Pelabuhan Kedua

Pelabuhan Kedua

last updateLast Updated : 2025-05-11
By:  BARIZTIOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
11Chapters
351views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Demi mengatasi masalah yang ada pada perusahaan ayahnya, Laura terpaksa meminta bantuan pada pria bernama Ray, yang juga merupakan calon kakak iparnya. Sayangnya, Ray justru melontarkan persyaratan gila pada Laura. Mungkinkah Laura akan menyetujui syarat itu?

View More

Chapter 1

1

Pagi itu, Laura terkejut mendengar suara teriakan dari kamar orang tuanya. Spontan ia keluar dari kamarnya dengan terburu-buru untuk menuju sumber suara tersebut. Namun, alangkah terkejutnya ia kala mendapati keadaan ayahnya yang di luar dugaannya.

"Papa!" teriaknya panik.

Laura mendekati sosok pria yang tak lagi muda itu dan yang tengah meringis menahan sakit pada area dadanya.

"Papa kenapa, Pa?" tanya Laura panik. Namun sang ayah tak mampu mengucapkan sepatah kata pun dan membuat Laura semakin takut.

"Ma, ini Papa kenapa, Ma?" tanya Laura dengan mata yang berkaca-kaca pada sosok wanita yang juga masih berdiri dengan raut wajah cemas.

Nera hanya menatap sendu Laura seraya menggeleng lemah. "Mama tak tahu, Ra. Saat papamu bangun tadi, tiba-tiba ia langsung melenguh sakit seperti ini. Katanya, dadanya sesak." jawabnya dengan suara bergetar.

Tiba-tiba, suara dari hentakan kaki yang cepat mengeruhkan suasana.

"Dokternya udah di jalan, Ma. Sebentar lagi pasti sampai dan Papa akan baik-baik aja." ujar Alin yang baru saja masuk kamar itu secara tiba-tiba.

Laura membulatkan matanya, merasa tak percaya akan ucapan kakaknya itu. "Apa Kak? Dokter?" ujarnya ragu. "Kak, ini Papa harus dibawa ke rumah sakit, bukan malah nunggu didatengin dokter. Barangkali, ada masalah kesehatan yang harus diperiksa menyeluruh." imbuhnya dengan sedikit tegas karena panik.

Alin berdecak kesal seraya memutar bola matanya. "Tapi di rumah sakit juga harus nunggu, 'kan? Gimana kalo Papa makin parah waktu di jalan? Yang penting sekarang Papa segera dapet pertolongan tenaga medis." balas Alin dengan penuh penekanan dan yang membuat Laura masih tak tenang.

Hingga tiba-tiba, sebuah tangan terulur dan memegang tangan Laura.

"Papa cuma sesak sedikit, Laura. Tak apa, ga harus ke rumah sakit kok." ujar lirih Niko dan mencoba menenangkan kepanikan Laura.

"Tapi, kan, Pa..." Kekhawatiran masih terlihat jelas dari raut wajah Laura. Namun, Niko dengan lembut menampilkan senyumnya pada putrinya tersebut.

"Udah, Papa tak apa." ucap Niko meyakinkan.

Tak lama kemudian, dokter pun tiba dan langsung memeriksa keadaan Niko.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, Tuan Niko mengalami peningkatan kolesterol." ujar dokter tersebut dengan nada serius.

Laura yang berada di samping ayahnya, tampak tak yakin akan penjelasan dokter ini. "Tapi Dok, Papa selalu jaga pola makan kok. Beneran ini karena kolesterol?" tanyanya, mencoba mencari kepastian.

Nera mengernyitkan dahi atas pertanyaan Laura tersebut. "Kau meragukan kata-kata dokter, Laura?" tanyanya dengan suara beratnya dan menimbulkan suasana yang makin tegang.

Laura menatap Nera dengan tatapan tajam. "Bukan begitu, Ma. Aku hanya ingin memastikan, karena Papa selama ini tak pernah mengalami masalah kolesterol." balas Laura dengan suaranya yang penuh kekhawatiran.

Dokter itu mengangguk, memahami kekhawatiran Laura. "Memang benar, di usia Tuan Niko, tubuhnya akan lebih rentan terhadap masalah kolesterol. Terkadang, meskipun sudah menjaga asupan dengan baik, bahkan dengan hanya memakan makanan yang sedikit berminyak, itu sudah cukup mempengaruhi kesehatannya." jelasnya, berusaha memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada gadis tersebut.

Dokter itu beralih menatap Nera, "Saya akan buatkan resep obatnya dan tolong berikan pada Tuan Niko secara rutin!"

Nera spontan mengangguk, "Iya, Dok, terima kasih banyak." balasnya dengan perasaan yang sedikit lebih lega.

Dokter ini pun tersenyum kecil, kemudian memberikan resep obat tersebut kepada Nera. Sementara itu, Laura masih menggenggam tangan ayahnya dan masih merasa khawatir, meski keadaan ayahnya kini sudah baik-baik saja.

*

Keesokannya, Laura berdiri terpaku di ruang kerja ayahnya. Dokumen-dokumen tersebar di hadapannya, membuat Laura sampai mencengkeram rambutnya sendiri. Hingga tak lama kemudian, sudut matanya menangkap Marcel, sosok pria yang merupakan kepercayaan besar ayahnya. Ia berjalan masuk dengan ekspresi yang sulit dibaca.

"Laura, laporan keuangan perusahaan terus menurun. Hanya kau, putri kandung Niko, yang bisa menyelesaikan masalah ini. Apalagi, ayahmu masih sakit dan tak bisa memimpin perusahaan untuk beberapa waktu." ujar Marcel dengan nada serius.

Kerutan langsung muncul di dahi Laura, menunjukkan betapa terkejutnya ia akan penjelasan tersebut. "Tapi bagaimana caranya, Paman? Aku bahkan tak punya uang sebanyak itu untuk mengganti rugi para investor." sahutnya dengan suara yang nyaris tak terdengar.

Marcel menghela napas panjang, mengerti kebingungan dan kegelisahan yang dirasakan gadis ini. "Tapi jika tak segera kita atasi, maka masalah lain pun akan sulit kita hadapi, Laura."

Laura menyipitkan matanya, merasa tak paham akan maksud dari ucapan Marcel yang baginya menegangkan ini. "Masalah lain? Apa maksudnya, Paman? Apa yang terjadi dengan perusahaan ini sebenarnya?" tanyanya dengan nada yang bergetar.

Marcel menunduk seraya menghela napas kasar. "Sebenarnya, bukan hanya masalah keuangan saja, Laura. Ada beberapa oknum yang melaporkan akan buruknya produk perusahaan kita. Bahkan, ada pula laporan penipuan yang menyangkut nama ayahmu. Grafik penjualan dan omset kita menurun drastis karena berita itu. Yang aku khawatirkan, ini akan sampai pada ayahmu dan membuat sakitnya makin parah. Karena itu, kita harus mengatasi masalah ini." jelasnya dengan raut wajah yang juga resah.

Laura mendudukkan dirinya di kursi kerja ayahnya seraya memijat pelipisnya. Kemudian, ia menatap Marcel dengan wajah sendu. "Paman, kau tahu jika aku masih belum terlalu paham untuk mengatasi masalah sebesar ini. Kaulah kepercayaan ayahku. Tak bisakah kau mencari solusi akan hal ini?" tanyanya dengan nada yang terdengar pasrah.

Marcel hanya bisa mengangguk dan tersenyum kecil. "Aku bisa saja menghilangkan berita itu, Laura. Tapi masalah pertama kitalah yang harus diutamakan. Karena setelah itu teratasi, maka masalah yang lain pun akan mudah untuk kutangani."

Laura meraup kasar wajahnya, menarik napas dalam-dalam, kemudian mengembuskan secara perlahan. Ia pun menatap Marcel yang masih setia berdiri di hadapannya. "Masalah utama kita itu juga membutuhkan penanganan yang besar, Paman. Dari mana aku bisa mendapatkannya?"

Marcel berjalan mendekat kemudian menatap Laura serius. "Ada seseorang yang bisa membantu kita." ucapnya dengan nada yang penuh keyakinan.

Laura pun balas menatapnya dengan rasa penasaran yang mendalam. "Siapa dia, Paman?"

"Ray Elvano."

Jawaban Marcel itu seketika membuat Laura terkejut, sampai jantungnya seakan berhenti berdetak sejenak.

Ray Elvano, nama itu bukan nama yang asing bagi Laura. Hingga, Laura hanya bisa menelan kasar salivanya, merasa dilema. Di satu sisi, dia ingin menyelamatkan perusahaan ayahnya. Namun, di sisi lain, dia harus melanggar janji yang telah dibuatnya sendiri.

Ekspresi kebingungan masih tergambar jelas di wajahnya. Hingga pada akhirnya, Laura harus berani membuat keputusan dan harus segera bertindak.

*

Siang itu, Laura tepat berada di sebuah gedung perusahaan yang jauh lebih besar dari milik ayahnya. Bahkan, tiap sudut dari dalam gedung itu benar-benar terkesan mewah. Ia tak menyangka jika Ray adalah sosok yang memimpin perusahaan sebesar itu.

"Anda tunggulah di sini dan Tuan Vian akan menemui anda," ujar seorang wanita yang baru saja mengantarkan Laura ke ruangan Ray.

Dengan tatapan bingung, Laura merasa asing akan nama tersebut. "Siapa Vian?" tanya Laura.

"Tuan Vian adalah kepercayaan Tuan Ray. Dia yang akan membantu dan mendiskusikan hal yang anda maksud. Tuan Ray sedang ada kepentingan di luar dan mungkin baru kembali ke kantor sore nanti."

Laura mengangguk dan tersenyum paham. "Oh, begitu rupanya. Baiklah, aku akan menunggunya di sini."

Setelah wanita yang telah mengantarkan Laura itu pergi, Laura pun merasa lega, sebab bukan dengan Ray ia akan bertemu, melainkan dengan orang lain.

Dengan hela napas panjang, Laura tersenyum puas. "Setidaknya aku tak melanggar ucapanku. Aku akan bertemu dengan Vian, bukan dengan Ray."

Beberapa menit kemudian, Laura mendengar suara langkah kaki yang makin mendekat, kemudian disusul dengan suara pintu yang terbuka. Laura yakin, itu adalah Vian.

"Sudah lama menunggu?"

Mendengar suara yang tak asing itu, Laura segera menoleh dengan matanya yang membulat. Ia tak menyangka sebab yang ia dapati bukanlah seseorang yang ia duga sebelumnya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
11 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status