MasukKeesokan paginya ketika Rhanora sedang sarapan pagi, ia jadi teringat akan suatu hal sehingga ia memanggil Linlin dan membuat Linlin memastikan tidak ada orang yang menguping pembicaraan mereka.
“Beritahu aku tentang hubungan para wanita harem yang kau ketahui, aku yakin kau sudah mencari tahu sebelum kita pergi kesini kan?” Tanya Rhanora sambil mengangkat cangkir teh untuk meminumnya.
Linlin terkejut Rhanora akan menanyakan hal ini. “Apa anda ingin mengetahuinya sekarang juga Nona?”
Rhanora tersenyum lalu menaruh cangkir teh diatas piring kecil, ia pun menatap Linlin dengan wajah serius walaupun senyuman masih menghias wajah rupawan miliknya. “Tentu, tahu lebih banyak tidak akan melukaiku, malah.. akan sangat membantuku.”
Di tempat asing yang memiliki aturan dan kebiasaan yang berbeda, informasi adalah hal yang akan sangat menguntungkan Rhanora yang pendatang baru.
“Baik..” Linlin pada akhirnya mengangguk melihat keseriusan Rhanora, yang membuat Linlin jadi teringat dengan Winona. “Seperti yang anda tahu, Selir Bai adalah wanita yang menikah dengan Kaisar Thagon bahkan ketika ia masih Putra Mahkota, namun selain Selir Bai.. ada satu selir lagi yaitu Selir Fei, nama marganya adalah Wen —Wen Feifei, ia adalah keponakan dari Ibu Suri Wen.”
Ibu Suri yang dimaksud bukanlah ibu kandung dari Shang Liwei, melainkan orang yang telah mengasuh Shang Liwei setelah ibu kandungnya meninggal.
Mendengar penjelasan Linlin membuat Rhanora menghela napas, tidak hanya harus menghadapi Selir kesayangan Kaisar tapi juha harus menghadapi Selir yang masih satu keluarga dengan Ibu Suri.
“Nona?”
“Ah, maaf.. kau bisa melanjutkan.”
“Baik Nona. Dari masa Kaisar Thagon masih Putra Mahkota hanya ada dua selir tersebut, Selir Bai sendiri memiliki gelar resmi Selir Kekaisaran Bai, tingkatnya hanya dibawah Permaisuri, sementara Selir Fei memiliki gelar resmi Selir Mulia Fei yang berada dibawah Selir Bai.
Sementara tiga selir lainnya baru diangkat setelah sang Kaisar naik takhta, ada Selir Mulia Pei —Pei Xiaoling, ia berada di tingkatan yang sama dengan Selir Mulia Fei, ia adalah putri semata wayang dari Wakil Menteri Keuangan. Lalu ada Selir Wei —Wei Lina dan Selir Ya —Qin Ya, Selir Wei adalah satu-satunya yang punya keluarga tidak ada hubungannya dengan pemerintahan, keluarganya adalah keluarga pedagang yang menjadi Ketua Aliansi Perdagangan Thagon. Lalu Selir Ya adalah anak dari Hakim Qin yang terkenal adil di pengadilan utama Kekaisaran Thagon.”
Linlin terdiam sebentar sebelum melanjutkan. “Ada yang bilang.. kalau saja Kaisar sebelumnya tidak membuat perjanjian pernikahan dengan Kekaisaran Valory, Selir Bai pasti yang akan menjadi Permaisuri.”
“Ah, ternyata semua wanita di harem memiliki latar belakang yang tidak main-main.” Rhanora menyandarkan tubuhnya ke kursi yang ia duduki. “Kuharap mereka tidak punya sifat yang membuat sakit kepala.”
Linlin mengangguk setuju. “Apakah ada hal lain yang ingin anda ketahui?”
“Kau bisa beritahu aku sisanya nanti diperjalanan.” Rhanora menggeleng sambil berdiri dari kursi. “Untuk sekarang, kita harus menemui para utusan.”
***
“Salam kepada Yang Mulia kekasih jiwa Kaisar Naga.” Seorang pria setengah baya dengan beberapa helai rambut yang sudah memutih memberi salam dengan kowtow —yaitu berlutut dan membungkuk hingga kepala menyentuh tanah.
Rhanora sedikit terkejut tapi kemudian ia teringat ia telah membaca hal ini dibuku membahas budaya Kekaisaran Thagon, setiap abdi harus memberikan salam dengan cara kowtow kepada keluarga kekaisaran.
Meski Rhanora belum resmi menikah dengan sang Kaisar, tapi pernikahan keduanya adalah hal yang sudah pasti terlaksana jadi apa yang Jendral Bai lakukan sekarang bukan hal aneh, malah ini tanda bahwa Jendral Bai menghormati Rhanora sebagai calon Ibu Negara Kekaisaran.
“Anda bisa bangun.”
“Terima kasih Yang Mulia..” Jendral Bai pun berdiri namun pandangannya tidak menemui pandangan Rhanora, ia tetap menunduk walau sudah berdiri tegap.
“Kami mendapat kehormatan besar untuk menjemput Yang Mulia di perbatasan. Kaisar telah menyiapkan iring-iringan resmi yang akan membawa anda langsung menuju ibu kota.” Suara Jenderal Bai dalam dan mantap, namun nada hormatnya tidak berubah sedetik pun.
Rhanora mengangguk pelan. “Aku menghargai sambutan ini, Jenderal Bai. Semoga perjalanannya tidak terlalu jauh lagi?”
“Sekitar empat hari lagi menuju ibu kota, Yang Mulia,” jawab sang Jendral cepat. “Namun perintah Kaisar adalah agar perjalanan anda dibuat senyaman mungkin. Kami telah menyiapkan penginapan di kota peristirahatan pertama dan pasukan pengawal terbaik menyertai.”
Ada sesuatu dalam caranya berbicara yang membuat Rhanora merasa diawasi. Bukan dalam arti curiga, melainkan seperti sedang dinilai —seberapa pantas dirinya menyandang gelar yang kelak akan menjadi miliknya.
Rhanora tersenyum tipis. “Kekaisaran Thagon benar-benar berhati-hati.”
Untuk pertama kalinya Jenderal Bai sedikit menatapnya —hanya sekilas tapi cukup bagi Rhanora melihat sorot mata tajam itu seperti mata elang yang telah lama berperang. “Yang Mulia Kaisar selalu menepati janjinya, Yang Mulia. Dan ketika ia memilih seseorang maka dunia akan tahu, bahwa pilihannya bukan sembarangan.”
Rhanora menunduk pelan untuk menatap liontin pemberian ibunya yang berkilau samar di bawah cahaya matahari pagi yang malu malu melusup lewat jendela. Entah mengapa dadanya terasa sesak antara gugup dan penasaran akan sosok Kaisar Naga yang belum pernah ia temui.
“Baiklah, Jenderal Bai,” kata Rhanora akhirnya, suaranya lembut namun berwibawa. “Kalau begitu, mari kita berangkat siang ini.”
“Sesuai perintah anda Yang Mulia.”
****
Beberapa jam setelah pertemuan dengan pria bertopeng rubah itu, suasana kediaman Rhanora berubah hening. Udara sore terasa berat ketika pintu geser terbuka perlahan dan beberapa dayang melangkah masuk dengan langkah serempak. Mereka mengenakan jubah sutra warna pucat dengan sabuk biru langit. Di antara mereka, seorang wanita berusia sekitar tiga puluh tahun berjalan paling depan. Langkahnya tenang, penuh wibawa, namun gerakannya menunjukkan penghormatan yang sangat ketat terhadap tata krama. Begitu ia sampai di hadapan Rhanora, sang dayang segera berkowtow menyentuhkan dahinya ke lantai sebelum bersuara dengan lembut namun tegas.“Hamba Dayang Chu, diperintahkan untuk melatih Yang Mulia dalam tata krama dan perilaku keluarga kekaisaran sesuai aturan bangsa Thagon.”Rhanora yang semula duduk santai di kursi kayu berukir sederhana itu spontan menegakkan punggungnya. Ia sempat menatap dayang-dayang di belakang Chu, semuanya menunduk dalam-dalam, tidak berani menatap langsung.“Melatihku
“Apakah kau bisa mempertemukanku dengan orang yang telah menyelamatkanku?” Tanya Rhanora sehari setelah penyergapan yang jelas-jelas tujuannya adalah untuk membunuh Rhanora.Sehari telah berlalu sejak penyergapan itu—serangan mendadak yang jelas ditujukan untuk menghabisinya. Kini, ia dan rombongannya sudah tiba di ibu kota Thagon. Dengan pertimbangan keamanan, Rhanora setuju untuk memasuki kota secara diam-diam tanpa arak-arakan, tanpa dentuman genderang penyambutan yang seharusnya menggema di jalan utama. Mereka kini beristirahat di kediaman sementara yang telah disiapkan sebelum ia resmi masuk ke istana.Namun, dalam hati Rhanora ada keraguan yang sulit diabaikan. Ia merasa penyergapan itu bukan sekadar upaya pembunuhan. Mungkin seseorang menginginkan agar ia tiba di ibu kota tanpa kemegahan, tanpa sorak rakyat yang menyambut calon permaisuri mereka agar kedatangannya terlihat seperti aib, bukan kehormatan.Bai Heng terdiam cukup lama, ia tampak berhati-hati memilih kata yang palin
Empat hari perjalanan terasa panjang dan melelahkan meski rombongan iring-iringan Rhanora sering berhenti untuk istirahat demi kenyamanan perjalanan Rhanora. Iring-iringan mereka bergerak melewati lembah berselimut kabut dan jembatan batu yang membelah sungai-sungai besar. Langit mulai gelap ketika iring-iringan kereta Rhanora melewati lembah terakhir sebelum gerbang utama ibu kota Thagon. Senja sudah padam, hanya nyala obor dan suara langkah kuda yang memecah keheningan. Di kejauhan, siluet tembok kota mulai tampak samar.Di dalam kereta, Rhanora membuka tirai jendela, menatap rembulan yang menggantung di langit kelabu.Jenderal Bai yang menunggang kudanya di samping kereta kuda tempat menoleh. “Kita akan tiba sebelum malam, Yang Mulia. Kaisar telah men—”Ledakan keras mengguncang tanah. Kereta berguncang hebat hingga hampir terbalik. Teriakan para pengawal terdengar di luar, disusul suara logam beradu dan deru panah melesat.“Lindungi Yang Mulia!” teriak salah satu pengawal.“Yang
Keesokan paginya ketika Rhanora sedang sarapan pagi, ia jadi teringat akan suatu hal sehingga ia memanggil Linlin dan membuat Linlin memastikan tidak ada orang yang menguping pembicaraan mereka.“Beritahu aku tentang hubungan para wanita harem yang kau ketahui, aku yakin kau sudah mencari tahu sebelum kita pergi kesini kan?” Tanya Rhanora sambil mengangkat cangkir teh untuk meminumnya.Linlin terkejut Rhanora akan menanyakan hal ini. “Apa anda ingin mengetahuinya sekarang juga Nona?” Rhanora tersenyum lalu menaruh cangkir teh diatas piring kecil, ia pun menatap Linlin dengan wajah serius walaupun senyuman masih menghias wajah rupawan miliknya. “Tentu, tahu lebih banyak tidak akan melukaiku, malah.. akan sangat membantuku.”Di tempat asing yang memiliki aturan dan kebiasaan yang berbeda, informasi adalah hal yang akan sangat menguntungkan Rhanora yang pendatang baru.“Baik..” Linlin pada akhirnya mengangguk melihat keseriusan Rhanora, yang membuat Linlin jadi teringat dengan Winona. “S
****Keesokan harinya, suasana rumah keluarga Rhanora terasa lebih lengang dari biasanya. Sejak kabar keberangkatannya ke Kekaisaran Thagon diumumkan, para pelayan sibuk menyiapkan segala yang diperlukan: pakaian perjalanan, dokumen resmi, dan hadiah-hadiah sebagai tanda penghormatan pada keluarga kekaisaran.Rhanora berdiri di depan cermin tinggi di kamarnya. Jemarinya sibuk merapikan rambutnya, tapi sorot matanya terlihat ragu. Gaun perjalanan berwarna biru gelap terbuat dari bahan yang cukup tipis sudah terpasang di tubuhnya, dihiasi sulaman halus di bagian lengan. Meski sederhana, aura bangsawan tetap terpancar dari dirinya.Ketukan pelan terdengar di pintu. “Nona, apa anda sudah sudah siap?” suara pelayan terdengar dari balik pintu. Rhanora tahu siapa itu tanpa harus menoleh, Rhanora pun membiarkan pelayan itu masuk.Seorang pelayan wanita masuk, ia terlihat seusia Rhanora dengan rambut berwarna hitam dan manik mata yang sama kelamnya, orang ini tidak terlihat seperti warga Keka
“Kak Rhanora!” Suara riang dan penuh semangat itu terdengar dari arah belakang ketika Rhanora berjalan pergi untuk meninggalkan istana Kekaisaran. Tanpa menoleh pun Rhanora tahu siapa yang memanggilnya.“Kak!” Orang yang memanggilnya ini adalah Alicia Enna Valor, adik dari Eurion dan putri bungsu dari Kaisar Aurelian.Orang yang seharusnya menikah ke Kekaisaran Thagon namun karena usianya yang bahkan belum genap delapan belas tahun membuatnya tidak akan dikirim kesana. Meski enggan, Rhanora tahu kalau dirinya adalah pilihan terbaik, mulai dari umur Rhanora yang sudah dua puluh tiga tahun hingga sifat Rhanora yang lebih tenang dari Alicia.Selain itu, Alicia terlalu baik dan naif untuk masuk ke sarang naga.“Kak Rhanora! Kakak darimana saja?” Alicia berlari kecil menghampiri, gaun tipis berwarna gadingnya terayun mengikuti gerakan langkah. Wajahnya berseri-seri, mata birunya memantulkan cahaya pagi. “Sudah lama tidak bertemu kakak.”Rhanora berbalik, menyambut senyum itu dengan lembut







