“Kau bisa bicara denganku. “ Shane ikut bersikeras. Grace baru saja mengalami hal yang sangat berat. Jika ia diberitahu mengenai informasi tentang kecelakaan kedua orangtuanya, bisa saja itu kembali memicu depresinya. Grace sudah pernah hampir meninggal karena ia yang pasrah akan hidupnya. Shane tidak ingin itu kembali terulang lagi. “Aku tidak akan bicara sampai dia menemuiku.” Jackson memutuskan. Shane menghela napas dengan kasar. Ia menatap pengawal, seakan memberikan kode agar mereka memberikan sedikit kekerasan. Seakan mengerti, dua orang itu langsung menangani Jackson. Jackson tidak bisa memberikan perlawanan. Ia hanya bisa pasrah ketika salah satu dari mereka mengunci pergerakannya dan pria satu lagi memukuli wajah juga perutnya. Jackson tampak babak belur dan kesakitan, tapi ia tetap memilih untuk tutup mulut. Semua pukulan yang ia terima ia anggap hal sepele yang tidak mengganggu. “Kau bisa membunuhku, tapi kau tidak akan pernah tahu siapa pelaku di balik kecelaka
“Karena kau sudah tahu, aku tidak akan merahasiakannya lagi darimu.” Margaret berucap dengan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan ketika Jackson mendatanginya dan menanyakan semua hal yang ia dengar dari Claire. Ia benar-benar ingin tahu kebenaran di balik semua ini. Jackson menatap dengan sorot menuntut jawaban. Tatapannya tampak begitu dalam, seakan ia tengah berusaha untuk menyelami hati dan pikiran wanita tua itu. “Awalnya aku curiga dengan sikap Claire. Dia sangat lembut dan penuh pengertian ketika tengah bersama kalian. Tapi, sikapnya langsung jauh berbeda ketika ia tengah berdua denganku. Karena sikapnya yang mencurigakan, aku mencaritahu latar belakangnya. Dan aku menemukan fakta bahwa dia bukanlah anak dari korban kecelakaan itu. Dia masih memiliki seorang ibu. Aku ingin memberitahu kebenarannya, tapi aku melihat kau dan orangtuamu sangat menyayanginya. Kalian tampak jauh lebih bahagia, kehidupan kalian jadi lebih berwarna dengan kehadirannya. Jadi, aku mengurungkan niat
“Oke, oke, aku akan jujur.” Akhirnya Claire berhenti berpura-pura. Ia melepas topeng yang telah ia pasang selama belasan tahun ini. Wajah polos dan lembutnya kini telah berganti menjadi wajah yang licik dan juga kejam. "Claire, jangan gila." Ibunya tampak sangat panik. Ia tidak membiarkan Claire membongkar semua kebohongan yang selama ini telah mereka lakukan. Bukan hanya takut dipenjara, tapi ia juga takut semua kemewahan yang telah ia nikmati selama ini akan hilang.“Percuma, Bu, dia juga sudah tahu.” Claire tampak sangat pasrah. Jackson semakin menatap dengan tajam. Tatapannya seakan hendak menikam. Jika tatapan itu berupa bilah pisau yang tajam, ia telah ditikam berulang kali olehnya. Andai tatapannya bisa menyerang secara fisik, Claire telah mati sejak tadi. “Siapa suruh kau begitu bodoh. Di malam itu, aku menangis di sudut rumah sakit sendirian karena ayahku mati setelah mengalami kecelakaan kerja. Ibuku pergi mengurus semua administrasi, sehingga aku ditinggal sendirian.
Jackson mengempaskan tubuhnya dengan kasar ke sofa. Ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan, lalu menarik rambutnya untuk mengurangi rasa sakit di kepala hingga beberapa helai rambutnya tercabut dari akarnya. Jackson benar-benar sangat stress sekarang. Ia tidak ingin percaya dengan apa yang telah Shane katakan. Meskipun semua bukti yang ia tunjukkan mengarah kepada Claire, ia tetap saja menyangkal. Jackson meraih ponselnya, ia menghubungi asistennya. “Cari pengacara paling mahal dan hebat agar aku bisa membebaskan Claire secepatnya. Mereka memiliki bukti yang kuat, tapi aku sangat yakin bahwa Claire telah dijebak.” Jackson berucap dengan tegas. “Baik, Tuan.” Pria dari seberang telepon langsung menjawab. Lagi, terdengar helaan napas kasar yang berasal dari Jackson. Ia kembali bangkit dari tempat duduknya, meraih kunci mobil dan kini mulai melaju menuju kantor polisi. Ia tidak bisa meninggalkan Claire sendirian di sana. Wanita itu pasti sangat ketakutan sekarang, ia i
Jackson langsung mendatangi rumah sakit paling mahal di LA. Sebab, ia tahu bahwa Grace akan dibawa ke sana. Keluarga Brown pasti selalu memilih yang terbaik untuknya. Mobil langsung ia hentikan ketika ia tiba di parkiran. Dengan setengah berlari, Jackson menuju ruang VVIP. Di depan ruangan, ada dua pria sangar yang berjaga. Pria itu bertubuh tinggi dan berwajah menakutkan seperti pria yang ia temui di rumah Shane. Kali ini Jackson berusaha untuk ramah. Ia tidak ingin langsung ditendang dari sana sebelum ia bertemu dengan Grace. Ia benar-benar ingin tahu apa alasan yang membuat Grace melakukan pengaduan ke kantor polisi dan menuduh Claire telah melakukan tindakan kriminal. Mereka telah sepakat untuk berpisah, seharusnya masalah mereka telah selesai ketika Grace menandatangani surat cerai. Meskipun sudah tersenyum dan memasang wajah seramah mungkin, langkah Jackson terhenti ketika ia hendak masuk. Ia tidak diizinkan untuk masuk, apalagi menemui Grace. Kedua pria itu mengulurkan t
“Ada apa ini?” Jackson bertanya dengan bingung ketika ia terpaksa pulang dari kantor karena Claire menghubunginya dan mengatakan ada polisi yang mencari mereka. Di ruang tamu ada dua pria asing yang tengah duduk dengan santai di sofa. Salah satu pria mengenakan seragam polisi, sementara pria yang lain mengenakan jaket kulit berwarna hitam. “Kami datang ke sini untuk melakukan penjemputan. Ada laporan tentang tuduhan dan pembunuhan dan penculikan. Ini surat perintahnya.” Pria yang mengenakan jakte kulit berwarna hitam itu menyodorkan sebuah surat. Jackson menerima surat itu dan membaca isinya. Tuduhan terfokus kepada Claire, tapi namanya juga ikut terseret karena ia merupakan orang yang paling dekat dengan Claire. “Apa-apaan ini? Atas dasar apa kalian mengatakan bahwa Claire adalah otak dari pembunuhan dan penculikan? Dia adalah wanita yang sangat baik dan berhati lembut. Jangankan membunuh manusia, ia bahkan tidak tega menyakiti seekor semut.” Jackson memberikan pembelaan. Di