Beranda / Pendekar / Pendekar Naga Petir / Ular Bermata Emas

Share

Ular Bermata Emas

Penulis: sophelia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-01 13:35:36

Udara sore di hutan itu terasa berat. Angin hampir tak berhembus, dan kabut lembap bergelayut di antara pepohonan tinggi. Cahaya matahari terperangkap di balik awan tipis, menciptakan suasana yang seolah berhenti di ambang senja. Tak ada kicau burung, tak ada dengung serangga—hutan itu sunyi seperti sedang menahan napas.

Qin Shan berdiri di tanah berlumut yang licin, tubuhnya tegang tapi matanya tajam. Di hadapannya, seekor ular raksasa bersisik emas menggeliat perlahan. Panjangnya lebih dari sepuluh meter, tubuhnya sebesar batang pohon tua, dan kedua matanya memancarkan cahaya merah menyala seperti bara api.

Ular itu bukan binatang biasa—ini adalah Ular Bermata Emas, penguasa wilayah timur hutan. Binatang buas yang sudah lama menjadi legenda di kalangan pemburu, karena tak ada yang pernah kembali hidup setelah menantangnya.

Li Feng dan Li Mei berdiri beberapa langkah di belakang, wajah mereka tegang.

“Qin Shan…,” bisik Li Feng pelan, suaranya bergetar. “Kau… yakin mau melawannya sendiri?”

Qin Shan tidak menoleh. Napasnya dalam, matanya fokus pada ular yang kini mulai menaikkan kepalanya tinggi-tinggi.

“Kalau aku tak berani sekarang,” ucapnya pelan tapi mantap, “aku tak akan pernah jadi lebih kuat.”

Li Mei menggigit bibir, suaranya nyaris seperti lirih tangisan. “Tapi itu bukan pertarungan! Itu bunuh diri!”

Qin Shan menatap ular itu tanpa berkedip. “Kalau aku mundur, kita semua yang mati.”

Li Feng menelan ludah, mencoba mencari alasan agar bocah itu mengurungkan niatnya. “Kita bisa memancingnya keluar, lalu—”

“Terlambat,” potong Qin Shan pelan.

Ular itu mengangkat kepalanya lebih tinggi, mendesis keras, dan matanya menatap lurus ke arah Qin Shan. Getaran kecil terasa di tanah. Daun-daun kering di sekitar mulai berjatuhan satu per satu, terbawa tekanan udara.

Li Mei memegang lengan Li Feng dengan gemetar. “Aku nggak sanggup lihat ini…”

Seketika, ular itu menerkam.

Suara ssshhhh! disertai hentakan tanah membuat udara seakan pecah. Kepala besar itu meluncur cepat seperti tombak emas raksasa, menghantam ke arah Qin Shan.

Namun bocah itu sudah bersiap.

Tubuhnya melompat ke samping, menjejak batu lumut, lalu mengayunkan tangan kanannya yang sudah dipenuhi kilatan petir kecil.

“Ledakan Petir Kecil!” serunya.

BZTT!

Petir meledak tepat di leher ular, membuat suara mendesis keras terdengar di seluruh hutan. Asap tipis muncul dari sisiknya.

Namun setelah ledakan reda, hanya terlihat bekas gosong kecil. Ular itu bahkan tampak semakin marah.

Li Feng berteriak, “Sialan! Sisiknya terlalu keras!”

Qin Shan menatap bekas serangannya dan bergumam, “Kau kuat… tapi aku tidak akan kalah.”

Ular itu kembali melingkarkan tubuhnya. Dalam sekejap, ekornya mengayun ke arah Qin Shan seperti cambuk baja.

BOOM!

Tanah bergetar. Qin Shan terpental, menghantam batang pohon besar. Dada kecilnya terasa sesak, darah menetes di sudut bibir.

Li Mei menjerit, “Qin Shan!!!”

Li Feng segera menariknya. “Jangan ke sana! Dia belum menyerah!”

Qin Shan memegangi dadanya, terengah. Tapi matanya justru menyala lebih kuat.

“Kalau aku jatuh sekarang…” katanya pelan sambil berdiri lagi. “Aku tidak akan pernah bisa melindungi kalian.”

Li Feng menggertakkan gigi. “Dasar bocah keras kepala!”

Tapi di matanya, ada sedikit rasa bangga yang tak bisa ia sembunyikan.

Qin Shan mengangkat tangannya lagi. Garis darah petir di dalam tubuhnya mulai bergetar, menyebarkan cahaya kehijauan bercampur kilatan listrik di sepanjang lengannya.

Li Mei memohon, “Qin Shan, hentikan! Tubuhmu belum kuat! Kalau terus dipaksa, garis darahmu bisa rusak!”

Namun Qin Shan seolah tidak mendengar. “Justru saat ini aku harus tahu… seberapa jauh aku bisa melangkah.”

Ular itu mengangkat kepalanya lagi, menganga lebar. Lidah bercabangnya menjulur cepat, suara mendesisnya memecah udara. Qin Shan menjejak tanah, lalu meluncur maju.

DUARR!

Tinju kecilnya menghantam rahang ular, tapi kekuatannya belum cukup untuk menjatuhkannya. Ia terpental ke belakang, tapi kali ini tidak jatuh. Tubuhnya segera menapak tanah, lalu melompat ke sisi lain.

Li Feng berseru kagum, “Dia… mulai membaca pola serangan ular itu!”

Li Mei menatap tak percaya. “Tapi dia… berdarah di mana-mana…”

Ular bermata emas kembali menyerang. Kepalanya menukik cepat, tapi Qin Shan memutar tubuh, melangkah di antara akar besar dan batu-batu tajam. Ia meninju lagi dan lagi, setiap kali menyalurkan kilatan petir kecil yang menembus celah sisik.

“Sedikit lagi…” gumamnya pelan.

BZTT! BZTT!

Cahaya petir menyambar-nyambar di antara pepohonan. Beberapa daun terbakar di udara, menimbulkan aroma hangus.

Tapi perlahan, tenaga Qin Shan mulai menurun. Napasnya terengah, pundaknya berdarah, kakinya bergetar.

Li Mei menangis. “Qin Shan! Sudah cukup!”

Li Feng menatap muram. “Kalau terus begini dia bisa—”

Belum sempat melanjutkan, ular itu membuka mulutnya lebar-lebar. Dari dalam tenggorokannya keluar kabut hijau pekat yang mematikan.

“Racun!” teriak Li Feng. “Qin Shan, mundur!”

Tapi bocah itu justru melompat maju.

Seluruh tubuhnya diselimuti cahaya petir yang menyala terang. Kabut racun yang menyentuhnya langsung terbakar, meledak jadi percikan kecil di udara.

Wajahnya meringis menahan sakit, tapi ia tertawa. “Kau pikir racun bisa menghentikanku?”

Li Mei menjerit ketakutan. “Dia gila!”

Tubuh Qin Shan kini nyaris tak tampak di balik cahaya petir yang berputar di sekelilingnya. Suaranya berat, serak, tapi penuh tekad.

“Kalau aku kalah di sini… aku tidak pantas menyebut diriku kultivator!”

Ia menekuk lutut, mengumpulkan seluruh sisa energi di garis darahnya.

Petir menari di sekujur tubuhnya seperti naga kecil yang bangkit dari tidur panjang.

“Tinju Dewa Petir…”

Napasnya tercekat.

“—HANCURKAN!”

Ia melompat tinggi ke udara. Petir menyambar dari langit, menyatu dengan tubuh kecilnya. Dalam sekejap, ia menukik ke bawah seperti meteor biru, meninju tepat di antara mata ular itu.

BOOOOOOM!!!

Ledakan petir memekakkan telinga. Tanah terbelah, pepohonan di sekitar terbakar. Cahaya biru membutakan pandangan sesaat.

Li Feng dan Li Mei terjatuh karena getarannya. Mereka hanya bisa melihat cahaya yang meledak dari pusat pertarungan.

Beberapa detik kemudian, semuanya senyap.

Debu dan asap perlahan mereda. Di tengah kepulan asap itu, tubuh ular bermata emas tampak tergeletak, tak bergerak. Kepalanya hancur sebagian, sisik-sisik emasnya retak, dan darah hitam mengalir deras ke tanah.

Qin Shan berlutut di sampingnya. Nafasnya berat, wajahnya pucat, tapi matanya… masih bersinar.

“Haah… haah… selesai…”

Senyum kecil muncul di bibirnya.

Li Mei langsung berlari, memeluknya erat. “Qin Shan! Jangan lakukan itu lagi! Aku… aku takut kehilanganmu!”

Qin Shan mengerjap, menatap gadis kecil itu yang menangis di pelukannya. Ia mengangkat tangan gemetar, menepuk kepalanya perlahan. “Jangan khawatir… aku masih hidup, kan?”

Li Feng mendekat, menatap bocah itu dengan wajah campuran kagum dan marah. “Kau benar-benar gila, tahu nggak? Ular sebesar itu… kau hajar pakai tinju?”

Qin Shan tertawa kecil, tapi batuk darah. “Heh… kalau aku nggak gila… mungkin kita udah dimakan.”

Li Mei menatapnya marah di sela tangis. “Tapi kau bisa mati, bodoh!”

Qin Shan menatapnya lembut. “Kalau aku mati untuk melindungi kalian… aku nggak keberatan.”

Li Feng menghela napas panjang, menatap langit yang mulai gelap. “Kau memang berbeda, Qin Shan. Tapi lain kali, beri tahu kami dulu sebelum menantang monster macam itu.”

Qin Shan tersenyum lemah. “Heh, nanti malah kalian larang.”

Beberapa saat mereka diam. Hanya suara angin lembut yang kembali berhembus, membawa aroma darah dan tanah lembap.

Lalu, Qin Shan menatap tubuh ular yang hancur. Dari luka di kepalanya, muncul cahaya keemasan yang berdenyut lembut.

Li Feng menyipitkan mata. “Apa itu?”

Qin Shan berusaha berdiri, meski tubuhnya bergetar. “Energi… inti binatang buas. Itu hadiah untukku.”

Li Mei menggeleng panik. “Tidak! Tubuhmu sudah terlalu lemah, nanti kau terluka lagi!”

Qin Shan tersenyum samar. “Kalau kau khawatir, temani aku. Aku akan baik-baik saja.”

Ia berjalan pelan mendekati kepala ular. Cahaya itu semakin terang, seolah memanggilnya. Begitu tangannya menyentuh, cahaya emas langsung menyerap ke dalam tubuhnya, membuat garis darah petir di dalam dirinya berdenyut hebat.

Kilatan biru keperakan menari di kulitnya. Udara di sekitar berubah seperti medan listrik yang menggigit.

Li Feng menahan napas. “Dia… menyerap kekuatan binatang itu?”

Li Mei berbisik, “Itu berbahaya, kan?”

“Kalau bukan dia,” jawab Li Feng pelan, “tak akan ada yang bisa.”

Qin Shan mengerang pelan, tapi menahan diri. Tubuhnya terasa seperti terbakar dari dalam. Namun di tengah rasa sakit itu, ia bisa merasakan energi baru yang mengalir—lebih kuat, lebih liar, dan lebih murni.

Setelah beberapa menit, cahaya itu memudar. Qin Shan jatuh terduduk, tapi wajahnya kini berbeda. Di matanya, kilatan petir kecil muncul lalu menghilang lagi.

Li Mei berlari menghampiri. “Qin Shan! Kau baik-baik saja?”

Qin Shan membuka matanya dan tersenyum. “Aku… jauh lebih baik dari sebelumnya.”

Li Feng menatap bangkai ular yang kini gelap dan tak lagi bercahaya. “Kau benar-benar menaklukkan penguasa hutan ini…”

Qin Shan berdiri pelan, menatap kedua temannya. “Bukan aku yang menaklukkannya. Kita bertiga yang bertahan.”

Ia menatap langit, yang kini mulai memerah di ufuk barat.

“Dan ini baru permulaan.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pendekar Naga Petir   Di Antara Kilatan dan Bayangan

    Ledakan cahaya itu datang begitu cepat hingga Qin Shan tak sempat menarik napas. Dalam sekejap, seluruh lembah tertelan cahaya biru menyilaukan. Angin berputar liar, mengangkat debu dan batu seperti badai.Ia melompat mundur, berusaha mengaktifkan formasi pelindung di tubuhnya. Tapi sebelum segelnya terbentuk, cahaya itu menelannya bulat-bulat.Suara petir meledak di telinganya—panjang, berat, dan terasa seperti menggetarkan tulang. Lalu semuanya hening.Ketika kesadarannya kembali, ia berdiri di tempat yang tidak lagi sama.Langit di atasnya bergulung seperti kabut berlapis petir. Tanah di bawah kakinya adalah dataran gelap berwarna keperakan, memantulkan bayangan dirinya sendiri. Tak ada angin, tak ada suara. Hanya dengung halus dari udara yang bergetar oleh energi.“Dimensi buatan…” gumamnya pelan. Ia menunduk, menyentuh tanah. “Stabilisasi energi petir tingkat tinggi. Mirip teknik segel ruang yang digunakan oleh Bai Chen.”Jantungnya berdetak lebih cepat. Semua ini terasa terlalu

  • Pendekar Naga Petir   Umpan di Lembah Angin Tersembunyi

    Pagi itu udara di kota perbatasan terasa lebih berat dari biasanya. Awan kelabu menggantung rendah, menyelimuti atap-atap rumah yang berdebu. Qin Shan berjalan di sisi kiri jalan bersama Yue Ling, langkahnya tenang tapi matanya tajam mengamati setiap sudut.Kertas kecil di tangannya kini telah menjadi beban pikiran yang terus berputar sejak semalam.“Jika kau ingin bertemu Bai Chen, datanglah ke reruntuhan Lembah Angin Tersembunyi. Tapi jangan membawa siapa pun selain dirimu.”Tulisan itu terlalu rapi untuk sekadar jebakan murahan. Dan simbol formasi petir biru di ujungnya—terlalu spesifik untuk diabaikan. Simbol itu hanya digunakan oleh kelompok yang menguasai formasi tingkat tinggi dari wilayah selatan.“Masih yakin mau datang?” tanya Yue Ling pelan. “Kalau ini jebakan, kita bisa kehilangan nyawa.”Qin Shan menatap lurus ke depan, suaranya datar. “Justru karena itu aku harus datang. Jika benar Bai Chen masih hidup, maka seseorang sedang berusaha mempermainkan kita.”Mereka berbelok

  • Pendekar Naga Petir   Ujian di Lembah Tersembunyi

    Pagi itu, kabut tipis masih menggantung di atas pasar kota perbatasan. Qin Shan menatap gulungan kertas di tangannya—pesan dengan simbol petir biru yang belum sempat ia buang sejak kemarin.“Lembah Angin Tersembunyi,” gumamnya pelan. Yue Ling menatapnya tajam. “Kau yakin mau pergi sendirian?” “Aku harus memastikan sendiri. Kalau Bai Chen benar-benar hidup, dia mungkin menunggu di sana.” “Dan kalau ini jebakan?” Qin Shan tersenyum tipis. “Maka orang yang memasangnya akan menyesal.”Ia menyimpan kertas itu ke dalam lengan jubahnya, kemudian melangkah pergi tanpa menoleh. Yue Ling hanya bisa menatap punggungnya hingga menghilang di antara kabut.Perjalanan menuju lembah memakan waktu setengah hari. Daerah itu sunyi, hanya angin lembut yang berhembus membawa bau lembab tanah tua. Di kejauhan, lembah itu tampak seperti luka di antara dua tebing, dikelilingi pohon berdaun merah tua yang tidak seharusnya tumbuh di tempat sekering ini.Begitu Qin Shan menjejakkan kaki di dalam, hawa spirit

  • Pendekar Naga Petir   Tenang Sebelum Badai

    Udara di luar lembah terasa berat. Sisa-sisa petir hitam dari pertarungan sebelumnya masih menggantung di langit barat, menandakan Mo Yuan belum sepenuhnya musnah.Qin Shan dan Yue Ling berdiri di puncak tebing kecil. Angin membawa aroma logam dan abu. Dari kejauhan, mereka bisa melihat kilatan cahaya merah di antara awan hitam—tanda bahwa sesuatu masih bergerak di dalam tubuh Mo Yuan.“Dia tidak akan menyerah,” ucap Qin Shan datar. Nada suaranya tenang, tapi matanya menyimpan kekhawatiran.“Lalu apa yang akan kita lakukan?” tanya Yue Ling pelan. “Kalau dia benar-benar bangkit, kita tidak mungkin melawannya dalam kondisi sekarang.”Qin Shan menatap cakrawala sejenak, lalu menarik napas panjang. “Kita mundur dulu. Aku perlu waktu untuk menstabilkan dantian dan menguatkan fisik dewa perangnya. Dunia Batu Semesta akan mempercepat pemulihanku.”Tanpa banyak bicara lagi, ia menutup matanya, memusatkan kesadaran jiwa, dan dalam sekejap tubuhnya lenyap dari tempat itu. Yue Ling mengikuti, me

  • Pendekar Naga Petir   Di Ambang Kematian

    Asap tebal memenuhi lembah. Batu-batu besar yang sebelumnya kokoh kini hancur berserakan. Bau ozon memenuhi udara akibat petir hitam yang baru saja menghantam tanah.Yue Ling berlari dengan wajah panik, tubuhnya berlumuran debu dan darah. “Qin Shan! Di mana kau?!”Tidak ada jawaban. Hanya suara batu yang runtuh dan desis petir yang belum sepenuhnya padam.Ketika debu mulai mengendap, matanya menangkap sebuah sosok di tengah kawah besar. Qin Shan berdiri setengah berlutut, tubuhnya penuh luka. Sebagian baju terbakar, darah menetes dari pelipis dan dada kirinya. Namun matanya masih terbuka, tajam seperti biasa.“Qin Shan!” Yue Ling berlari mendekat.“Jangan,” katanya lirih sambil menahan napas. “Jangan terlalu dekat.”Yue Ling terhenti. Dari jarak beberapa langkah, ia merasakan tekanan aneh yang menyelimuti Qin Shan—campuran antara aura petir dan energi hitam milik Mo Yuan yang belum sepenuhnya menghilang.“Kau terluka parah,” ucap Yue Ling, nada suaranya bergetar. “Kita harus segera ke

  • Pendekar Naga Petir   Takdir di Bawah Langit

    Debu reruntuhan belum sepenuhnya mereda saat Qin Shan berdiri tegak di tengah sisa paviliun. Udara masih bergetar akibat ledakan energi yang baru saja terjadi. Batu-batu besar di sekelilingnya hancur menjadi serpihan, dan tanah di bawahnya tampak seperti terbakar oleh petir.Ia menarik napas dalam-dalam. Setiap tarikan udara membawa rasa logam dan listrik.“Bagian dari Hati Langit, huh…” gumamnya pelan.Tubuhnya memang terasa berbeda. Energi spiritual di dalam dantiannya berputar jauh lebih cepat, tapi setiap aliran energi itu juga menimbulkan tekanan yang luar biasa. Seolah tubuhnya sedang berjuang menyeimbangkan sesuatu yang terlalu besar untuk ditampung manusia biasa.Ia menunduk dan melihat tangannya yang bergetar halus. Urat-urat biru keemasan tampak samar di bawah kulitnya — tanda bahwa energi Hati Langit belum stabil.“Kalau aku ceroboh sedikit saja, seluruh tubuh ini bisa meledak,” pikirnya.Langkah kaki terdengar dari belakang. Pria bertopeng yang tadi bertarung dengannya ber

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status