saat ini, pria yang berdiri di sampingku adalah pria baik hati yang akan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk
Bab 68. Kedatangan MantanMenahan napas beberapa detik, aku sadar jika kejadian seperti ini pasti bakal terjadi suatu saat. Ya, semenjak pisah dengan Daniel, aku memutuskan akur demi Alvaro. Akur di sini bukan berarti tidak ada lagi masalah, hanya saja aku memilih menghindar tiap kali bertemu Daniel.Pria itu akan datang beberapa bulan sekali untuk menjenguk Alvaro. Hanya Alvaro dan sama sekali tidak bertemu denganku. Bagaimana pun luka tetap saja luka, butuh waktu untuk benar-benar bisa menyembuhkannya."Ini bukan saat yang tepat Mas, aku masih bekerja." Aku mengucapkan alasan sambil menunduk, "mungkin nanti selepas dhuhur kamu bisa menemui Alvaro di rumah."Daniel menggeleng, tidak setuju dengan saran yang kuberikan."Tidak bisa, aku ada pekerjaan lain selepas dhuhur nanti." Daniel menolak ideku, matanya yang tajam kini memandangku, "aku bisa mengubahnya misal kau juga mau menemuiku nanti."Aku menelan ludah. Sulit rasanya menerima penawaran itu, selama ini setiap kali bertemu Alva
Bab 67. Lamaran"Iya, kamu jangan kaget." Ayah menepuk lenganku dengan lembut. "Ternyata Pak Effendi ini dulu temen perjuangan ayah waktu SMA. Kami punya hobi yang sama, sama-sama menyukai bonsai. Hanya baru akhir-akhir ini kami bertemu saat reuni sekolah."Ayah terkekeh, menggelengkan kepala sesaat. "Ternyata dunia ini tidak selebar daun kelor ya. Kukira siapa, ternyata kamu toh.""Dan yang lebih mengejutkannya lagi, si Devi ini sudah kenal Riko beberapa tahun belakangan. Bener-bener jodoh nggak sih Yah?" Ibu turut berbaur dengan perbincangan itu. Kedua keluarga saling terkekeh, berbagi kebahagiaan satu sama lain."Iya Pak, Bu, saya juga kaget ternyata ayah saya malah jauh lebih kenal keluarga ini ketimbang saya," ucap Riko dengan sopan. Pria itu sesekali melirikku yang tengah memangku Alvaro sambil tersenyum."Berarti memang benar-benar jodoh," timpal Pak Effendi mantap dan disambut tawa ceria yang lain."Oh ya Pak, Bu, silakan diminum dulu tehnya. Dimakan juga cemilannya," ucap ibu
Bab 66. Pernyataan Cinta"Ini?" Riko lalu mengalihkan pandangannya sendiri ke arah dekapannya. Ia lantas tertawa, "bukan. Ini keponakanku Dev. Anak dari kakak perempuanku, baru berusia sepuluh bulan.""Oh kirain anakmu," sahutku dengan wajah sedikit malu. Pria berkaos hitam itu hanya terkekeh sambil menimang-nimang keponakannya yang berjenis kelamin perempuan."Bukan. Aku masih single, belum memiliki istri apalagi anak," ujar Riko selaki lagi. "Oh ya, bisa kita ngobrol di sana nggak? Sambil minum kopi atau makan roti."Riko menunjuk pada salah satu stand yang menjajakan kopi dan juga roti. Aku menoleh ke arah yang ditunjukkan Riko, tanpa basa-basi aku pun langsung mengiyakan saja."Kamu pesan apa? Aku hari ini yang akan mentraktirmu," ujar Riko setibanya di stand itu. Sambil mendudukkan keponakannya di pangkuan, Riko begitu luwes ketika memomong bayi berumur sepuluh bulan tersebut."Terserah kau saja," jawabku tanpa keberatan. Riko mengangguk, ia lantas melambaikan tangannya pada penj
Bab 65. Siapa yang Lebih Munafik?POV DeviAku masih diam, saat ini aku nggak tahu harus bersikap bagaimana. Dengan kaki gemetar, aku melangkah untuk melihat bayi mungil tersebut dari dekat.Benar saja, kini terlihat jelas bagaimana wajah, dagu, alis, hingga warna kulitnya sama persis dengan Daniel. Aku menelan ludah, bagaimana pun aku benar-benar seperti ditusuk dari belakang oleh Daniel. Dia bilang nggak berbuat, dia bilang mungkin itu bayi orang lain tapi apa? Buktinya bayi ini bahkan amat sangat mirip dengannya. Memang, dosa akan bicara pada waktunya."Lihat Dev, bayinya mirip dengan Mas Daniel bukan?! Aku tidak berbohong. Aku memang hanya berbuat dengan dia seorang," ucap Anggun sambil menarik tanganku dengan lembut. "Tapi aku nggak tahu harus kukemanakan bayi ini. Mas Daniel terus saja mengelak, ia tidak ingin mengakui anak ini."Anggun mulai terisak, ada kesedihan di wajahnya kali ini. Sebagai seseorang yang sudah menjadi ibu, tentu saja aku tahu bagaimana perasaan Anggun saat
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires