Zoe berjalan mondar-mandir di depan meja laptopnya lengkap dengan kostum penggoda iman yang akan disukai para penontonnya. Beberapa menit lagi dia akan melakukan live, tapi otaknya masih penuh dengan bagaimana mendapatkan uang untuk membayar hutang ayahnya tiga hari lagi dan uang dua ratus juta untuk ganti rugi atas kasus tabrakan yang dilakukan oleh ayahnya.
“Apa aku harus menjual tubuhku?” gumam Zoe. ia menggigit bibirnya kuat-kuat. Otaknya sudah buntu, tidak ada lagi jalan keluar yang bisa dipikirkannya. Meski setiap live Zoe mendapatkan uang, uang-uang itu seakan tidak akan pernah cukup untuk membayar hutang-hutang ayahnya. Zoe menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Matanya menatap kosong langit-langit kamarnya. “Aku tidak akan memiliki apa-apa lagi jika benar-benar menjual tubuhku!” “Aku hanya memiliki keperawananku yang bisa aku banggakan.” Hati Zoe bergejolak, meski selama ini dia sering melakukan live streaming dengan konten 21+, dia tetap menjaga keperawanannya. Merasa dirinya bukan wanita suci, dia mati-matian menjaga hal itu untuk dijadikan pegangan jika nantinya dia berumah tangga. Setidaknya masih ada nilai plus dalam dirinya, meski dia berlumur dosa. “Haruskah aku menawarkan diriku pada para penonton setiaku?” Kembali bisikan itu memenuhi hati Zoe. “Mereka pasti tidak akan menolak,” ucap Zoe. “Tapi aku tidak boleh rugi. Bagaimana kalau aku pancing saja dulu mereka, jika mereka banyak yang ingin membeliku, maka aku akan memasang harga tinggi.” “Benar, lakukan seperti ini saja.” Zoe yang tadi berbaring di atas kasur langsung berdiri. Dia menyalakan laptopnya dan langsung masuk ke akun di mana dia sering melakukan live streaming. Zoe menari melenggak-lenggokkan tubuhnya, melakukan tarian untuk menyambut para penontonnya yang sudah bergabung. Dress mini dengan belahan dada rendah itu mempertontonkan bongkahan padat miliknya secara jelas. Malam ini dia mengenakan dress yang benar-benar mini yang memiliki panjang hanya jarak setengah jengkal dari pusat intinya. Dia harus lebih terlihat menarik dan menggoda jika ingin menarik minat mereka padanya. “Anak manja: gila ini pembukaan yang luar biasa.” “Dokter cinta: menarilah lebih panas lagi!” “Xuxu: memberimu 5000 koin.” “Koin emas: memberimu 1000 koin.” “Anak baru gede: aku ingin menari bersamamu.” “Eros: memberimu 35.0000 koin.” Zoe tersenyum samar. Ia menghentikan tariannya, menyibakkan rambut ke belakang sambil mengibas-ngibaskan tangannya berlagak seolah dirinya tengah kepanasan. “Hari ini panas sekali ya. Apa kalian juga kepanasan seperti aku?” tanya Zoe. ia menggoyang-goyangkan baju bagian depannya hingga bongkahan padat miliknya terlihat lebih jelas dari sebelumnya. “Orang pintar: sangat panas!” “Anak baru gede: jadikan aku milikmu, Sayang.” “Aku milikmu: berikan kami sesuatu yang lebih panas. Aku akan membayarmu.” “Eros: memberimu 20.000 koin.” “Aku sedang sedih hari ini,” ucap Zoe mengadu dengan nada manja. “Bisakah kalian menghiburku?” lanjutnya. “Eros: katakan, apa yang membuatmu sedih?” “Aro: memberimu 1500 koin.” “Piter pan: memberimu 2000 koin.” “Anak mama: jangan sedih. Mari kita bersenang-senang malam ini!” “Baiklah, aku tidak akan bersedih lagi. Mari kita bersenang-senang malam ini!” kata Zoe kembali memperlihatkan raut bahagia. “Kira-kira apa yang akan kita lakukan malam ini ya? Malam ini aku milik kalian!” lanjut Zoe bersemangat. “Pemuda tampan: benar mari kita bersenang-senang!” “Aku cinta kamu: mari habiskan malam ini dengan sesuatu yang menyenangkan.” “Doraemon: memberimu 1500 koin.” “Aku anak laki-laki: habiskan malam ini denganku!” “Eros: kamu belum mengatakan kenapa kamu sedih.” Dahi Zoe mengernyit. Semburat senyum menghiasi wajahnya saat membaca komentar Eros. Dia terlihat—perhatian. “Haruskah aku memulainya sekarang? Menawarkan diriku?” cicit Zoe dalam hatinya. Zoe berdehem. Ia menarik sudut bibirnya hingga membentuk garis lengkung. Malam ini ia akan melakukan hal gila yang tidak pernah dibayangkannya. “Aku punya sesuatu untuk kalian,” kata Zoe memancing rasa penasaran para penontonnya. “Anak baru gede: wah, apa itu?” “Aku milikmu: cepat katakan, aku tidak sabar mendengarnya!” “Eros: memberimu 40.000 koin.” Zoe memajukan wajahnya ke arah kamera seraya berkata dengan suara berbisik. “Aku akan tidur dengan kalian. Tapi—” “Si anak jalanan: coba katakan lagi, aku tidak mendengarnya!” “Anak mama: lakukan denganku terlebih dahulu!” “Pemuda desa: aku selalu menantikan hal ini.” “Toriq: memberimu 7000 koin.” “Butuh uang: Aku tidak sabar ingin merasakan dan melihat wajahmu.” “Orang kaya: memberimu 7500 koin.” “Anak baru gede: cepat katakan tapi apa!” Zoe kembali tersenyum. Kali ini wajahnya sudah ia jauhkan dari kamera. Jumlah koin terkumpul jauh lebih banyak dari kemarin. Mereka seolah berlomba-lomba ingin mendapatkannya. “Aku hanya akan tidur dengan orang yang bisa membayarku dengan harga tinggi,” sambung Zoe sambil mengedipkan matanya. “Anak mama: harga tinggi? Berapa itu?” “Bujang lapuk: katakan berapa hargamu!” “Dua ratus juta! Aku akan menemani malam kalian, jika diantara kalian ada yang sanggup membayar dua ratus juta!” ujar Zoe. Demi apapun, dia berharap tidak ada yang sanggup membayarnya. Dua ratus juta tentu bukan uang yang sedikit. Hanya orang gila yang akan mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk bisa tidur dengannya. “Anak baru geda: gila mahal sekali!” “Aku milikmu: apa tidak bisa turun harganya?” “Bukan superman: enam puluh juta, bagaimana? Aku akan memberimu enam puluh juta sekarang juga!” Zoe menggoyang-goyangkan jari telunjuknya. “Aku masih perawan,” ujar Zoe dengan suara genit menggoda. Zoe mengulum senyum membaca komentar para penontonya. Sebagian dari mereka tampak terkejut sekaligus tak percaya dengan pengakuannya barusan. Tapi dari semua itu, dia merasa tenang karena tidak ada yang sanggup membayarnya. “Sayang sekali, aku rasa kalian tidak ada yang bisa bersenang-senang denganku,” ucap Zoe pura-pura sedih. Zoe semakin menunjukkan wajah sedihnya, bibirnya mengerucut untuk membuat semua terasa nyata. Padahal aslinya dia sangat bersyukur dalam hatinya. “Eros: memberimu 400.000 koin.” “Eros: memberimu 400.000 koin.” “Eros: memberimu 400.000 koin.” “Eros: memberikan 400.000 koin.”Zoe merebahkan tubuhnya di atas kasur. Lima belas menit lagi dia harus memulai livenya, tapi entah kenapa rasanya dia malas melakukan apa yang sudah menjadi kebiasaannya itu. Andai penghasilan yang didapatkannya selama ini tidak terus habis, pasti dia akan selalu bersemangat setiap kali memulai livenya. “Eros…?” Tubuh Zoe meremang. Panggilan suara dari Eros, membuatnya kelimpungan. Laki-laki itu tahu dia akan memulai livenya sebentar lagi, tapi dia justru menghubunginya. Selain itu, dia juga belum siap jika Eros menagih janjinya–menghabiskan malam bersama. “Sedang bersiap-siap?” Sapaan suara berat dari Eros, membuat Zoe menggigit bibirnya. Jantungnya berdebar kencang bahkan sebelum Eros mengatakan maksudnya melakukan panggilan telepon. “Heem…,” jawab Zoe. “Boleh jika malam ini kamu tidak melakukannya?” Pinta Eros. Zoe yang awalnya berbaring di kasur, seketika duduk bersila. Permintaan Eros itu terdengar seperti permintaan seorang kekasih yang tidak mau melihat kekasihnya
“Ha ha ha… Pax Xavier.” Zoe mengusap belakang kepalanya. Kali ini dia benar-benar mencari masalah. “Kok Bapak, ada di luar. Bukankah seharusnya Bapak menunggu di dalam? ” Xavier menatap lurus Zoe. Tidak ada ekspresi yang dapat dibaca dari wajah tampannya. Matanya yang tajam serta alisnya yang mengkerut, cukup membuat lawan bicaranya merasa terintimidasi. “Memangnya kenapa kalau saya di luar? Bukankah ini kampus tempatku mengajar. Dimanapun aku berada, itu bukan urusanmu!” sahut Xavier menusuk. “Atau jangan-jangan kamu tidak ingin saya keluar dari ruangan saya, agar saya tidak bisa mendengar umpatan-umpatan yang kamu tunjukkan untuk saya?!” lanjut Xavier terlihat kesal. “Pria tua? Lalu apa lagi?” “Ha ha ha… Bapak terlalu sensitif. Saya sama sekali tidak mengumpat pada Bapak tadi,” sahut Zoe. “Benarkah? Apa kamu yakin?” Zoe mengangguk dengan cepat menjawab pertanyaan Xavier. Meski kenyataannya benar, tentu dia tidak boleh berkata jujur. Hidupnya akan benar-benar berakhir
“Eros: memberimu 400.000 koin.”“Eros: memberimu 400.000 koin.”“Eros: memberimu 400.000 koin.”“Eros: memberikan 400.000 koin.”Zoe mengerjapkan matanya beberapa kali, tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Sementara di bawah meja, kakinya sudah bergerak gelisah. Eros telah memberikan empat ratus ribu koin sebanyak empat kali, yang jika dirupiahkan akan mencapai angka dua ratus juta. Itu artinya dia benar-benar akan kehilangan keperawanannya.“Ini nomorku. Mari kita berbincang setelah kamu mengakhiri live malam ini. Eros! ”Zoe menelan ludahnya susah payah. Hidupnya benar-benar akan hancur detik ini juga.“Sayang sekali, malam ini aku terpaksa harus mengakhiri live. Aku harus membahas sesuatu yang menarik dengan orang yang telah memberikan dua ratus juta kepadaku,” kata Zoe kepada para penontonnya.“Untuk kalian semua, jangan bersedih ya. Besok aku akan kembali lagi. Tunggu aku dan nanti kita lakukan sesuatu yang menarik,” imbuh Zoe mengedipkan mata sambil melambaikan tanga
Zoe berjalan mondar-mandir di depan meja laptopnya lengkap dengan kostum penggoda iman yang akan disukai para penontonnya. Beberapa menit lagi dia akan melakukan live, tapi otaknya masih penuh dengan bagaimana mendapatkan uang untuk membayar hutang ayahnya tiga hari lagi dan uang dua ratus juta untuk ganti rugi atas kasus tabrakan yang dilakukan oleh ayahnya. “Apa aku harus menjual tubuhku?” gumam Zoe. ia menggigit bibirnya kuat-kuat. Otaknya sudah buntu, tidak ada lagi jalan keluar yang bisa dipikirkannya. Meski setiap live Zoe mendapatkan uang, uang-uang itu seakan tidak akan pernah cukup untuk membayar hutang-hutang ayahnya. Zoe menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Matanya menatap kosong langit-langit kamarnya. “Aku tidak akan memiliki apa-apa lagi jika benar-benar menjual tubuhku!” “Aku hanya memiliki keperawananku yang bisa aku banggakan.” Hati Zoe bergejolak, meski selama ini dia sering melakukan live streaming dengan konten 21+, dia tetap menjaga keperawanannya. Merasa dir
“Sial!” Zoe menendang kaleng di depannya ke sembarang arah. Dalam perjalanan pulangnya pun, dia masih mengingat kata-kata Xavier. Ancaman Xavier bukan hanya isapan jempol. Laki-laki berwajah tampan tapi berhati iblis itu sama sekali tidak memberikan toleransinya sedikit saja. Nilai mata kuliahnya dibiarkan kosong, meski dia sudah memohon untuk mengerjakan tugas. “Tidak bisakah dia lebih baik sedikit!” gerutu Zoe dengan bibir mencebik. Zoe menghela napas panjang. Kepalanya menengadah menatap langit yang terlihat begitu cerah. Andai saja kehidupannya sama seperti langit hari ini, tentu dia akan sangat bahagia. Sayangnya semua itu hanya ada dalam mimpinya. Jangankan hidup enak, pulang pergi ke kampus saja dia harus bersusah payah. Seperti saat ini, dia harus berjalan puluhan kilometer untuk sampai ke kontrakannya. “Akkhh… bisakah sehari saja hidupku berjalan lancar?!” gerutu Zoe kembali. “Bagaimana caranya biar aku bisa mendapatkan nilai plus di mata kuliah si raja iblis itu? Aku m
Suara gedoran pintu yang terdengar begitu nyaring, membuat Zoe berlari ke arah pintu. Zoe mendengus kesal. Matanya menyipit, jengah melihat keadaan yang sama. Baskoro–ayahnya datang dalam keadaan mabuk! “Berikan Ayah, uang!”Zoe tersenyum miring. Uang? Apakah ayahnya kira dia ini bank yang bisa dimintai uang setiap saat. Untuk kebutuhan sehari-hari saja dia harus berhemat, tapi ayahnya justru datang dengan keadaan memuakkan–mabuk dan kalah judi. “Aku tidak punya uang. Kemarin aku harus membayar hutang ayah! Seorang rentenir datang menagih hutang kemari!” jawab Zoe, muak.“Akhh….” Zoe meringis kesakitan. Ayahnya tanpa rasa kasihan menarik rambutnya kuat-kuat.“Itu sudah menjadi tugasmu! Kamu adalah anakku, jadi tidak salah kalau aku mengandalkanmu!” balas Baskoro.Tangan Zoe terkepal. Matanya memerah menahan rasa kesal bercampur benci. Ucapan macam apa itu. Bagaimana bisa seorang orang tua bisa mengatakan kata-kata menyakitkan dan tidak berperasaan seperti itu.“Cepat berikan Ayah ua