Bagaimanapun juga, menjadi asisten kepala keluarga berarti berada di bawah satu orang, tetapi di atas banyak orang. Tidak ada yang berani memperlakukan asisten kepala keluarga dengan buruk. Vandi mencubit hidung mungil Felicia dengan ringan. Dengan suara lembut, dia berkata, "Kepalamu masih pusing, kalau nggak nyaman, tidurlah sebentar dan jangan pikirkan hal lain." "Orang seperti kami, sejak pertama kali datang ke sisi majikannya, nggak bisa menyesal dan nggak akan menyesal. Seumur hidup kami akan setia dengan majikan kami dan nggak akan pernah berubah." "Selama aku masih bernapas, aku akan tetap berada di sisimu dan nggak akan pernah menyesal!" Saat Vandi berbicara, kepalanya menunduk sedikit, ingin mendekat dan mencium Felicia. Namun, tepat sebelum bibirnya menyentuhnya, lelaki itu berhenti. Felicia bukan tidak mengerti perasaannya, tetapi dia belum memberikan tanggapan yang jelas. Sehingga Vandi tidak berani bertindak gegabah. "Aku akan mengikuti perintahmu, sekarang juga aku
Ricky bangkit dan berjalan keluar rumah. Melihat itu, Rika juga mengikutinya dengan diam-diam, berjalan di sisinya sambil mendengarkan percakapannya dengan Odelina. Dia mendengar Ricky berkata kepada Odelina, "Kak Odelina, aku sarankan kamu segera kembali ke Mambera sekarang juga." "Meskipun ada Dimas dan yang lainnya yang melindungimu, keluarga Gatara sudah berakar di Cianter selama lebih dari seratus tahun. Kalau Patricia benar-benar ingin bertarung sampai mati, kamu nggak akan bisa mengantisipasi semua serangannya. Cianter adalah wilayah kekuasaan mereka." "Tapi Mambera adalah wilayah kita. Kembali ke sana jauh lebih aman daripada tetap tinggal di sini. Segera atur urusan di perusahaan, lalu pulang ke Mambera. Aku akan menghubungi kakak dan memintanya mengatur jet pribadi untuk menjemputmu." Ricky berpikir sama seperti Felicia, lebih aman bagi Odelina untuk kembali ke Mambera. Bagaimanapun, Cianter adalah wilayah keluarga Gatara. Meskipun keluarga Gatara sudah tidak sekuat masa
Aksa segera berangkat menuju Cianter. Sementara itu, setelah menghubungi Ricky, Odelina duduk diam di kantornya untuk beberapa saat. Dia berpikir, Apakah aku benar-benar harus kembali ke Mambera? Jika dia tetap tinggal dan Patricia benar-benar mencoba membunuhnya, maka mereka akan memiliki bukti kejahatan Patricia yang bisa digunakan untuk menjatuhkan hukuman padanya. Kasus pembantaian keluarga neneknya terjadi puluhan tahun lalu. Meskipun Kakek Setya masih hidup dan bisa menjadi saksi, peristiwa itu sudah terlalu lama berlalu. Belum tentu bisa membuat Patricia membayar nyawanya sebagai balasan. Kecuali Patricia baru-baru ini kembali melakukan kejahatan berat seperti pembunuhan atau pembakaran, barulah dia bisa dijatuhi hukuman mati. Jika dia tetap di sini, dia bisa menjadi umpan. Dengan pemikiran ini, Odelina segera menelepon Stefan. Setelah Stefan mengangkat telepon, Odelina berkata, "Stefan, aku sudah memikirkannya. Aku nggak akan kembali ke Mambera. Aku akan tetap tinggal di C
Odelina berkata, "Aku akan berhati-hati. Kalian nggak perlu terlalu khawatir tentangku." Setiap hari, dia sangat sibuk. Tempat yang paling sering dia kunjungi hanyalah kantor dan Blanche Hotel. Bahkan, kantor mungkin lebih aman dibandingkan hotel. Hotel adalah tempat bisnis yang terbuka untuk umum. Setiap hari banyak orang keluar-masuk dari berbagai tempat. Itu membuat lebih mudah bagi pembunuh bayaran untuk bersembunyi. "Tante mengirimi aku pesan. Aku akan mengobrol dengannya dulu." "Baiklah, Kak. Tapi tetaplah berhati-hati." "Aku tahu, aku pasti akan berhati-hati." Setelah itu, Odelina segera menutup telepon dan beralih untuk berbicara dengan Yuna. Sementara itu, di Vila Permai, Olivia masih belum mengetahui bahwa situasi di Cianter telah berubah. Beberapa tetua sangat menyukai lingkungan di Vila Permai. Awalnya, mereka hanya berencana untuk makan di sana, tetapi karena keindahan vila itu, mereka akhirnya menerima undangan dari Sarah untuk tinggal selama beberapa hari. Saat o
Setelah diam beberapa saat, Russel mendongak dan bertanya kepada Olivia, "Tante, apakah mamaku akan melahirkan adik perempuan?" Dia masih kecil, tidak mengerti soal cinta, tapi dia tahu bahwa ibunya akan segera menikah dengan Daniel. Dia sendiri juga tidak terlalu paham apa yang dimaksud dengan menikah. Yang dia tahu, setelah menikah, berarti mereka akan tinggal bersama. Entah Daniel yang akan pindah ke rumah mereka, atau mereka yang akan pindah ke rumah Daniel. Setelah menikah, pasti akan ada bayi, seperti Tante dan Om yang menikah, sekarang perut tantenya sudah ada adik laki-laki. Jadi, Russel bertanya-tanya, apakah ibunya juga akan melahirkan adik perempuan untuknya? "Itu nggak bisa dipastikan. Mungkin iya, mungkin juga nggak." Olivia tidak berani memastikan bahwa setelah menikah, kakaknya pasti akan memiliki anak lagi. Semua tergantung pada keinginan kakaknya. Keluarga Lumanto tentu saja berharap kakaknya melahirkan anak lagi. Laki-laki atau perempuan, yang penting ada keturun
Olivia pun harus menurunkan Russel dan berkata, "Tante mau angkat telepon, mungkin ini dari Om Stefan." Dia mengeluarkan ponselnya dan melihat layar panggilan masuk. Ternyata benar, itu panggilan dari Stefan. "Tante, apakah itu dari Om Stefan?" "Iya, ini dari Om Stefan."Russel langsung mengulurkan tangannya yang kecil, "Tante, biarkan aku yang menjawab!"Olivia tertawa dan menyerahkan ponselnya kepada Russel. Dengan lincah, bocah itu menekan tombol jawab dan berseru dengan suara nyaring, "Om Stefan!" "Russel, di mana tantemu? Sudah malam, kamu sudah mandi?" Stefan tahu kalau Russel suka bermain hingga lupa waktu. Biasanya, Olivia lah yang harus mengejarnya untuk pulang dan mandi. Di rumah, para orang tua selalu memanjakan bocah ini. Hanya Olivia dan kakaknya yang bisa menegurnya, sehingga Russel tidak tumbuh menjadi anak yang manja. "Belum, Tante bilang mau membawaku pulang untuk mandi, tapi aku belum puas bermain. Aku minta main sebentar lagi, tapi Tante nggak mengizinkan. Om
Setelah memberi beberapa pesan singkat, Stefan pun menutup telepon. Biasanya, jika dia menelepon istrinya, dia akan berbincang lama, bahkan hingga berjam-jam. Namun, kali ini ada sesuatu yang dia sembunyikan dari Olivia. Dia takut tanpa sadar keceplosan jika terlalu lama mengobrol, jadi dia buru-buru mengakhiri panggilan. Olivia sama sekali tidak curiga. Menjelang Tahun Baru, semua orang memang sibuk. Sebagai kepala keluarga Adhitama, Stefan adalah orang yang paling sibuk. Adik-adiknya memang sudah dewasa dan mampu mengurus banyak hal sendiri, tetapi tidak banyak dari mereka yang tinggal di Mambera dalam jangka panjang. Yang sering ada di kota hanya Calvin, Jordy, dan Nicho. Samuel dan Hansen sering bepergian ke berbagai tempat, sementara Ricky dan Ronny belum kembali karena masih mengejar cinta mereka masing-masing. Stefan terlalu sibuk melayani para tetua yang datang berkunjung selama beberapa hari ini , hingga lupa memerhatikan perkembangan adiknya yang keenam itu.Dia tidak tah
“Daniel, aku tahu kamu cemas.” Mendengar keluhan sahabatnya, Stefan merasa sedikit tidak tahu harus tertawa atau menangis. Seolah-olah dia sama sekali tidak peduli pada keselamatan kakak iparnya. Selama dia masih mencintai Olivia, dia pasti akan peduli pada keselamatan Odelina. Bagaimanapun, perempuan itu adalah satu-satunya kakak Olivia, yang telah membesarkannya sejak kecil. Bagi Stefan, Odelina bukan hanya kakak iparnya, tetapi juga seperti ibu mertua baginya. Setiap kali dia bertengkar kecil dengan istrinya, Stefan akan mengadu kepada Odelina. Bahkan ketika Olivia mengabaikannya, dia akan mengeluh pada Odelina. Olivia sendiri pernah mengatakan bahwa dia belum pernah melihat pria yang suka mengadu ke keluarga istrinya seperti ini. Namun, ternyata Stefan adalah tipe pria seperti itu. “Mana mungkin aku nggak peduli dengan kakakku sendiri? Dia adalah kakak kandung istriku, bahkan seperti ibu bagi Olivia.” Saat berusia 15 tahun, Odelina telah mengambil alih tanggung jawab mengurus
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu