Menjadi istri kedua Arudra Janardana, itulah takdir yang harus dijalani Zivara Nadadhianti. Pernikahan mereka merupakan hasil perjodohan Ayah masing-masing, yang merupakan teman saat SMU. Arudra pada awalnya menolak untuk menikahi Zivara, karena dia telah memiliki kekasih, yakni Lanika Aqila, sekretaris di kantor rekan bisnisnya. Demi memenuhi permintaan ayahnya, Arudra bersedia menikah dengan Zivara, tetapi setelah dirinya menikahi Lanika. Pada Zivara, Arudra menerangkan jika dirinya tidak akan menyentuh perempuan tersebut. Selain itu pernikahan mereka juga hanya akan berlangsung selama setahun. Zivara mengiakan syarat itu, tanpa menduga bila pernikahan tersebut akan menjadi awal kisah cintanya yang tragis bersama Arudra.
View MoreSepanjang jalan menuju rumahnya, Zivara mengunci mulutnya rapat-rapat. Dia mengabaikan Arudra yang berusaha mengajaknya berbincang, karena kesal dengan pria tersebut. Setibanya di rumah, Zivara bergegas memasuki kamar. Dia membersihkan wajah dari riasan sambil menggerutu. Kemudian dia berpindah ke bilik basah. Arudra mengetuk pintu kamar utama, tetapi karena Zivara tidak kunjung menyahut, akhirnya pria berkaus putih nekat membuka pintu dan memasuki ruangan. Arudra menutup pintu, lalu memindai sekitar. Bunyi air di kamar mandi membuatnya paham jika Zivara tengah berada di sana. Arudra mengulum senyuman. Dia memiliki rencana untuk mengerjai Zivara yang sejak tadi mendiamkannya. Sekian menit berikutnya, perempuan berambut panjang keluar dari toilet. Dia bingung karena lampu utama telah padam. Padahal Zivara ingat betul bila dirinya telah menyalakan lampu. Zivara tidak sempat menghindar ketika dipeluk dari belakang. Dia hendak menjerit, tetapi mulutnya dibekap tangan seseorang yang d
Grup PC Utama Idris : Gaes, ada undangan dari Mas Bambang PB. Aaron : Undangan apa, Bang @Idris? Idris : Sunatan anaknya. Arudra : Kapan? @Bang Idris. Idris : Sabtu depan. Acara bebas, dari jam 11 sampai jam 3. Drew : Jam 11 malam sampai jam 3 subuh? Arya : @Drew, kamu bikin aku keselek! Kasyafani : Drew kumat! Olavius : Anak satu itu makin gila! Zulfi : Gimana nggak ngaco, mentornya aja unik. Ghael : Siapa mentornya Drew? Yoga : Yanuar. Haryono : Kaisar. Andri : Ming. Ilyas : Sipitih. Rusli : Papi Yuna. Wirya : Pacarnya Rihanna. Bram : Ehh, Rihanna, apa kabar, @Wirya? Wirya : Sehat, dan tambah manis. Riko : Pacar abadi Yanuar. Johan : Cinta sejati Yanuar. Sanusi : Fans berat Yanuar. Abimanyu Bhalendra : Kalian ngomongin Rihanna, yang mana orangnya? Zulfi : Bentar, kucari dulu fotonya. Tidak berselang lama satu foto hewan berkaki empat, berbulu cokelat dengan moncong putih, muncul di layar ponsel semua anggota grup. Berbagai stiker tawa bertebaran, dan banyak
Zivara tidak berani memandangi langsung wajah suaminya yang tengah mengemudi. Perempuan bergaun salem merasa malu bila mengingat pencurian ciuman dari lelaki berkemeja krem, kemarin malam. Zivara tidak menduga jika Arudra berani menggodanya seperti itu. Bahkan, lelakinya kembali menciumi pipi kanannya belasan menit lalu, ketika Zivara baru keluar dari kamar. Perempuan berbibir penuh mengomeli dirinya yang seolah-olah baru pertama kali dicium lawan jenis Zivara menggerutu dalam hati, karena dia membiarkan Arudra terus menggoda. Padahal seharusnya Zivara harus tegas menolaknya. Sesampainya di tempat tujuan, ternyata sudah banyak orang yang memenuhi tenda biru, di depan kediaman orang tua Marlina. Zivara mengajak Arudra menyambangi sang calon pengantin yang berada di pelaminan kecil di ruang tamu. "Selamat, Mar," tutur Zivara sembari menyalami dan beradu pipi dengan rekannya "Makasih, Zi," balas Marlina sambil menarik diri. "Aku senang karena kamu mau datang," lanjutnya. Zivara m
Suasana di ruang rapat kantor Pangestu Grup, siang itu terlihat ramai orang. Seorang pria berkulit putih berdiri di dekat layar yang memampangkan detail proyek terbaru, yang digagas beberapa anggota PG. Linggha Atthaya Pangestu, CEO perusahaan tersebut, didaulat menjadi pemimpin tim. Pria berbadan tegap menerangkan setiap detail dengan lugas, hingga bisa dipahami semua peserta rapat. Tiga puluh lima menit terlewati, pertemuan itu telah usai. Satu per satu peserta rapat berpamitan, lalu keluar dari ruangan. Hingga tersisa segelintir orang yang masih bertahan. "Saya mau ke kafenya Tanti. Kalian, mau ikut?" tanya Linggha sambil membuka jas birunya dan disampirkan di lengan kiri. "Aku sudah nunggu Mas ngajak dari tadi," sahut Leandru Mahendra, anggota tim 5 PG, sekaligus sepupu Linggha dari pihak Ibu. "Jangan bilang Mas Dru mau makan gratisan," ledek Satria Daryantha, anggota tim 3 PG."Enggak, aku cuma mau nagih janji Papa Arrazi," kilah Leandru. "Saya janji apa?" tanya Linggha sam
Arudra tiba di rumah Zivara menjelang pukul 8 malam. Dia bergegas memasuki kamar mandi untuk bersemedi. Sementara Zivara menyiapkan minuman dan makanan di ruang tengah. Teriakan Arudra yang meminta diambilkan handuk, menyebabkan Zivara menggeleng. Dia jalan ke teras belakang untuk mengerjakan permintaan sang suami. Kemudian Zivara berpindah ke depan kamar mandi yang berada di antara kedua ruang tidur. "Mas, handuknya digantung di gagang pintu," tukas Zivara. "Ke siniin," pinta Arudra sambil membuka pintu dan mengulurkan tangan kiri. Zivara menunduk sambil memberikan handuk. Kemudian dia berbalik dan bergegas ke ruang tengah. Zivara merasa malu, padahal badan Arudra sama sekali tidak terlihat. Belasan menit terlewati, Arudra telah berada di sofa sambil menikmati hidangan. Zivara memandangi televisi sembari memikirkan kata-kata untuk memulai percakapan. "Ikannya enak. Beli di mana?" tanya Arudra sembari meletakkan piring kosong ke meja dan mengambil gelas berisi teh hangat. "Aku
Aroma harum yang menguar dari dapur, menyapa indra penciuman Arudra pagi itu. Dia memandangi perempuan berambut panjang yang sedang membelakanginya dan sibuk di depan kompor. Arudra menyambangi Zivara, lalu mengintip dari belakang pundak istrinya. "Wangi," tuturnya. Zivara menjengit karena tidak melihat lelakinya mendekat. "Mas ngagetin," keluhnya. Arudra menarik diri seraya tersenyum. "Masih lama nggak?" "Bentar lagi. Mas tunggu aja." "Kopiku, sudah dibuat?" "Belum. Habis ini." "Aku bikin sendiri aja." Zivara tidak menyahut dan melanjutkan mengaduk-aduk mi goreng di wajan. Arudra menyiapkan minumannya sendiri, lalu berpindah ke kursi dekat meja makan. Tidak berselang lama, keduanya telah bersantap tanpa saling bicara. Pintu samping terbuka dan seorang perempuan berjilbab hitam memasuki ruangan sambil mengucaokan salam. "Waalaikumsalam," sahut Zivara. "Sarapan, yuk, Teh," ajaknya sambil menatap perempuan berkaus krem. "Nuhun, Bu. Tadi sudah makan di rumah," terang Nini. Dia
Jalinan waktu terus bergulir. Langit terang telah menggelap seiring derasnya hujan sore itu. Zivara yang baru selesai bertugas sebagai instruktur pilates, duduk bersila di ruangan pengelola. Zivara memandangi tetesan air melalui kaca besar. Dia memikirkan nasibnya yang kurang beruntung dalam hal percintaan. Terutama setelah berpisah dengan Evan beberapa bulan silam. Terbayang kembali raut wajah kecewa Evan saat Zivara menjelaskan keputusannya untuk mengakhiri hubungan mereka. Semenjak itu Evan seolah-olah menghilang dan Zivara tidak pernah mendengar kabar apa pun dari pria tersebut. Marlina, teman kuliah Zivara yang merupakan sepupu Evan, juga turut menjauhi Zivara Bahkan Marlina tidak menghadiri acara pernikahan tempo hari meskipun telah diundang secara khusus oleh Zivara. Dering ponselnya mengagetkan Zivara. Dia meraih benda itu dari tas, lalu mengecek nama pemanggil. Alis Zivara bertaut karena nomor yang telah menghubunginya ternyata tidak terdaftar. Perempuan berambut panjan
"Jadi, Mas pulang dari Lombok, langsung ngapel dia?" tanya Lanika dengan ketus. Arudra menarik tangan kanan Lanika. "Duduk dulu. Kita bicara baik-baik," pintanya. Lanika menepis tangan suaminya, lalu mendelik tajam pada Zivara yang membalas tatapannya dengan santai. "Aku nggak punya waktu buat ngobrol. Apalagi sama pelakor!" "Siapa yang kamu bilang pelakor?" tanya Zivara. Dia tersinggung dikatai seperti itu. "Hati-hati kalau bicara. Jangan sampai kamu malu nantinya," lanjutnya. "Aku ngomong apa adanya. Kamu memang pelakor!" "Kalau aku nggak membantu, kamu nggak akan bisa nikah sama dia!" Zivara menunjuk Arudra yang masih terpaku menyaksikan perdebatan itu. "Tanpa bantuanmu, kami tetap akan menikah!" "Begitu? Tapi kenyataannya berbeda dari omonganmu." "Kamu cuma istri pajangan. Jangan berlagak di depanku!" "Ngapain belagu? Bukan sifatku kayak gitu." Zivara berdiri dan melemparkan kunci mobil ke dekat Arudra. "Mas urus dia. Sebelum dia makin stres dan ngoceh sembarangan!" geram
Malam sudah larut ketika Zivara dan Arudra selesai membungkus oleh-oleh. Mereka memaksakan diri untuk menuntaskan pekerjaan itu, karena esok pagi sudah harus berangkat kembali ke Bandung. Zivara menguap untuk kesekian kalinya. Arudra yang merasa kasihan, meminta gadis itu untuk segera tidur dan dia yang akan mengemasi semua bungkusan ke tas travel besar, yang tadi dibeli khusus untuk mengangkut semua buah tangan. Zivara menurut. Dia memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Lalu dia keluar dan jalan menuju kasur besar. Tubuh yang terlalu lelah menyebabkan Zivara lupa, bila malam itu gilirannya tidur di kasur tambahan. Belasan menit terlewati, Arudra telah selesai dengan tugasnya. Dia berdiri, lalu memutar badan ke kanan dan kiri, hingga tulang-tulangnya berbunyi. Arudra bergegas ke bilik kecil. Dia memutuskan untuk mandi, karena tadi sempat keringatan saat berbelanja. Arudra meringis kala menyadari bila dia lupa membawa handuk. Dia menyambar jubah mandi Zivara dari gantungan,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.