Share

Bab 3. Terjual

Penulis: Anggun_sari
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-29 16:05:26

Zoe berjalan mondar-mandir di depan meja laptopnya lengkap dengan kostum penggoda iman yang akan disukai para penontonnya. Beberapa menit lagi dia akan melakukan live, tapi otaknya masih penuh dengan bagaimana mendapatkan uang untuk membayar hutang ayahnya tiga hari lagi dan uang dua ratus juta untuk ganti rugi atas kasus tabrakan yang dilakukan oleh ayahnya.

“Apa aku harus menjual tubuhku?” gumam Zoe. ia menggigit bibirnya kuat-kuat.

Otaknya sudah buntu, tidak ada lagi jalan keluar yang bisa dipikirkannya. Meski setiap live Zoe mendapatkan uang, uang-uang itu seakan tidak akan pernah cukup untuk membayar hutang-hutang ayahnya.

Zoe menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Matanya menatap kosong langit-langit kamarnya. “Aku tidak akan memiliki apa-apa lagi jika benar-benar menjual tubuhku!”

“Aku hanya memiliki keperawananku yang bisa aku banggakan.”

Hati Zoe bergejolak, meski selama ini dia sering melakukan live streaming dengan konten 21+, dia tetap menjaga keperawanannya. Merasa dirinya bukan wanita suci, dia mati-matian menjaga hal itu untuk dijadikan pegangan jika nantinya dia berumah tangga. Setidaknya masih ada nilai plus dalam dirinya, meski dia berlumur dosa.

“Haruskah aku menawarkan diriku pada para penonton setiaku?” Kembali bisikan itu memenuhi hati Zoe.

“Mereka pasti tidak akan menolak,” ucap Zoe. 

“Tapi aku tidak boleh rugi. Bagaimana kalau aku pancing saja dulu mereka, jika mereka banyak yang ingin membeliku, maka aku akan memasang harga tinggi.”

“Benar, lakukan seperti ini saja.” Zoe yang tadi berbaring di atas kasur langsung berdiri. Dia menyalakan laptopnya dan langsung masuk ke akun di mana dia sering melakukan live streaming.

Zoe menari melenggak-lenggokkan tubuhnya, melakukan tarian untuk menyambut para penontonnya yang sudah bergabung. Dress mini dengan belahan dada rendah itu mempertontonkan bongkahan padat miliknya secara jelas. 

Malam ini dia mengenakan dress yang benar-benar mini yang memiliki panjang hanya jarak setengah jengkal dari pusat intinya. Dia harus lebih terlihat menarik dan menggoda jika ingin menarik minat mereka padanya.

“Anak manja: gila ini pembukaan yang luar biasa.”

“Dokter cinta: menarilah lebih panas lagi!”

“Xuxu: memberimu 5000 koin.”

“Koin emas: memberimu 1000 koin.”

“Anak baru gede: aku ingin menari bersamamu.”

“Eros: memberimu 35.0000 koin.”

Zoe tersenyum samar. Ia menghentikan tariannya, menyibakkan rambut ke belakang sambil mengibas-ngibaskan tangannya berlagak seolah dirinya tengah kepanasan.

“Hari ini panas sekali ya. Apa kalian juga kepanasan seperti aku?” tanya Zoe. ia menggoyang-goyangkan baju bagian depannya hingga bongkahan padat miliknya terlihat lebih jelas dari sebelumnya.

“Orang pintar: sangat panas!”

“Anak baru gede: jadikan aku milikmu, Sayang.”

“Aku milikmu: berikan kami sesuatu yang lebih panas. Aku akan membayarmu.”

“Eros: memberimu 20.000 koin.”

“Aku sedang sedih hari ini,” ucap Zoe mengadu dengan nada manja. “Bisakah kalian menghiburku?” lanjutnya.

“Eros: katakan, apa yang membuatmu sedih?”

“Aro: memberimu 1500 koin.”

“Piter pan: memberimu 2000 koin.”

“Anak mama: jangan sedih. Mari kita bersenang-senang malam ini!”

“Baiklah, aku tidak akan bersedih lagi. Mari kita bersenang-senang malam ini!” kata Zoe kembali memperlihatkan raut bahagia.

“Kira-kira apa yang akan kita lakukan malam ini ya? Malam ini aku milik kalian!” lanjut Zoe bersemangat.

“Pemuda tampan: benar mari kita bersenang-senang!”

“Aku cinta kamu: mari habiskan malam ini dengan sesuatu yang menyenangkan.”

“Doraemon: memberimu 1500 koin.”

“Aku anak laki-laki: habiskan malam ini denganku!” 

“Eros: kamu belum mengatakan kenapa kamu sedih, Angel.”

Dahi Zoe mengernyit. Semburat senyum menghiasi wajahnya saat membaca komentar Eros. Dia terlihat—perhatian. Dan entah mengapa, saat viewer setianya itu memanggilnya dengan nama samarannya, hatinya sedikit bergetar. Mungkin semua karena viewer setianya itu tak bisa terlihat meninggalkan komentar bernada perhatian seperti itu.

“Haruskah aku memulainya sekarang? Menawarkan diriku?” cicit Zoe dalam hatinya.

Zoe berdehem. Ia menarik sudut bibirnya hingga membentuk garis lengkung. Malam ini ia akan melakukan hal gila yang tidak pernah dibayangkannya.

“Aku punya sesuatu untuk kalian,” kata Zoe memancing rasa penasaran para penontonnya.

“Anak baru gede: wah, apa itu?”

“Aku milikmu: cepat katakan, aku tidak sabar mendengarnya!”

“Eros: memberimu 40.000 koin.”

Zoe memajukan wajahnya ke arah kamera seraya berkata dengan suara berbisik. “Aku akan tidur dengan kalian. Tapi—”

“Si anak jalanan: coba katakan lagi, aku tidak mendengarnya!”

“Anak mama: lakukan denganku terlebih dahulu!”

“Pemuda desa: aku selalu menantikan hal ini.”

“Toriq: memberimu 7000 koin.”

“Butuh uang: Aku tidak sabar ingin merasakan dan melihat wajahmu.”

“Orang kaya: memberimu 7500 koin.”

“Anak baru gede: cepat katakan tapi apa!”

Zoe kembali tersenyum. Kali ini wajahnya sudah ia jauhkan dari kamera. Jumlah koin terkumpul jauh lebih banyak dari kemarin. Mereka seolah berlomba-lomba ingin mendapatkannya.

“Aku hanya akan tidur dengan orang yang bisa membayarku dengan harga tinggi,” sambung Zoe sambil mengedipkan matanya.

“Anak mama: harga tinggi? Berapa itu?”

“Bujang lapuk: katakan berapa hargamu!”

“Dua ratus juta! Aku akan menemani malam kalian, jika diantara kalian ada yang sanggup membayar dua ratus juta!” ujar Zoe. 

Demi apapun, dia berharap tidak ada yang sanggup membayarnya. Dua ratus juta tentu bukan uang yang sedikit. Hanya orang gila yang akan mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk bisa tidur dengannya.

“Anak baru geda: gila mahal sekali!”

“Aku milikmu: apa tidak bisa turun harganya?”

“Bukan superman: enam puluh juta, bagaimana? Aku akan memberimu enam puluh juta sekarang juga!”

Zoe menggoyang-goyangkan jari telunjuknya. “Aku masih perawan,” ujar Zoe dengan suara genit menggoda.

Zoe mengulum senyum membaca komentar para penontonya. Sebagian dari mereka tampak terkejut sekaligus tak percaya dengan pengakuannya barusan. Tapi dari semua itu, dia merasa tenang karena tidak ada yang sanggup membayarnya.

“Sayang sekali, aku rasa kalian tidak ada yang bisa bersenang-senang denganku,” ucap Zoe pura-pura sedih.

Zoe semakin menunjukkan wajah sedihnya, bibirnya mengerucut untuk membuat semua terasa nyata. Padahal aslinya dia sangat bersyukur dalam hatinya.

“Eros: memberimu 400.000 koin.”

“Eros: memberimu 400.000 koin.”

“Eros: memberimu 400.000 koin.”

“Eros: memberikan 400.000 koin.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mita Yoo
jadi pengen ngerayu Eros deh hehe
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 85. Aku adalah milikmu

    Zoe menggaruk kepalanya yang tak gatal beberapa kali. Suasana terasa canggung usai kepergian Nora beberapa menit yang lalu. Dia dan Xavier saat ini duduk di sofa dengan TV yang menyala, tapi pikirkan mereka melayang kemana-mana.“Mau pergi jalan-jalan?” tawar Xavier memecah kesunyian.“Huh…?” Zoe tercengang. Otaknya masih dipenuhi oleh kata-kata Xavier tadi. Pengakuan pria itu, cukup mengganggunya. Apalagi Xavier bersikap seolah tak pernah mengatakan apapun setelah kepergian Nora. Pria itu terlihat tenang dan tidak terbebani sama sekali.Xavier menarik napas panjang. “Ayo kita jalan-jalan!” ucapnya lagi.Zoe tersenyum canggung. Kepalanya mengangguk secara spontan. Sepertinya sebuah respon yang diberikan begitu saja akibat terlalu lama terkurung di dalam apartemen.“Eum…kalau begitu aku akan pergi mandi dulu,” ucap Zoe.Entah terlalu bersemangat atau apa, Zoe segera bangkit dari duduknya. Namun, belum juga melangkah tangannya sudah ditarik oleh Xavier. Kening Zoe mengkerut, matanya me

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 84. Dia adalah kekasihku

    “Hem…baiklah. Awasi saja dulu.”Zoe menghentikan langkahnya. Ia yang tadinya ingin ke dapur seketika menghentikan niatnya. Telinganya ia pasang baik-baik untuk mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Xavier. Beberapa hari ini pria itu bersikap aneh. Tidak hanya hari ini, ia sudah memergoki Xavier melakukan panggilan telepon yang terasa mencurigakan beberapa kali sejak keluar dari rumah sakit.Tepat seminggu ia keluar dari rumah sakit, dan selama seminggu itu pula ia belum kembali lagi ke kampus. Xavier melarangnya. Alasannya karena ia masih membutuhkan pemulihan.“Aku sudah memesankan makan, habiskan semuanya agar kamu cepat pulih.” Xavier segera mengakhiri panggilannya. Ia berjalan mendekati Zoe, menuntut wanita itu ke bar dapur. Dia sana sudah tersaji beberapa menu kesukaan Zoe. Mulai dari makanan pembuka hingga makanan penutup. Tak lupa ia membelikan beberapa cemilan untuk menemani hari-hari Zoe saat ditinggalnya bekerja.“Apa aku masih belum boleh masuk ke kampus? Aku bos

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 83. Aku tidak akan membunuhnya

    “Mungkin lain kali kita bisa bicara berdua.”Xavier menurunkan ucapan Zoe dengan seringai di wajahnya. Tatapan dalam dan menusuk.Zoe melangkah mundur, tenggorokannya mendadak susah menelan. Wajah dingin Xavier yang menatapnya seolah sebagai target, membuat jantungnya memompa lebih cepat. Hanya beberapa kalimat yang sama sekali tidak berarti baginya, tapi menjadi masalah bagi Xavier. Napas Zoe semakin memburu, debaran jantungnya bekerja lebih cepat dua kali lipat saat tangan Xavier kembali merengkuh pinggangnya.Hembusan napas Xavier yang menerpa kulit wajahnya, seolah seperti sebuah tanda bahwa Xavier akan menegaskan kepemilikannya sekali lagi.Xavier benar-benar tidak suka jika miliknya bersinggungan dengan orang lain.“E–Eros, apa yang ingin kamu lakukan?” gagap Zoe.Zoe tak lagi bisa melangkah mundur. Rengkuhan posesif Xavier membuatnya diam ditempat dengan tubuh kaku. Hatinya merapalkan beberapa doa, berharap tidak akan ada siapapun yang masuk. Meski belum melakukan apapun, bu

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 82. Pengakuan?

    “A–Adam….”Kening Xavier mengkerut. Tangannya menahan tangan Zoe yang ingin mendorong tubuhnya. Sementara tangan satunya merengkuh pinggang Zoe posesif, memutar tubuh mereka menatap Adam yang berdiri di depan pintu dengan wajah kebingungan dan penuh tanya.Tidak ada rasa gugup ataupun gelisah di wajah Xavier. Pria itu justru tersenyum tipis di balik wajah dinginnya.“Tersenyumlah sedikit. Kita tidak sedang beradegan kepergok selingkuh,” ucap Xavier dengan suara pelan tapi penuh perintah.“Kamu adalah milikku Zoe, ingat itu!” tambah Xavier.Zoe sedikit terperangah. Kali ini Xavier memanggil namanya, bukan Angel. Beberapa waktu yang lalu telinganya memang tidak lagi menangkap Xavier memanggilnya dengan panggilan Angel. Ia pikir pria itu memang sedang tidak ingin menyebut namanya yang lain. Namun, siapa yang menyangka bahwa ternyata dibalik diamnya Xavier, pria itu ternyata diam-diam mengabulkan keinginannya tanpa bertanya.Ia memang tidak ingin lagi mendengar nama Angel. Rasanya setiap

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 81. Aku merindukanmu

    Xavier menggaruk-garuk rambutnya yang tak gatal. Saat ini dia sudah berada di depan deretan roti yang diinginkan Zoe. Matanya terpejam beberapa kali sementara tangannya memijat pelipisnya yang sama sekali tidak sakit. Melihat deretan roti khusus wanita dengan berbagai merk dan model, kepalanya mendadak menjadi pusing.Tanpa pikir panjang, tangan Xavier mengambil satu persatu untuk setiap merek dan model roti yang diinginkan oleh Zoe lalu dibawanya keranjang belanja berisi tumpukan roti itu ke kasir. “Anda ingin membeli semua ini?” tanya petugas kasir meyakinkan Xavier. Masalahnya bukan hanya dua atau tiga roti jepang yang dibeli Xavier, tapi lebih dari lima belas roti jepang.Xavier berdehem. Wajahnya merah, menahan malu. Hanya Zoe satu-satunya orang yang bisa menjatuhkan harga dirinya seperti ini. “Hem, hitung semuanya dan masukkan ke tas belanja,” jawab Xavier dengan suara dingin.Si petugas kasir mengangguk. “Baiklah.”Usai melakukan pembayaran, Xavier bergegas kembali ke kamar ra

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 80. Minta tolong

    Bab 80. Minta tolong“Iya, aku sangat ingin berduaan dengan Adam. Jadi pergilah!” Tangan Xavier mengepal. Dahinya mengkerut, tatapannya tajam. Bibirnya terkatup rapat, otot wajahnya menegang serta rahangnya mengencang. Pengakuan yang diberikan oleh Zoe seolah membangkitkan kembali rasa cemburunya. Telinganya panas, dia tidak suka mendengar pengakuan itu. Hatinya menolak keras. Baginya Zoe hanya untuknya. Wanita itu tidak akan bisa lari, meski ingin.“Pergi!” Seolah tak puas mengatakan satu kali, Zoe kembali mengusir Xavier. Xavier menghela napas berat. “Apa kamu sedang mengujiku saat ini!” balas Xavier dingin.“Baiklah jika itu maumu, ayo kita tunggu penyelamatmu itu datang.” Bukan menuruti kemauan Zoe untuk pergi, Xavier justru kembali duduk dengan tenang, membuat Zoe yang tadinya memalingkan wajah enggan menatap Xavier terusik. “Kenapa?” seru Xavier saat Zoe menatapnya dengan tatapan protes. “Bukankah ini yang kamu inginkan,” imbuhnya.“Berhenti bermain-main, Eros! Sebaiknya sek

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status