Senopati Saktiwaja terlihat tidak berkedip melihat setiap pergerakan Indra, dia sangat yakin kalau dia sudah pernah melihat pergerakan seperti itu selama ini tapi entah dimana. Hal itu membuat Adipati Janggala yang ada di dekatnya juga terlihat heran melihat sikap Senopati.
“Ada apa tuan?” tanya Adipati Janggala.
“Rasanya aku sudah pernah melihat gerakan silat pemuda itu sebelumnya,” jawab Senopati tanpa mengalihkan pandangannya.
“Tapi saya baru kali ini mendengar namanya, kalau tidak salah dia namanya Indra Purwasena,” tukas Adipati Janggala.
“Aku juga baru kali ini mendengarnya, bahkan wajahnya sangat asing bagiku. Tapi gerakan silat itu entah mengapa rasanya sudah pernah aku lihat sebelumnya,” ujar Saktiwaja. Mendengar hal itu Janggala kembali menatap Indra yang sedang jual beli serangan dengan Karta.
Sementara itu pendekar yang
“Ajian ngalajiwa!” gumam Karta sambil melesat dari arah belakang Indra.Tapi Indra dengan konsentrasi penuh langsung memutar kaki kanannya setengah lingkaran ke belakang, kini tubuhnya tepat berhadapan dengan tubuh Karta yang tidak terlihat. Indra membuka matanya dan menarik tangan kanannya ke belakang setelah itu dia langsung melesat ke depan dengan menghantamkan ajian bayubaraja.Karta tampak sangat terkejut karena dia tidak mengira Indra akan menyadari posisinya yang sedang menggunakan ajian malih warni, Karta saat itu juga langsung menghantamkan ilmu kanuragan miliknya membentur ajian yang digunakan Indra. Saat tangannya bertemu dengan tangan Indra tubuhnya terasa begitu panas hingga wujudnya terlihat kembali. Perlahan sesuatu yang panas seakan naik ke tenggorokannya.Rima yang tadi terpental ke belakang kembali merangsek ke depan, dia sangat ingin melihat apa yang terjadi sebab getaran tanah yang dia ras
“Ikat pinggang itu?” gumam Senopati Saktiwaja dengan mata terbelalak melihat ikat pinggang hitam bergambar tengkorak yang baru Indra kenakan. Cangkir bambu yang dia pegang di tangan kanannya tiba-tiba hancur berkeping-keping membuat air teh di dalamnya tumpah, Adipati Janggala yang melihat hal itu langsung terkejut.“Ada apa tuan senopati?” tanya Adipati dengan raut wajah khawatir.“Tolong panggilkan salah satu pengawalku kemari, Janggala,” perintah Saktiwaja yang terus menatap tajam Indra di kejauhan.“Baik Senopati,” jawab Adipati sambil bangkit hendak menunaikan perintah Senopati meski dia tidak tahu untuk apa Saktiwaja meminta pengawalnya ke sana.“Kisanak, silahkan keluar. Pertandingan selanjutnya akan segera dimulai,” ucap pria di tengah lapangan saat melihat Indra masih mondar mandir.“Oh baik-baik,” j
Rima yang penasaran dengan kata-kata Ki Bisara langsung melesat dengan melayangkan tendangan kaki kanannya mengincar leher, tapi dengan sigap Ki Bisara menunduk menghindarinya. Tapi Rima langsung menggerakan kaki kanannya ke bawah mengincar tubuh Ki Bisara tapi lagi-lagi Ki Bisara menghindarinya dengan mengelak ke samping. Kelihatannya Ki Bisara memang tahu betul seperti apa Rima akan bergerak, sebab serangan tak terduga seperti itupun tetap bisa dihindari olehnya.‘Bbeerrrgghh’Hujaman kaki Rima hanya menghantam permukaan arena saja. Rima tidak berhenti lama karena dia kembali menyerang Ki Bisara dengan pukulan tangan kirinya, lagi-lagi Ki Bisara berhasil menangkis pukulannya hingga terdengar suara benturan keras. Rima langsung melompat ke udara dan berjungkir balik dengan posisi kepala di bawah, secara beruntun dia melayangkan pukulannya mengincar Ki Bisara.‘Ddaakhh’‘Dddsssshh&rsq
“Awas kau keparat! Kalau kita bertarung nanti akan kuhabisi kau!” bentak Ki Bisara sambil menunjuk Indra. Tapi Indra malah menjulurkan lidahnya meledek, tentu saja para penonton di dekatnya ikut tertawa melihat tingkah Indra.“Bukankah semua itu tidak masalah jika kau memang pendekar sejati? Sebab semakin kuat dan tersohor seorang pendekar maka kemampuan dan gaya bertarungnya juga akan semakin banyak yang tahu. Seharusnya jika kau memang pendekar yang hebat hal itu malah akan membanggakan, terkecuali serangan rahasiamu itu memang satu-satunya serangan andalanmu,” ucap Rima sembari tersenyum seakan mengejek Ki Bisara.“Aku hanya tidak suka ada orang yang mencampuri pertarungan orang lain. Bukan berarti setelah kau tahu serangan rahasiaku itu kau mendadak bisa menang menghadapiku,” kata Ki Bisara sambil menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.Rima terlihat langsung waspada. Ki
“Aku menyerah!” teriak Ki Bisara sambil mengangkat tangannya.“He?” ujar Indra kaget. Tampaknya bukan hanya Indra yang kaget sebab hampir semua orang di tempat itu juga ikut terkejut mendengar Ki Bisara menyerah.Rima yang hendak menggunakan ilmu kanuragannya langsung berhenti berlari dan menatap tajam Ki Bisara. Tapi Rima kembali bergerak hendak menggunakan ajian rawageni miliknya menghantam tubuh Ki Bisara, tapi pria yang bertugas memanggil nama-nama pendekar langsung menghadangnya.“Orang yang menyerah sudah dianggap kalah, tidak ada alasan bagi nyai untuk terus melanjutkan pertarungannya. Nyai sudah menang,” ucap pria itu sambil menatap tajam Rima.“Dengar sendiri nyai, kamu sudah menang dan saya yang kalah. Hehehe..” timpal Ki Bisara sambil terkekeh.“Dasar tua bangka licik! Awas kalau kau berani muncul di hadapanku lagi!
“Hahaha..” Senopati malah tertawa lebar, semua pengawal Senopati juga ikut tertawa mendengarnya. Hal itu tentunya membuat Indra bingung.“Hihihi..” Indra memilih ikut tertawa karena dia pikir Senopati memang tertawa gara-gara paham bahwa telah salah paham.“Sudah aku bilang tingkah polosmu itu tidak akan mempengaruhiku. Jika bukan milikmu kenapa kau bisa memilikinya? Asal kau tahu bahwa kami juga tahu bahwa mendapatkan ikat pinggang seperti itu sangatlah sulit, kami juga tahu bahwa selain terdiri dari orang-orang kuat, kelompok kalian juga memiliki orang yang pintar. Karena itu aku tidak akan tertipu oleh kalian,” kata Senopati.“Eh?” gumam Indra, padahal dia pikir kesalahpahaman itu sudah berakhir.“Tapi ini beneran loh Tuan Senopati. Saya dapat ikat pinggang ini dari mayat orang yang menyerang perguruan saya, sekarang saya mau balas dendam,&rdqu
“Aku berikan kesempatan terakhir, katakan dimana pemimpinmu!” kata Senopati Saktiwaja.“Aduh tuan, kalau saya memang tahu tempat penjahat itu sudah saya katakan. Cuma saya sekali lagi bukan kelompok mereka,” kata Indra yang sudah kehilangan harapan.“Sudah aku bilang meski pura-pura polos seperti itu kamu tetap tidak akan bisa membodohiku!” tegas Saktiwaja.“Tuh kan. Tetap saja begitu,” gumam Indra sambil mulai melihat sekelilingnya.Tapi Saktiwaja langsung melesat mengayunkan tinju tangan kanan, saat itu juga Indra mengelak ke samping sambil menggerakan sikutnya mengincar dagu Saktiwaja. Tapi seorang Senopati Kerajaan memang tidak mudah ditumbangkan, Saktiwaja dengan gesit menunduk seraya mengangkat lututnya mengincar dada Indra.‘Tap’Indra menahan lutut Saktiwaja dengan kedua tangannya, tapi Sakti
“Hihihi.. sudah aku katakan bahwa Tuan Senopati hanya salah paham saja. Saya bukan mau menguji kekuatan tuan. Tapi saya hanya berpikir apa yang akan terjadi kalau saya sampai ditangkap oleh tuan,” jawab Indra seadanya karena dia sedang sibuk memikirkan cara untuk melarikan diri.“Sudah jelas bukan. Kau akan mati!” tegas Saktiwaja.“Hihihi.. kalau begitu, itu sudah cukup bagi saya,” tukas Indra dengan wajah serius.Indra langsung menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada dengan posisi tegak sempurna. Saat itu juga riuh angin langsung bergemuruh, udara di tempat itu mendadak terasa sangat panas bagaikan dikelilingi oleh kobaran api besar. Detak jantung Saktiwaja langsung berdegup semakin kencang.Para pengawal Saktiwaja langsung melompat jauh karena rasa panas yang begitu hebat. Saktiwaja tertegun sejenak, dia akhirnya ingat apa yang terjadi dua puluh tujuh ta