Share

Bab 159

Author: Lilia
"Bukankah waktu itu kamu keluar rumah setiap hari?" tanya Dimas yang mengungkapkan kebingungannya.

Anggi tersenyum dingin, "Aku memang keluar setiap hari, tapi hanya sekitar 3 jam. Untuk apa aku keluar? Untuk meracik obat."

Selain meracik obat untuk Dimas, dia juga diam-diam mengobati seorang pria asing yang terluka parah dan tinggal di sebuah kuil tua yang hampir roboh.

Dari logat bicaranya, kemungkinan besar pria itu berasal dari ibu kota. Namun, entah kenapa wajahnya terbakar, tubuhnya penuh luka pedang. Luka bakarnya bahkan sangat mengerikan!

Tentang ini, selain Anggi sendiri dan pelayan pribadinya, hanya Wulan yang tahu sedikit. Saat itu, Wulan bilang antara pria dan wanita ada batasnya, jadi dia melarang Anggi untuk mengobati pria tersebut.

Namun, itu nyawa manusia. Mana mungkin Anggi tega membiarkannya mati?

Sebagai gantinya, Wulan berkata dia akan berpura-pura tidak tahu. Namun, sebagai gantinya, dia akan mengakui bahwa dirinya lah yang telah merawat Dimas selama tujuh hari tuj
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 160

    "Kamu tahu? Jadi, kamu serius dengan ucapanmu tadi?""Tentu saja. Kalau terlalu terburu-buru, hasilnya nggak akan baik. Apalagi, Pangeran sudah hampir 4 tahun nggak berjalan.""Baiklah, mulai sekarang aku akan mengikuti semua yang kamu katakan."Anggi berpikir sejenak. "Mulai besok, latihan dulu sejam setiap hari ya."Luis duduk kembali di kursi roda dan meletakkan tongkat di samping, "Baik."Seperti yang dikatakan Anggi, terburu-buru hanya akan memperlambat proses. Makanan yang masih panas tidak boleh langsung dimakan karena bisa membuat lidah terbakar. Lebih baik mengikuti saran tabib.Setelah mandi, Anggi membantu mengoleskan obat, melakukan akupunktur, dan memijat tubuhnya. Mereka mengobrol santai tentang apa yang terjadi hari ini.Luis sempat melamun saat teringat soal Pir yang dibicarakan Satya. Anggi sampai memanggilnya dua kali baru dia sadar."Pangeran?"Luis tersadarkan. "Ah, itu ... bagaimana akhirnya Dimas pergi?"Anggi mengerutkan alisnya sedikit. "Tentu saja dia nggak ber

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 161

    Belakangan, setelah bersama istri berikutnya, Parlin juga masih berbuat semaunya.Sunaryo memandang ke arah rumah utama dan melihat Wulan yang terduduk dalam keadaan menyedihkan. Dia menggeram marah, "Ayah, nggak masalah kalau dia hanya selir, tapi dia adalah istri sah Ayah. Sebenarnya berapa banyak lagi istri yang Ayah inginkan?""Sunaryo, kamu salah paham," ujar Parlin pada Sunaryo. Sambil bicara, dia mengibaskan tangannya, tanda agar kedua pengikut itu segera pergi."Anu ... Pangeran, kami akan berkunjung lagi di lain hari," pamit kedua orang itu, lalu berbalik dan pergi."Ya, ya, lain kali saja," balas Parlin, masih sambil mengibaskan tangannya. Dia sungguh berharap keduanya bisa berjalan lebih cepat lagi.Parlin menoleh, menatap Sunaryo yang sedang memelototinya marah. Dia tersenyum dan berkata, "Sunaryo, kamu masih muda. Ada beberapa hal yang belum kamu mengerti."Sunaryo mendengus. Hal apa yang mungkin tidak dia mengerti? Lantaran Kediaman Pangeran Pradipta selalu dipenuhi atmos

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 162

    Ayunda menyadari maksud putrinya dan buru-buru membubarkan semua pelayan di sana. Setelah menangis hebat untuk waktu yang sangat lama, Wulan akhirnya mengakui semuanya.Ayunda merosot di kursinya. Katanya, "Kamu adalah reinkarnasi bintang foniks. Pertanda baik muncul di langit waktu kamu lahir. Bahkan pendeta dari Biro Falak juga membaca peruntunganmu secara pribadi. Mana mungkin ada kesalahan?""Bukannya kamu selalu membawa buku medis ke mana-mana? Gimana kamu bisa nggak menguasai medis?" tanya Ayunda lagi."Buku-buku medis itu sangat membosankan. Aku nggak sanggup membacanya," jawab Wulan."Tapi, bukan berarti kamu boleh berbohong!" seru Ayunda."Aku nggak bermaksud berbohong. Waktu itu Nenek sakit kepala, lalu karena merasa aku membaca banyak buku medis, Nenek bertanya apa aku bisa membuat obat untuknya. Tapi, aku mana bisa?" kilah Wulan."Belakangan, Anggi membuat dupa penenang. Tapi, Nenek bahkan nggak melihatnya dan langsung membuangnya. Anggi bilang, Nenek percaya padaku, jadi d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 163

    Namun, di tengah penjelasannya, Wulan masih saja menuduh bahwa Anggi-lah yang sejak awal memaksanya melakukan semua ini.Saat Wulan masih menangis, pengawal Dimas kembali bersama Fani.Dimas hanya perlu meliriknya sekilas. Bak bendungan bocor, Fani yang ketakutan langsung membeberkan semua yang berkaitan dengan Wulan selama bertahun-tahun ini.Kemudian, Fani bersujud pada Wulan dan berkata, "Maaf, Nona. Aku benar-benar nggak tahan siksaan."Wajah Wulan menjadi semerah tomat. Untungnya dia sudah terlebih dahulu mengaku. Jika semua ini terungkap dari bibir Fani, entah bagaimana akibatnya.Seisi aula utama jatuh ke dalam keheningan. Ambar terbatuk beberapa kali. Kemudian, dia berseru sambil menunjuk Fani dan Wulan, "Benar-benar keterlaluan. Bagaimana orang sebodoh kamu bisa lahir di keluarga ini!"Ambar membentak marah sambil berdiri. Pelayan senior di samping buru-buru menopangnya."Dia putrimu, kamu urus saja masalah ini sendiri!" ujar Ambar pada Pratama.Wajah Pratama terlihat muram. D

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 164

    Sekujur Wulan bergetar ketakutan. Ketika melihat mata marah ayahnya, dia merasa seakan-akan langit telah runtuh. Namun, pada saat yang sama, batu yang menekan hatinya serasa telah mengendur. Wulan menjadi jauh lebih lega."Sudah ... sudah kuduga, kalian semua akan meninggalkanku ...," ucap Wulan sambil menangis.Pratama mengangkat tangannya, tetapi pada akhirnya tidak menampar Wulan. Dia hanya berkata, "Apa kamu tahu seberapa besar kesalahanmu?"Wulan memeluk ibunya erat-erat, sekujur tubuhnya serasa tak bertenaga. Ayunda membalas pelukannya. Hatinya juga kecewa dan frustrasi. Mengapa putrinya yang begitu brilian harus berakhir seperti ini?Dimas berdeham, lalu berkata pada Pratama, "Masalah ini harus diceritakan pada Kak Yohan dan Bayu. Tapi, saat ini mereka sedang berperang sengit melawan para bandit. Sebaiknya kita simpan dulu masalah ini dari mereka. Setelah mereka menang dan pulang, baru kita beri tahu mereka."Amarah menguasai Pratama, membuat dadanya serasa hendak meledak. Dia m

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 165

    "Wulan, jaga bicaramu," tegur Ayunda sambil membekap mulut Wulan. "Dia adalah suamimu sekarang. Takdir kalian terikat erat, kamu akan makmur dan menderita bersamanya. Jadi, apa pun yang terjadi, kamu harus menghormatinya."Wulan mencibir, "Kalau makmur, makmur bersama. Kalau menderita, menderita bersama. Haha ...."Itulah yang dikatakan semua orang saat membujuk Anggi untuk menjadi pengantin pengganti bagi Pangeran Selatan. Namun, saat dia menjalani kehidupan yang lebih buruk daripada kematian di Kediaman Bangsawan Aneksasi, tidak ada seorang pun yang maju membantunya.Wulan bertanya-tanya apakah cinta dari keluarganya hanyalah cinta superfisial. Buktinya, dia dibuang seperti kain lap setelah kehilangan nilainya. Apa bedanya dia dan Anggi sekarang?"Wulan, bersabarlah. Setidaknya, kamu adalah istri Pangeran Pradipta. Jaga peranmu sebagai istri dan jalani hari-harimu dengan baik. Memang begitulah jalan hidup seorang wanita," pesan Ayunda sambil menyeka air matanya.Hati Ayunda terasa sa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 166

    Kata-kata Pratama membungkam Ayunda. Setelah beberapa saat, dia hanya bisa bergumam, "Awalnya pernikahan Wulan dan Putra Bangsawan Aneksasi sudah ditetapkan, tapi Anggi malah merusak semuanya ....""Merusak apa? Orang yang mengatur pernikahan Wulan adalah Permaisuri Dariani, apa hubungannya ini dengan Anggi?" sergah Pratama.Hal ini jelas adalah balas dendam Permaisuri Dariani pada mereka karena membiarkan Gigi menjadi pengantin pengganti. Hanya mengorbankan Wulan dan melepas Keluarga Suharjo sudah merupakan bentuk belas kasihan dari Permaisuri Dariani.Memikirkan hal-hal menyebalkan ini membuat Pratama sakit kepala. Setelah berpesan beberapa hal pada Ayunda, dia berbalik dan pergi.Hari ini, setelah Luis meninggalkan pengadilan, dia dan Anggi tinggal di kamar. Anggi mengoleskan obat dan menemaninya berlatih berjalan dengan kruk.Torus datang dan mengetuk pintu, lalu berkata bahwa Ayunda datang berkunjung.Luis menatap Anggi dan bertanya, "Mau menemuinya?""Nggak ada alasan untuk ketem

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 167

    "Katakan padanya, semua orang di kediaman sudah tahu dia menguasai keterampilan medis dan kalau dialah yang membuat obat-obatan itu. Kami sudah bersikap nggak adil padanya. Ayahnya secara pribadi menyuruh aku datang ke sini. Kalau dia masih memiliki rasa kekeluargaan, dia harus kembali ke Keluarga Suharjo," tambah Ayunda."Ini ...." Torus ragu-ragu."Hubungan keluarga nggak akan pernah putus karena darah lebih kental dari air. Sungguh suatu kesalahan bisa melahirkan anak nggak berperasaan sepertinya." Puas mengomel, Ayunda dan pelayan seniornya pun pergi.Torus mengawasi Ayunda naik ke kereta kuda yang membawanya pergi jauh. Kemudian, dia menatap kosong hadiah di tangannya. Sebelumnya, Keluarga Suharjo sudah kehilangan banyak uang, tapi mereka masih sanggup membeli hadiah?Torus kembali di paviliun utama, lalu menceritakan semua yang terjadi dan mempersembahkan kotak hadiah itu dengan sopan.Anggi berkata bahkan tanpa meliriknya, "Kasih sayang keluarga yang datang terlambat lebih renda

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 182

    Sejak kapan Satya menjadi begitu penyayang terhadap binatang? Selain itu, kalimat yang barusan dia ucapkan terdengar aneh. Apa seekor kucing bisa mengerti maksud ucapannya?Anggi menatap Satya yang sedang menggendong Pir. Dia ingat saat dia pertama kali menemukan kucing itu, kucing itu masih kecil.Satya bisa merawat kucing yang dia titipkan dengan begitu baik, hal ini benar-benar di luar dugaan Anggi."Tak disangka, ternyata kamu punya hati yang begitu lembut. Kamu begitu menyayangi hewan kecil," ujar Luis sambil tersenyum.Satya pun tersenyum, pandangannya sekilas menyapu Anggi sebelum kembali menatap Luis. "Sebenarnya dulu aku hampir melupakan betapa berharganya Pir. Untung saja aku akhirnya tersadar."Hah! Saat itu juga, Anggi sadar bahwa Satya memang memiliki maksud terselubung. Ternyata bukan hanya ilusinya.Namun, berapa persen dari kesadarannya itu yang benar-benar tulus? Pria ini egois dan haus akan kekuasaan, mana mungkin sungguh-sungguh peduli pada cinta atau kasih sayang? S

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 181

    Anggi memandang ke arah suara itu, lalu melihat seekor kucing mujair berdiri di atas dinding batu. Sinar matahari membuat bulunya terlihat sangat mencolok."Kucing ini ...." Dika tiba-tiba melompat turun dari pohon, membuat Anggi terkejut hingga melompat kecil.Pantas saja, kadang-kadang Dika tak kelihatan. Ternyata dia suka bersembunyi di sudut mana pun di halaman.Semua orang kini memandang ke arah Dika. Dika perlahan berkata, "Kucing ini sangat mirip dengan kucing di Kediaman Pangeran Aneksasi, kucing Satya."Kucing Satya?"Kenapa bisa ada di sini?" tanya Luis dengan alis berkerut.Tepat saat itu, penjaga pintu datang melapor, mengatakan bahwa Satya ingin bertemu. Luis terkekeh-kekeh, lalu mengizinkannya masuk. Dia memang penasaran, apa yang diinginkan Satya kali ini.Saat menoleh ke arah Anggi, Luis melihat ekspresinya biasa-biasa saja, tak menunjukkan tanda-tanda senang sedikit pun. Bahkan saat bertatapan, Anggi malah bertanya, "Kenapa Pangeran menatapku seperti itu?"Luis berdeha

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 180

    Di bawah tatapan penuh harap Anggi, Luis berjalan beberapa langkah. Dia menoleh ke belakang. Ketika melihat Anggi yang terpaku, dia tersenyum dan memanggil, "Gigi? Gigi?"Luis memanggil dua kali, tetapi Anggi tidak menjawab. Sebaliknya, matanya mulai berkabut, seolah-olah akan menangis kapan saja."A ... aku ...." Luis panik dan langsung melangkah cepat mendekatinya, memeluknya erat. "Kenapa? Kamu marah karena aku merahasiakan ini darimu? Maaf, aku cuma ingin memberimu kejutan. Aku bukan sengaja ingin menyembunyikannya."Anggi membalas pelukannya. "Pangeran, aku nggak marah. Aku senang."Dia bilang dia senang? Sampai menangis hanya karena senang untuk dirinya?Luis sama sekali tidak menyangka. Dia melepaskan pelukan, menatap gadis yang matanya merah itu. Seketika, dia tidak tahu harus berkata apa."Pangeran, bisa jalan beberapa langkah lagi nggak?" tanya Anggi, mendongak menatap pria tinggi itu."Baik." Luis melepaskan Anggi dan kembali berjalan beberapa langkah. Tatapan Anggi beralih

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 179

    "Aku sudah pergi, terus kembali lagi.""Kenapa? Ada urusan?""Wulan datang mencariku," ucap Anggi, menatap langsung ke arah Luis, "Pangeran, menurutmu apa mungkin Wulan dan Satya akan kembali menjalin hubungan lama mereka?""Gigi ...." Luis menatap gadis di depannya, merasa agak cemburu karena melihat Anggi begitu peduli pada mantan tunangannya itu. "Apa kamu begitu keberatan kalau mereka bersama kembali?"Anggi mengangguk. "Aku nggak bisa membiarkan dia bersama Satya. Apa Irwan dan Junaidi masih mengawasi Satya?"Luis bertanya balik, "Apa yang ingin kamu ketahui?" Di seluruh ibu kota, tidak ada satu pun informasi yang tidak bisa dia selidiki.Anggi membalas, "Aku hanya ingin tahu, apa Wulan dan Satya masih diam-diam berhubungan atau nggak.""Hanya itu?""Ya, hanya itu." Apa lagi yang bisa dia lakukan?Dua orang itu adalah tokoh kunci. Jika mereka benar-benar bersatu, bangkit kembali bukan hal yang mustahil!Luis tidak tahu kekhawatiran Anggi yang sesungguhnya. Dia hanya mengira bahwa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 178

    "Benar, kali ini berbeda dari biasanya. Dia berpakaian mewah, membawa banyak pelayan dan penjaga. Jelas sekali, dia datang dengan persiapan," ujar Mina dengan tenang.Anggi mengernyit, lalu bangkit dengan anggun. "Aku penasaran, apa yang ingin dia lakukan hari ini."Begitu Anggi keluar, semua orang langsung menyambutnya dengan hangat, memanggilnya dengan hormat, "Salam sejahtera, Putri!"Sekilas, Anggi langsung melihat Wulan, yang saat itu menatapnya dengan tatapan cerah dan bibir menyunggingkan senyuman tipis. Alis yang sedikit terangkat pun membuatnya terlihat angkuh.Anggi membisikkan beberapa instruksi kepada Mina, lalu kembali masuk ke ruangan.Mina merapikan ekspresinya, lalu berjalan ke depan Wulan. Dia membungkuk sedikit dan berkata, "Silakan masuk, Putri."Anggi secara langsung mengizinkan Wulan memotong antrean. Siapa yang berani protes? Namun, hari itu tanggal 7. Waktu pengobatan gratis sangat berharga dan antreannya sangat panjang.Dengan senyuman di wajah, Wulan memutar me

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 177

    "Tapi, Fani sekarang bahkan nggak bisa bicara lagi ....""Nggak apa-apa, yang penting dia masih hidup."Wulan pun berpura-pura menunjukkan empati yang dalam. "Benar, untung dia masih hidup."Sunaryo terdiam sejenak, lalu menatap Wulan dan bertanya dengan serius, "Kali ini setelah kamu berhasil lolos, sebenarnya kamu bisa saja pergi mencari Satya, 'kan?" Dia sedang menguji.Mendengar pertanyaan itu, hati Wulan tetap goyah. Namun, dia mengenal Satya dengan baik dan tahu Burhan pasti tidak akan mengizinkan Satya menikahi wanita yang sudah ternodai.Dia menggeleng pelan. "Nggak. Seumur hidupku ini, aku hanya akan ikut denganmu.""Aku?" Mata Sunaryo langsung berbinar. Takdir Wulan itu bisa membantunya mencapai semua ambisinya dengan cepat! Setelah bertahun-tahun menunggu, akhirnya peluang datang juga!"Hanya kamu," jawab Wulan dengan mantap."Kamu tahu kenapa aku selalu menahan diri dan nggak berani melangkah lebih jauh, padahal aku begitu mencintaimu?""Aku ... nggak tahu.""Selain karena

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 176

    "Ada apa?" tanya Sunaryo.Wulan menggeleng. Di benaknya, perasaan terhadap Satya hampir tak tersisa sedikit pun. Dia masih mengingat jelas hari dia menikah dan masuk ke Kediaman Pangeran Pradipta.Anggi mengobrol dengan Parlin, menyiratkan bahwa dia dan Satya punya hubungan yang tak biasa. Tak lama setelah itu, Satya memberikan uang dalam jumlah besar kepada Parlin agar memperlakukannya dengan baik.Hah, memperlakukannya dengan baik? Tidak peduli bagaimana dia menjelaskan, tak pernah cukup untuk menghapus kecurigaan Parlin.Jadi, di hari kedua setelah pernikahan, dia dipaksa melayani Parlin dan dua tamunya. Kini jika diingat kembali, semuanya terasa menjijikkan.Untungnya, Parlin sekarat sekarang.Wulan memandang Sunaryo. "Apa kamu ... jijik padaku?"Sunaryo merapikan helaian rambut di dahinya. "Bagaimana mungkin?"Dengan berani, Wulan memeluk pinggang pria itu. "Benarkah?""Benar.""Kalau begitu, kita ....""Jangan terburu-buru, pria tua itu belum mati."Wulan terlihat agak kecewa. Pa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 175

    Reputasi? Dengan pasangan selingkuh keji ini di Kediaman Pangeran, Parlin sudah tidak memiliki harga diri. Reputasi apa lagi yang tersisa?Meski begitu, Parlin masih tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Dia menatap Sunaryo dan bertanya, "Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?"Selama ini, Parlin tidak mengerti mengapa putra satu-satunya bertindak sekejam ini padanya.Sunaryo terdiam sejenak. Melihat ini, Wulan langsung waswas. Khawatir Sunaryo akan menyesal, dia segera berkata, "Jangan tanya lagi. Dia malu karena kamu begitu bermuka tembok.""Benarkah?" tanya Parlin lagi. Mungkin karena kondisinya terlalu lemah, dia tidak sanggup menopang dirinya terlalu lama dan kembali ambruk ke tempat tidur. "Benarkah begitu?"Kali ini, Sunaryo tidak hanya diam. Dia mengangguk dan berkata, "Ya.""Kenapa?" tanya Parlin."Karena kamu terlalu bejat, karena kamu membunuh ibundaku. Kalau bukan karena kamu, ibundaku nggak mungkin bunuh diri!" balas Sunaryo.Parlin berkata, "Dia bunuh diri ka

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 174

    Setelah melihat Luis mengangguk, Dika berkata pada Torus, "Kamu tahu kalau Putri juga merawat kaki Pangeran, 'kan?""Semua orang di Kediaman Pangeran juga tahu." Torus berpikir sejenak, lalu melanjutkan, "Semua orang di ibu kota tahu kalau Putri merawat kaki Pangeran, tapi orang-orang di Balai Pengobatan Kekaisaran saja nggak berdaya. Apa ... apa jangan-jangan Putri juga sudah membuat kemajuan dengan perawatan kaki Pangeran?""Akhirnya kamu mengerti," ucap Dika.Torus merasa dirinya dianaktirikan. Bagaimana dia bisa jadi orang terakhir yang mengetahui hal sebesar itu?Luis tiba-tiba berdiri. Sambil menumpukan kedua tangannya di meja, dia berkata pada kedua bawahannya, "Hari ini aku juga baru sadar bisa berjalan dua hingga tiga langkah tanpa kruk."Sambil bicara, Luis berjalan beberapa langkah mengitari meja.Dika dan Torus membungkuk dalam-dalam sambil berkata, "Selamat, Pangeran. Selamat, Pangeran!""Putri belum mengetahui hal ini, jadi tutup mulut kalian," pesan Luis."Siap, Pangeran

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status