Sambil berbicara, Pati membuka salah satu buntalan. Dilihat dari potongannya, memang seperti pakaian untuk anak muda. Anggi pun teringat pada Harfi, pemuda yang pernah dia lihat sekali. Saat itu, Harfi sedang bersih-bersih. Dia adalah murid Aska.Anggi pun tersenyum. "Mm, bagus sekali."Pati lalu mengeluarkan satu lagi. "Silakan lihat, yang model ini untuk Tuan Keswan. Ada juga ... untuk Tuan Aska.""Kamu benar-benar perhatian." Setelah berjeda, Anggi menatap awan putih di langit dan bertanya lagi, "Tapi, bukankah semua kebutuhan Biro Falak dibiayai istana? Kenapa kamu masih membeli sendiri?"Itu semua karena tuannya tidak ingin melalui istana. Takutnya kalau diketahui Kaisar dan Permaisuri, mereka akan khawatir.Pati tertawa kaku dan menepuk kepalanya. "Aku benar-benar bodoh, Permaisuri benar."Anggi tersenyum, lalu dia membiarkan Pati pergi. Begitu Pati masuk ke Biro Falak, dia masih menatap pintu itu cukup lama. Tangannya tanpa sadar diletakkan di perut, entah apa yang sedang dipiki
"Mulai sekarang lebih baik kamu tetap makan bersamaku saja, makan di meja terpisah terasa membosankan." Luis mengangguk pelan.Sebenarnya dia cukup lapar. Hanya saja hampir setiap kali makan, dia baru bisa benar-benar menelan setelah muntah sekali.Usai makan malam, Anggi memeriksa nadi Luis. "Nggak ada masalah.""Selama kamu sering mengawasi, apa yang bisa terjadi?" Luis berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Beberapa hari ini memang jauh lebih baik, setidaknya rasa mualnya nggak separah sebelumnya."Anggi bersandar di bahunya. "Kita ini cukup adil juga. Aku yang hamil, kamu yang mual."Apalagi teringat ucapan Damar, hal itu membuat Anggi bahagia sekaligus geli. Apakah karena Luis begitu peduli dan mencintainya, sampai-sampai saat dirinya hamil, Luis yang ikut merasakan mual?"Kamu masih bisa tertawa." Luis yang kenyang pun berpura-pura kesal.Anggi menggenggam tangannya, mengajaknya berjalan santai untuk membantu pencernaan. Di belakang mereka, belasan pelayan mengikuti, membuat taman
"Baiklah, hamba akan cari tahu."Menjelang malam, Mina pun membawa kabar. "Benar saja, para menteri itu sudah mengirimkan foto putri-putri mereka ke istana."Anggi yang sedang makan malam sontak tertegun. "Apa Kaisar sudah memilih?""Belum. Selain itu ...." Mina tak kuasa menutup mulutnya sambil tertawa.Anggi bertanya, "Apa? Cepat katakan, aku jadi penasaran."Mina berdeham. "Demi membuat para menteri itu diam, Kaisar langsung memutuskan akan menikahkan Jenderal Gilang. Kaisar menyuruhnya memilih sendiri dari foto-foto itu. Mungkin ke depannya para menteri nggak akan sembarangan lagi mengirimkan foto putri mereka ke istana. Sebab siapa tahu lain kali yang dianugerahi pernikahan bukan pria sebaik Jenderal Gilang.""Terus, Jenderal Gilang pilih siapa?"Mina menjawab, "Belum tahu. Menurutnya, putri sulung Keluarga Perdana Menteri dan adik perempuan Kepala Pengadilan Agung sama bagusnya. Katanya dia akan menemui mereka, lalu melihat apakah mereka bersedia menikah dengannya."Anggi ikut te
Terdengar suara helaan napas panjang dari Luis.Anggi mendongak menatapnya. Luis sedang berpura-pura terlelap. Dia memang jarang terlihat santai seperti ini.Luis membuka mata, bertemu pandang dengan Anggi. Kemudian, dia tersenyum sambil berucap, "Terima kasih sudah capek-capek, Gigi."Anggi merasa lucu sekaligus malu. Dia lantas menyahut, "Suamiku juga capek."Luis mengusap bahu halus istrinya. Entah memikirkan apa, tak lama kemudian, dia bangkit dan memanggil pelayan membawakan air untuk mandi.Di luar, Mina dan Torus berpandangan sejenak. Mereka semua tahu jelas, sejak Permaisuri hamil, hampir tidak pernah ada kejadian siang-siang meminta air seperti ini.Setelah selesai mandi, Luis memanggil Torus untuk keluar dari Istana Abadi bersamanya."Kedua pelayan itu di mana?" tanya Luis sambil berjalan.Torus menjawab jujur, "Sudah ditahan."Pria itu tiba-tiba berhenti melangkah. Dia mendongak menatap langit biru. Di awal musim panas, sinar matahari dan angin hangat. Berdiri terlalu lama d
"Anak kecil pakai apa saja tetap terlihat lucu, nggak ada pantangan, justru bagus." Anggi memang pernah menanyakan hal ini kepada pelayan senior di istana.Jika memang dibilang anaknya berjodoh dengan Buddha, justru dia sengaja menjahit pakaian warna-warni ini, ingin sedikit mengacaukan ikatan itu.Dia berharap, meskipun kelak anaknya tumbuh di lingkungan Buddha dan bisa melindungi kesehatan Aska, pada akhirnya setelah dewasa tetap kembali ke kehidupan duniawi.Luis bertanya, "Bagaimana maksudmu?"Anggi menoleh, berniat mencari gunting, tetapi baru ingat Mina sudah membereskan semuanya saat pergi tadi.Dia menatap Luis dan menyahut, "Ada deh, kamu nggak boleh tahu.""Kenapa begitu?"Anggi berpikir sejenak, lalu menggeleng. "Pokoknya nggak boleh tahu."Mengingat wajah Luis yang murung saat pertama masuk tadi, siapa yang tahu apa alasannya. Anggi juga tidak mau karena Aska, hubungan mereka menjadi timbul rasa curiga, jadi lebih baik tidak usah dibicarakan. Lagi pula, dari yang dia tahu s
"Menurutmu bagaimana?" Torus menggertakkan gigi.Dika menggeleng. Mana mungkin dia tahu? Akhirnya, Dika berkata, "Permaisuri nggak mungkin mengkhianati Kaisar!"Torus menekan bibirnya, mengempaskan kocokan ekor kudanya. "Benar."Permaisuri dan Kaisar sudah menikah sekian lama tanpa anak. Setelah sering berhubungan dengan Aska, barulah ....Seharusnya hanya karena kondisi tubuh mereka yang istimewa, saling memengaruhi hasilnya, bukan berarti ada pengkhianatan!Dengan wajah murung, Luis langsung menuju Istana Abadi. Anggi dan Mina baru saja beristirahat sejenak, baru hendak mengambil kain, ketika melihat Luis berjalan masuk dengan langkah besar."Sayang." Anggi bangkit, baru sadar wajah Luis tampak murung."Ada apa?" Anggi agak bingung, bahkan merasa tatapan Luis pada dirinya agak aneh.Kenapa dengan pria ini?Luis berpikir, pasti dia terlalu marah sampai pikirannya kacau. Hanya karena perkataan dua pelayan tadi, dadanya sampai terasa sakit.Meskipun tidak bisa sepenuhnya percaya pada As