Genjo Li melahap ikan bakar yang diberikan Zhouyang Hong seperti orang yang tidak makan seminggu. Sampai akhirnya karena terburu-buru ia tersedak duri.
“Hm! Pemalas yang ceroboh!” Zhouyang Hong menyodorkan sekantong air pada muridnya dengan wajah malas. "Makan saja mau bunuh diri!"
Dengan cepat Genjo Li menerima dan meneguk air hingga sakit di tenggorokkannya hilang. “Terima kasih, Guru.”
“Kau harus lebih cermat dan berhati-hati. Kadang-kadang situasi menuntut kita untuk bertindak cepat, tetapi ada kalanya menunggu akan membuat segalanya menjadi lebih baik. Aku bisa menghancurkan batu itu tidak lain karena sejumlah tenaga dalam yang aku gunakan. Hal yang sama harus kau lakukan saat menggunakan Jurus Tebasan Pedang Taring Naga. Kuncinya ada pada kekuatan lengan. Tidak cukup dengan kekuatan fisik semata, tetapi juga harus menggunakan tenaga dalam.”
“Guru ....” Genjo Li terpaku dengan penjelasan Zhouyang Hong y
“Guru ....” Genjo Li tertegun melihat batang-batang bambu kuning tumbang bersamaan. Ia memandang sang guru seolah bertanya apakah semua bambu itu tumbang karena Tebasan Pedang Taring Naga yang baru saja ia praktikkan? Saat ia mendapati Zhouyang Hong mengangguk, senyum pun perlahan terkembang di wajahnya. Genjo Li menunduk, melihat tangannya yang bergetar. Rasa-rasanya sangat sulit dipercaya. Ia baru mencoba jurus pedang itu dua kali dan langsung berhasil? Genjo Li mulai memandang Zhouyang Hong benar-benar sebagai seorang ahli dan guru yang sangat berbakat. Tidak salah jika Patriark Yong Yuwen memintanya untuk menjadi murid lelaki tua bermulut sampah itu. Kenyataannya, seburuk apa pun Zhouyang Hong berbicara, ia memiliki cara berbeda dalam mengajar, dan berhasil mengantarkan muridnya untuk bisa menguasai jurus yang dipelajari dengan lebih cepat. “Guru, aku sudah siap menerima siksaan Guru lagi! Katakan Guru, apa yang harus aku lakukan sekarang?” ta
“Guru tidak berniat memintaku untuk memecahkan bebatuan remuk ini ‘kan?” tanya Genjo Li ketika Zhouyang Hong menghentikan langkahnya di tempat sang murid nyaris tewas kelelahan melawan batu. Pikir pemuda itu, jika sang guru benar-benar memintanya untuk menghancurkan batu yang telah hancur, tentu itu akan menjadi pekerjaan yang sangat menyita tenaga dan waktu. “Memangnya kenapa kalau aku menyuruhmu melakukannya? Katamu kau akan melakukan apa saja siksaan yang kuberikan! Hah, aku telah melakukan kesalahan besar karena mengira kau telah berubah. Nyatanya nol besar! Sekali menjadi pemalas, sampai mati pun akan tetap pemalas.” Genjo Li hanya mengerjapkan mata tanpa mampu berkata apa-apa lagi. Ia hanya bertanya satu kali dan sang guru sudah mengomel tanpa henti. Detik itu juga Genjo Li merasa keliru sudah mempercayai ucapan Zhouyang Hong begitu saja. ‘Bukankah dulu dia memintaku bertanya saat tidak tahu? Kalau seperti ini, tersesat bahkan lebih baik daripada bertanya
‘Jurus Perisai Udara?’ gumam Genjo Li mengulangi ucapan Zhouyang Hong. Mendadak kedua matanya terbuka lebar teringat akan sesuatu. “Guru, itu adalah salah satu jurus yang tertulis dalam Kitab Naga Bertuah!” Zhouyang Hong mengangguk. “Aku sudah menunjukkan padamu bagaimana jurus itu bekerja. Sekarang giliranmu untuk mempraktikkannya.” “Tapi Guru ....” “Kenapa? Kau tidak berani?” Genjo Li terdiam. Tidak bisa dipungkiri, ia memang menyimpan takut. Zhouyang Hong memang telah mencontohkan jurus itu. Akan tetapi, gurunya tidak melakukan apa-apa ketika bebatuan itu melesat ke arahnya selain berdiri dengan tenang. Bagaimana mungkin Genjo Li bisa diam di tempat ketika batu-batu runcing mengancam keselamatannya? “Aku—” Belum sempat Genjo Li menjawab, Zhouyang Hong telah memotongnya lebih dulu. “Aku tidak peduli, bahkan seandainya kau sampai kencing karena takut, kau harus mempraktikkan Jurus Perisai Udara!” Zhouyang Hong menatap lekat muridnya. Lantas i
“Ma—” “Tetap di tempatmu dan jangan membuat telingaku sakit dengan mengatakan maaf!” sambar Zhouyang Hong sangat lantang melebihi suara petir. Kedua alisnya bertaut erat tak mau dipisahkan. Tulang rahangnya mengeras dengan otot-otot leher yang timbul memperjelas kemurkaan. “Guru ... aku akan mencobanya lagi.” “Harus! Tidak akan kubiarkan kau berhenti berlatih sebelum menguasai jurus ini, bahkan jika nyawamu sebagai taruhannya! Kematian murid malas tidak akan membuatku menyumbang air mata setetes pun!” Genjo Li menelan ludahnya dengan susah payah. Kenyataannya, ia terus bergerak untuk menangkis batu. Malahan, jika ia mengikuti apa yang tertulis dalam kitab pusaka, dirinya harus menjadi seorang pemalas yang hanya diam di tempat ketika serangan datang. “Siapkan dirimu lagi! Dengar baik-baik, sejak tadi aku sudah berbaik hati memberimu peringatan sebelum menyerang. Meski hal itu tidak boleh dilakukan, aku tetap melakukannya mengingat betapa lemahn
Genjo Li menoleh, memandang Zhouyang Hong yang berbaring di sampingnya. Meski wajah sang guru telah dimakan usia, kegagahannya masih melekat tanpa luntur oleh waktu. Genjo Li tersenyum, teringat pada Patriark Yong Yuwen. Meski sikap kedua gurunya itu sangat berbeda, bagi Genjo Li mereka adalah guru yang sangat hebat.“Apa kau akan terus menatapku sampai pagi? Kau masih harus melatih Jurus Perisai Udara-mu yang payah!” tegur Zhouyang Hong dengan mata tertutup.Dalam ketenangan malam di pinggir sungai, terang saja suara Zhouyang Hong yang tiba-tiba itu mengejutkan Genjo Li. Ia bahkan diam-diam mengatakan dalam hati bahwa sang guru tidur seperti orang mati, lalu bagaimana bisa Zhouyang Hong tahu jika sedari tadi Genjo Li menatapnya?“Aku tidak bisa tidur, Guru,” jawab Genjo Li jujur. Entah karena terlalu bahagia sebab bisa menguasai jurus-jurus yang diajarkan sang guru atau karena badannya yang terasa sakit semua, yang jelas Genjo Li m
Fan Zhiyi benar-benar tidak menyangka jika Ju Shen akan kembali hari itu juga membawa pasukan berkuda dan para prajurit istana. Sontak saja ia meminta para anggotanya untuk melarikan diri melalui pintu belakang markas. Namun, tanpa diduga, pasukan istana telah menunggu mereka di sana.“Kalian sudah dikepung!” seru LiuYang dari atas kuda. Mata Fan Zhiyi dan para anggotanya menggerayangi banyaknya pasukan yang ada di hadapan mereka. Jika sampai terjadi pertempuran, sudah sangat jelas merekalah yang akan kalah.Sebagai seorang ketua sekte, Fan Zhiyi tentu tidak akan mengabaikan keselamatan para anggotanya. Ia merasa sangat bersalah karena sudah bertindak gegabah, menuruti amarahnya, hingga kini membuat seluruh anggotanya berada di ujung kematian. Fan Zhiyi tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika hari itu menjadi hari kehancuran sektenya.Dengan mengesampingkan segala kehormatan dan harga dirinya, lelaki itu lalu bersujud dan berkata, “Mohon
Kabar penyerangan pasukan istana ke markas Sekte Bulan Sabit membuat sekte-sekte aliran putih lainnya tidak bisa bernapas lega. Mereka tahu, cepat atau lambat hal yang sama akan menimpa mereka. Maka, secara diam-diam para ketua dari beberapa sekte aliran putih berinisiatif melakukan pertemuan. “Pertama mereka menghancurkan Sekte Teratai Putih, dan sekarang Sekte Bulan Sabit. Selanjutnya mereka pasti akan bertandang ke markas kita.” “Aku dengar mereka menyerang karena Fan Zhiyi tidak mau menyerahkan senjata sebagai ganti untuk membayar pajak.” “Fan Zhiyi selalu membayar pajak. Tapi mereka memang keterlaluan. Sekali saja keinginan mereka ditolak, senjata yang berbicara!” “Lalu apa yang akan kita lakukan? Pada akhirnya kekayaan sekte kita pun akan habis dengan pajak yang menggila itu.” “Pokok masalahnya bukan pajak. Pajak hanya digunakan untuk menekan kita. Selama sekte kita bersedia untuk bergabung dengan Aliansi Jing Quo, mereka tidak akan meny
Genjo Li tidak bisa menahan pelipisnya untuk tidak berkedut atas apa yang dikatakan oleh sang guru. Namun, entah bagaimana ucapan kasar dari Zhouyang Hong justru membuat Genjo Li bertekad untuk bisa menakhlukkan Naga Putih. "Baiklah Guru, aku akan mengingat dulu bagaimana cara untuk melakukan Jurus Kekuatan Naga Putih." Zhouyang Hong hanya mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Ia memejamkan kedua matanya seperti sedang memikirkan sesuatu hal. 'Dengan Jurus Pedang Dewa, kau bisa memanggil petir. Simpan petir dalam pedangmu. Pada putaran ketiga di atas kepala, seekor Naga Putih akan lahir dari pedangmu. Berhati-hatilah, dia sangat liar, mampu menyambar dan meluluhlantahkan apa pun, juga membuat manusia menjadi hitam tak bernyawa. Kau harus bisa mengendalikan naga itu sebelum dia memangsamu. Naga yang jinak akan menuruti semua perintahmu dan menjadi pelindung terkuat dari segala sesuatu.' Genjo Li membuka kedua matanya. Ia menatap sang guru dengan mulut s