Jaka mulai bisa melihat dengan jelas wujud dua orang yang melayang di atas langit itu.
Satunya seorang lelaki dengan pakaian serba putih dan rambut panjang yang juga berwarna putih. Di atas kepalanya bertengger sebuah mahkota emas. Kumisnya panjang dan lurus dengan jenggot yang juga panjang dan lurus berwarna putih perak. Matanya yang berwarna biru menatap tajam ke arah Dewa Brama. Di dahinya sebuah tanda seperti tanda berwarna biru. Lelaki ini terlihat sangat berwibawa dan mengerikan.Disampingnya seorang wanita yang sangat cantik menggandeng tangan lelaki tadi. Wanita ini berpakaian serba hitam. Rambutnya panjang hingga menjuntai di bawah kakinya. Pakaian yang dia kenakan serba hitam. Senyum aneh terus mengembang di bibirnya.Jaka heran dan merasa aneh dengan wanita ini."Di patung yang eyang buat, wujudnya sangat mengerikan. Bagaimana bisa disini dia terlihat sangat cantik!?" batin Jaka yang semakin penasaran kenapa hal itu bisa terjadi. Jaka ingin mJaka terbangun saat sinar matahari pagi menembus dedaunan yang menyilaukan matanya. Dia menoleh ke sebelahnya, dimana ada dua gadis cantik jelita yang masih memeluk tubuhnya. Dua wanita yang tak lain adalah Ratu Ambarwati dan Putri Maharani, tengah memeluknya dalam keadaan tak memakai pakaian apapun. Hanya berselimut pakaian mereka saja. Sebagian tubuh mereka masih tersingkap jelas. Yang akan membuat mata siapapun melotot melihat kemulusan dan kemolekan dua wanita itu. Ratu Ambarwati membuka matanya, saat melihat Jaka Geni yang tengah menatap ke arahnya, bibir nya tersenyum manis. "Selamat pagi kakang Jaka..." ucap Ratu dengan lembut. Jaka tersenyum. Dia ingat semalam habis melakukan hubungan dengan dua kekasihnya itu. Jala tak ingat, berapa kali dia melakukannya. Hanya saja saat ini perutnya berbunyi tanda dia tengah keroncongan. Putri Maharani terbangun mendengar suara perut Jaka. Dia segera menoleh ke arah pemu
Malam Di Tengah Hutan Ratu Ambarwati kembali ke tempat Jaka Geni dan Putri Maharani berada. Melihat kedatangan Ratu, Jaka mencoba duduk dan tersenyum pada gadis yang mati-matian melindunginya itu. Putri Maharani pun tersenyum kepada Ratu Ambarwati. Melihat dua orang itu tersenyum, jengah juga sang Ratu ini. "Kenapa dengan kalian?" tanya Ratu yang merasa aneh dengan senyuman mereka. "Tidak apa-apa, kamu benar-benar luar biasa Ratu..." kata Jaka lirih. Dia masih merasa sakit di bagian dada. Namun sudah mendingan saat Putri Maharani sudah memberikan pertolongan. "Apa kau merasa sakit?" tanya Ratu terlihat cemas. Jaka menggeleng agar gadis itu tidak terlalu khawatir. "Putri Maharani sudah mengobati luka ku tadi..." jawab Jaka. "Tenang saja Ratu, kakang Jaka tidak terluka terlalu parah. Cukup istirahat satu hari lukanya akan sembuh." berkata Putri Maharani. Ratu Ambarwati menghela nafas lega.
Tarian Kematian Gerombolan Begal Edan itu menerjang ke arah Ratu Ambarwati dengan cepat. Sang Ratu tak tinggal diam. Dengan gerakan yang hampir tak terlihat oleh mata orang biasa, dia berkelit dari setiap serangan golok Begal Edan. Ketika satu golok menghunjam ke arah lehernya, Ratu sedikit memiringkan tubuh ke kiri lalu dengan lembut dua jarinya memegang ujung golok. Lalu dalam sekali tarik, pemegang golok pun meluncur ke arah Sang Ratu yang telah siap dengan Ajian Sakti Batu Kristal Jiwa. Maharani sempat terkejut saat Ratu menggunakan jurus Menyongsong Mentari Memetik Rembulan, ajian yang bisa memanfaatkan kekuatan senjata lawan sebagai perantara tenaga dalam sehingga saat pengguna senjata terkena ajian ini, tubuhnya akan membeku sesaat dan terasa ringan saat pengguna ajian menariknya dengan ledakan tenaga dalam. Lalu ajian Batu Kristal Jiwa yang telah aktif bisa menghantam dengan akurat. Putri Maharani pernah melakukan gerakan gabungan ajian Batu Kr
Amarah Ratu Ambarwati Dua ajian sakti itu menghantam jaring hitam yang menuju ke arah mereka. Namun sayangnya, ajian itu lenyap setelah menghantam Jaring Setan Ireng milik para perampok. "Hahaha ajian kalian tidak akan berguna pada Jaring Setan Ireng milik kami! Menyerah saja dan bersiaplah menikmati indahnya surga yang akan kami berikan!" ucap Lake Swara disusul gelak tawanya yang keras. Jaring itu pun mengurung dua gadis yang berteriak marah. Jaka Geni yang tengah terlelap terbangun seketika mendengar teriakan Ratu Ambarwati yang disertai tenaga dalam. Dengan cepat dia ambil Pedang Barong Ireng milik Gondo Sula. Lalu segera dia mengintip apa yang sedang terjadi. Dia terkejut melihat kolam tempat mandi dua pengawal cantiknya itu telah dikerumuni para perampok. "Apakah mereka manusia? Sial, disaat seperti ini, kenapa harus ada masalah..." Jaka menggaruk kepalanya sesaat. Kondisi dia yang tak punya tenaga dalam membuatnya tak bisa merasakan aur
Mereka bertiga istirahat di dekat sebuah sungai. Ratu Ambarwati mengeluarkan buah-buahan yang dia ambil dari hutan. Putri Maharani mengambil air di sebuah sumber mata air tak jauh dari situ. Sambil menunggu putri Maharani mengambil air, Ratu dan Jaka mengobrol. "Ini pertama kalinya aku keluar dari Kerajaan Wates setelah sekian lama... Aku sudah hampir lupa bagaimana rasanya berada di dunia manusia." kata Ratu mengawali pembicaraan. Dia mengupas buah apel dan memberikannya kepada Jaka. Dengan tersenyum Jaka menerimanya. "Berarti selama ini kamu belum pernah keluar sama sekali?" tanya Jaka sambil mengunyah buah apel yang diberikan sang Ratu. Sesaat gadis itu menatap Jaka dengan senyum mengembang. Entah kenapa Ratu Ambarwati terlihat sangat cantik saat itu. Apa karena aura dunia manusia membuatnya seperti lebih segar atau memang dia bertambah cantik? Yang jelas Jaka tersenyum senang melihat kecantikan bak bidadari dari kahyangan tersebut. "Setelah aku data
Raja Sigaluh, Rama Kartajaya duduk di atas singgasana nya dengan wajah gelisah. Di hadapannya para sesepuh kerajaan berkumpul. Dan mahapatih kerajaan juga di sana. "Patih Sela Amarta, sudah ada kabar dari para pengirim pesan?" tanya Raja Rama dengan suara berat. Patih Sela Amarta membungkuk hormat. "Belum ada kabar tentang tuan putri dan pangeran Baginda, tapi ada selinting kabar dari orang-orang di pemukiman tak jauh dari wilayah Atas Awan bahwa ada beberapa mayat di kaki bukit Diyang. Mayat-mayat ini adalah mayat para pendekar bertopeng. Ada juga tiga mayat wanita yang diduga adalah murid padepokan Atas Awan." ucap Patih Sela Amarta. Para sesepuh saling menanggapi kabar yang patih katakan. Raja Rama merenung sejenak. Lalu dia berkata. "Patih, menurutmu apa yang harus dilakukan?" tanya Raja. Patih Sela Amarta diam sejenak. Lalu dia berkata, "Kita musyawarahkan ini bersama para sesepuh. Bagaimana pendapat para sesepuh ini silahkan.""Bagin