แชร์

Bab 127: Kursi Kosong di Meja Makan

ผู้เขียน: Rizki Adinda
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-01 09:37:47

Kalau Elina sampai menolak makan malam dan harus dibujuk dengan segala cara, bisa ditebak—Raka pasti akan berakhir dengan perut kosong juga.

Di ambang pintu dapur yang terbuka, Raka berdiri diam. Bayangan tubuhnya terpotong cahaya lampu gantung yang menghangatkan ruangan.

Tatapannya jatuh pada Elina, gadis kecil berambut ikal yang kini tertawa bersama dua anak lainnya, sementara sendok dan garpu menari-nari di antara suara ceria.

"Aku nggak apa-apa," ucapnya akhirnya, nada suaranya ringan tapi mengandung sesuatu yang menggantung di udara.

"Ada makanan di rumah. Nanti tinggal panaskan. Lagipula, Ellie memang suka main sama mereka. Maaf merepotkan. Aku tunggu di ruang tamu saja, nggak akan ganggu."

Hanya beberapa detik, tapi cukup untuk Kirana membaca ekspresi di wajah pria itu—sesuatu yang tidak diucapkan tapi jelas terasa.

Ia melihat Raka memandangi Elina sejenak, lalu berbalik, langkahnya pelan namun tegas, menjauh dari meja makan yang tera

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 254: Lebih Bahagia di Sini

    Bayu menarik tangan ibunya dengan semangat yang hampir membuat Kirana terseret. Langkah kakinya ringan seperti angin pagi yang terburu-buru, matanya menyala penuh antusias.Kirana yang masih mengenakan daster berbunga, mengikuti anak bungsunya menuju ruang tengah dengan senyum geli.Di sana, tepat di tengah karpet bulu berwarna abu muda, berdiri sebuah istana yang menjulang setinggi hampir satu meter.Dinding-dindingnya tersusun dari keping-keping Lego berwarna pastel, dengan menara kecil menjulang di tiap sudut dan jendela-jendela mungil yang seperti siap ditempati para peri.“Kita udah selesaiin kastilnya, Bu!” seru Bayu, dada membusung bangga.Di sebelahnya, Aidan dan Elina berdiri sejajar, wajah mereka bersinar seperti lampu sore yang menembus jendela.Pipinya memerah karena bangga dan kelelahan. Kirana mendekat perlahan, lututnya menekuk saat ia berjongkok agar sejajar dengan pandangan mereka.Matanya tak berkedip mem

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 253: Bayangan di Kaca Jendela

    Wajah Raka mengeras, tegang seperti tali busur yang ditarik terlalu kencang. Tatapannya menusuk, marah bukan hanya karena penolakan Kirana, tapi juga karena sesuatu yang lebih dalam yang tak diucapkan."Kalau tidak salah, kamu minum beberapa gelas tadi malam," suaranya terdengar datar tapi menggigit."Apa kamu berniat ditilang karena mengemudi dalam pengaruh alkohol?"Kirana mengerutkan kening. Ia tidak langsung menjawab. Udara di antara mereka mengental, seperti kabut tipis yang menggantung sebelum badai.Belum sempat ia membuka mulut, Raka sudah menarik pergelangan tangannya. Genggamannya tak kasar, tapi cukup kuat untuk menunjukkan bahwa ia tak ingin ada perdebatan.Ia menuntunnya ke sisi mobil tanpa berkata apa-apa lagi.Kirana terdiam, tubuhnya menurut, tapi pikirannya tidak. Ada pertentangan yang ia telan bulat-bulat, walau tak satupun keluar dari bibirnya.Dia ingin melihat Elina, pikirnya pelan. Jadi dia tidak ben

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 252: Dalam Genggaman Rasa

    “Nggak usah repot-repot. Aku juga harus pulang cepat, ada seminar online sebentar lagi. Aku bisa sekalian antar Kirana.”Senyum sopan Alesha terlihat tenang, tapi perkataannya seperti menyulut bara di udara. Bara, yang tadinya sudah bersiap untuk mengantar Kirana, langsung menegakkan tubuhnya.Tatapannya melembut ke arah Alesha, tapi sebelum ia sempat berkata apa pun, suara lain yang lebih dingin memotong, bagaikan bilah tipis yang menyayat tenang permukaan air.“Kalau Pak Mandala sibuk, biar saya saja yang antar Ibu Alesha pulang,” ujar Raka. Suaranya tenang, nyaris bersahaja, tapi nada tiap katanya terpatri dengan ketegasan yang tak terbantahkan.“Sekalian saja, saya bisa mampir lihat anak saya.”Sunyi mendadak menyergap ruangan seperti embun beku yang menyelimuti pagi buta. Deretan lampu gantung yang memantulkan cahaya kekuningan di langit-langit tak mampu menghangatkan suasana yang tiba-tiba membeku.S

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 251: Tatap yang Tak Terucap

    Begitu ucapannya menggantung di udara, suasana seakan ikut terhenti. Bara sempat melirik ke arah Raka, tatapannya menyiratkan lebih dari sekadar tanya—ada beban di sana, semacam harap yang menggantung tanpa bentuk.Namun Raka tetap tak bergeming, wajahnya datar, seolah uap dari kopi pun tak mampu menghangatkan raut dingin itu.Ia menolak bicara, bahkan dengan mata.Bara menghela napas pelan. Satu-satunya yang terlihat memikul kesalahpahaman itu kini hanya dirinya sendiri.Kirana menyambut keheningan itu dengan senyum tipis, nyaris tak terlihat, lebih menyerupai bayangan senyum.“Saya tidak keberatan,” katanya dengan nada pelan namun mantap. “Kebetulan tadi saya bertemu Lukman, sudah lama tidak bertukar kabar.”Lalu, setelah jeda pendek yang disengaja, ia menambahkan dengan halus namun mengiris, “Tapi saya menghargai niat baik Anda. Hanya saja, tak perlu repot-repot menghibur saya.”Kata-katany

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 250: Dalam Sorot Mata

    Sinar lampu gantung kristal memantulkan kilau halus di permukaan meja-meja makan, menciptakan suasana hangat namun penuh gengsi di ruangan itu.Musik lembut mengalun dari sudut aula, mengiringi denting gelas dan gumam obrolan para tamu. Tapi bagi Raka, semua itu hanya latar yang memburam.Fokusnya hanya satu: Kirana. Lebih tepatnya, Kirana dan Lukman.Raka tak bicara sepatah kata pun, namun sorot matanya tak pernah lepas dari mereka. Setiap kali tawa Kirana pecah karena celetukan Lukman, otot rahangnya mengencang, seperti berusaha menahan sesuatu yang hendak meledak.Bara, yang sedari tadi berdiri di dekatnya, menyadari perubahan halus itu. Ia melangkah sedikit lebih dekat, seolah hanya ingin melihat pemandangan di seberang, padahal matanya mencuri pandang pada ekspresi Raka.“Raka, kamu kenal dekat sama Dokter Alesha, ya?” tanyanya dengan nada ringan, nyaris seperti basa-basi.Butuh beberapa detik sebelum Raka menjawab. “K

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 249: Tatapan yang Menyala

    Si pria berkemeja batik mahal itu sempat terdiam, mungkin menyadari bahwa senyum dan gayanya tak cukup menembus benteng tenang yang dipancarkan Kirana.Namun ia cepat-cepat menarik kembali senyum ramahnya, seperti mencoba menyelamatkan suasana.“Wah, saya kira Anda dari keluarga bangsawan,” katanya dengan tawa kecil yang diselipi harapan. “Melihat dari sikap dan penampilan Anda... anggun sekali. Apa saya boleh berkenalan? Mungkin kita bisa jadi teman.”Kirana mengangkat wajah sedikit, tersenyum lembut. Ada nada halus tapi tegas dalam suaranya saat menjawab, “Maaf ya, akhir-akhir ini aku memang sedang tidak terlalu mood untuk hal-hal seperti itu.”Senyumnya tak memudar, tapi ia menjaga jarak dengan elegan. Meski penolakan itu dibungkus dengan sopan santun, pria itu tetap tampak kecewa.Bahunya turun sedikit saat ia mengangguk pelan, lalu berbalik dan berjalan menjauh, langkahnya berat namun tertahan.Tak ad

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status