Olivia sebelumnya hanya pernah membaca atau melihat adegan seseorang yang diberi racun di novel atau televisi. Tak pernah ia bayangkan hal semacam itu terjadi di kehidupan nyata. Apalagi yang melakukannya adalah adik kandung sendiri terhadap kakaknya, yang mana tujuannya adalah untuk berusaha menghancurkan masa depan sang kakak.Rosalina terdiam sejenak sebelum berkata, "Bukan kali pertama dia ngasih aku racun."Olivia hanya bisa terdiam. "Mereka selalu memperlakukanmu dengan buruk. Kurasa kamu bisa pindah dan tinggal di tempat lain saja," saran Olivia. Menurut Olivia, tinggal bersama mereka terlalu berisiko.Rosalina kembali terdiam sejenak, kemudian berkata, "Itu rumah yang ditinggalkan ayah untukku, kenapa aku yang harus pindah? Mereka yang seharusnya pergi! Dulu, mereka membullyku karena aku masih anak-anak. Sekarang mereka bully aku karena aku buta."Olivia terkejut mendengarnya, informasi ini sangat berarti. Olivia dan Stefan pernah berbicang tentang ini. Mungkin saja ayah kandu
Calvin dengan santainya berkata, "Soalnya dia nanti juga bakal jadi istriku. Aku coba panggil begitu dulu, biar nggak canggung nanti. Takutnya kayak kakakku yang awal-awal bingung gimana manggil istrinya."Olivia cengar-cengir, "Jadi kakakmu jadi contoh yang nggak mau diikuti ya?"Calvin membalas, "Dari pengalaman kakak, kita bisa belajar menghindari masalah dalam hubungan."Olivia cuma mengangkat alisnya, diam.Olivia sendiri lupa kapan pertama kali Stefan memanggilnya 'istri'. Mungkin saat itu dia tidak begitu merespon. Kalau dia merespon, pasti dia ingat.Beruntung Stefan tidak tahu apa yang Olivia pikirkan. Jika tidak, dia pasti akan kesal dan semalam suntuk tidak tidur.Olivia kemudian pergi mencari rekan kerja bisnisnya.Amelia sedang asyik mengobrol dengan sahabatnya, Rebecca, dan sepupu Rebecca.Ketika melihat Olivia datang, Amelia langsung mengait tangan Olivia, "Rebecca, ini nih sepupuku, Olivia. Yang berhasil bikin Stefan jatuh cinta."Meski Amelia sendiri tidak bisa membuat
“Aduh, kamu ini. Kamu dan Junia jadian karena bantuan kami berdua, ‘kan?”Reiki mengangguk, “Iya.”“Aku kasih kamu nomor rekening supaya kamu bisa tansfer uang jasa mak comblang, jasa perjodohannya. Jangan harap aku kasih angpao untuk pernikahanmu. Aku kasih kado saja. Kasih uang itu terkesan biasa. Tapi buat bayaran jasa perjodohan, aku lebih suka kalau dibayar tunai. Soalnya aku orang biasa. Sukanya uang.”Reiki hanya bisa diam.Olivia membuat Stefan menjadi orang yang perhitungan, bahkan sampai minta bayaran soal perjodohan kepada Reiki.Pesta meriah ini baru selesai menjelang dini hari.Stefan yang biasanya cuma mampir sebentar, kali ini betah sampai pesta selesai. Dia pun pulang dengan menggandeng erat istrinya, menunjukkan seberapa besar cintanya pada Olivia.Dari pesta ini, semua orang bisa melihat betapa kokohnya posisi Olivia di keluarga Adhitama. Tidak seperti desas-desus yang beredar, Olivia ternyata akrab dengan mertuanya dan dicintai oleh seluruh keluarga Adhitama.Mertua
Stefan tersenyum lembut sambil memeluk Olivia dengan penuh kasih. Memilikinya sebagai istri, membuat hidup Stefan semakin sempurna.Tak lama kemudian, Olivia tertidur pulas. Stefan, melihat istrinya sudah terlelap, dengan hati-hati melepas jasnya dan menutupi Olivia dengan jas tersebut."Kita pulang ke vila puncak," perintah Stefan dengan suara pelan kepada sopirnya.Sopir mengangguk dengan hormat.Stefan, sambil memeluk Olivia, bersandar di kursi mobil dan mulai beristirahat. Namun, ketika mereka tiba di vila, ternyata Stefan pun sudah terlelap.Sang sopir, setelah memarkir mobil, menoleh dan melihat keduanya tengah tidur. Dengan ragu, dia bertanya kepada Dimas, "Dimas, apa kita mau bangunkan Den Stefan?"Dimas dengan cepat menjawab, "Ya iya lah. Masak kita tinggalin Den Stefan tidur di mobil? Kalau Den Stefan bangun besok dan marah, bisa-bisa kamu yang kena semprot."Sang sopir sedikit cemas dan berkata, "Kak Dimas, kamu saja deh bangunkan, Kak. Aku takut Den Stefan marah sama aku."
Dimas menenangkan suasana dengan berkata, "Jangan khawatir. Non Oliv selalu bisa menenangkan Den Stefan, kok. Setiap kali Den Stefan bersikap keras, Non Oliv selalu bisa menangkisnya dengan logika. Dan percayalah, Den Stefan takkan punya kesempatan melawannya."Pak Arif mendelikkan matanya ke arah Dimas.Dimas hanya tertawa ringan, "Aku cuma bicara apa adanya, Pak. Selama Non Oliv di sisi kita, kita nggak perlu khawatir. Kalau Den Stefan mulai berapi-api, panggil saja Non Oliv. Kita nggak perlu ngapa-ngapain."Setiap orang tahu, meski Den Stefan marah sekalipun, dia takkan pernah menyakiti Non Oliv."Pak Arif, sudah larut, nih. Mending istirahat. Saya juga mau pulang dulu." Sambil menguap lebar, Dimas berpamitan, lalu pergi.Pak Arif tersenyum sendiri, "Bukannya tanpa alasan pemuda ini selalu dekat dengan Non Oliv. Dia ternyata tahu di mana harus berpihak."Dimas, sambil berjalan sambil berpikir, “Makanya gajiku yang paling cepat naik.”Sementara di Hotel Mambera.Keluarga Siahaan tamp
Calvin mengikuti mobil pengawal keluarga Siahaan dari kejauhan. Awalnya, rute yang diambil mobil tersebut terlihat biasa. Namun, setelah sekitar sepuluh menit, mobil pengawal keluarga Siahaan mulai menyimpang dari rute yang seharusnya mengantarkan kembali ke rumah keluarga Siahaan. Calvin merasa cemas.Kemana pengawal keluarga Siahaan akan membawa Rosalina?Wajah Calvin menjadi serius. Namun, ia tidak bertindak gegabah. Calvin tetap mengikuti mobil itu dalam jarak yang aman. Ia ingin tahu tujuan akhir mobil tersebut sebelum mengambil tindakan apa pun. Rosalina sendiri, yang tak menyadari Calvin ada di belakangnya, hanya duduk tenang di dalam mobil. Pengawal keluarga Siahaan juga sama sekali tak menyadari kehadiran Calvin.Rosalina mencoba menenangkan diri sambil mendengarkan suara di sekitar. Di awal perjalanan, dia masih bisa mendengar gemuruh lalu lintas. Namun, seiring berjalannya waktu, hanya sesekali suara mobil lain terdengar mendahului mobil mereka. Rosalina menduga mereka mung
Sepatu hak tinggi yang dikenakan oleh seorang wanita, jika dipukulkan ke tubuh seseorang, pasti akan terasa sangat sakit. Pria itu dipukul bertubi-tubi oleh Rosalina dengan tenaga habis-habisan. Dia segera melompat turun dari mobil. Rosalina pun juga segera turun dari mobil.Rosalina tentu saja tidak bisa mengejar dan memukul pria itu karena dia tidak bisa melihat. Setelah turun dari mobil, Rosalina melepaskan sepatu hak tinggi yang satunya lagi, memegangnya di kedua tangan dan mulai berlari. Dia tidak tahu ke mana ia berlari.Namun, baru beberapa langkah Rosalina berlari, pria berbau tembakau itu berhasil menangkapnya. Dengan kasar, pria itu menarik Rosalina kembali dan mendorongnya, sehingga Rosalina terdorong dan bersandar pada mobil. Kemudian, pria itu berusaha menekan tubuh Rosalina ke kap mobil. Rosalina hendak memukul pria itu dengan sepatu hak tingginya, tetapi pria itu berhasil merebut sepatu Rosalina. Tanpa sepatu hak tinggi di tangan, dengan cepat Rosalina menekuk lututnya
Pria itu berbalik dan menghantam wajah Calvin dengan tinjunya. Calvin cepat-cepat menghindar, lalu membalas dengan tinju juga. Pria itu menggeser kepalanya, berhasil mengelak. Ruang di dalam mobil sempit, pria itu sulit bergerak.Meski dia berusaha keras melawan dan bergumul dengan Calvin, tapi Calvin lebih unggul, dia duduk, Calvin berdiri. Calvin dalam keadaan marah, dia sama sekali tidak memberikan belas kasihannya. Beberapa menit kemudian, dia sudah menghajar pria itu sampai muka biru dan hidungnya bengkak. Setelah melumpuhkan pria itu, Calvin menariknya keluar dari mobil, lalu menatap wajahnya di bawah sinar lampu jalan. Tadi Calvin menghajar pria itu liar tanpa memperhatikan rupanya.Sekarang setelah menghajar pria itu sampai mukanya biru dan hidungnya bengkak, Calvin tidak bisa mengenali siapa dia.Pria itu terlihat seperti usia sekitar empat puluh atau lima puluh tahunan. “Berani-beraninya kamu ganggu Rosalina, kamu cari mati, heh?!” Calvin menendangnya sekali lagi, lalu
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu