Share

Bab 6

Penulis: Syanin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-14 16:42:36

Eva terbangun selalu terlambat. Anggara seperti biasanya akan bangun lebih dulu. Entah karena ia terlalu larut dalam kesedihan dan tidak tahu jam berapa ketika tertidur membuatnya terlambat bangun atau memang kebiasaan Anggara bangun lebih dulu.

Aroma parfum maskulin menyeruak. Eva merasakan tubuhnya sakit karena memang posisi tidur di sofa sangat sempit dan tidak nyaman.

“Mas Gara mau kemana?” tanya Eva.

Anggara hanya melirik melalui ujung matanya. Kemudian melanjutkan aktivitasnya dan bersikap tak acuh seperti biasanya tidak menganggap ada sosok Eva. Setelah selesai ia segera menuju kursi khusus, ternyata sudah tersedia hidangan sarapan dan Eva baru menyadari itu.

“Cepat pergi! tampilan kau buruk! merusak mood makanku!” Suara datar dan dingin Anggara kembali bagaikan belati yang menggores hatinya kembali.

Eva menatap seluruh tubuhnya. Masih dengan baju tidur panjangnya dan rambutnya segera ia rapikan. Memang harus seperti apa tampilan ketika bangun tidur? tidak ingin bersedih maupun berdebat segera Eva meninggalkan Anggara.

Eva bergegas mandi cepat. Berharap, Anggara belum selesai makan dan bisa sarapan bersama. Setidaknya pagi ini Eva ingin berdamai. Namun, ketika keluar kamar semua bersih dan sepi. Tidak ada sosok Anggara, tidak pula ada sisa menu makanan untuknya.

Sungguh tega, hanya memesankan makanan untuknya tidak pria itu lakukan. Eva mendesah panjang, harapan memang sekedar harapan.

“Aku takut keluar,” gumannya mengingat kejadian semalam. Mengurungkan niatnya untuk makan di restoran dan memilih memesan makanan seperti yang Anggara sebelumnya lakukan.

Selepas makan hanya terdiam, Eva hanya menghabiskan waktu dikamar dengan ponselnya. Meski berusaha untuk sibuk keindahan diluar menarik Eva menuju balkon kamar.

Hotel yang menyajikan view yang indah. Menghadap keindahan laut yang terlihat biru. “Indah sekali, sayang ini honeymoon macam apa!”

Eva lagi-lagi merasakan dorongan untuk menikmati liburan kali ini sendiri lagi, mengharamkan Anggara tentu tidak mungkin. Namun, pengalaman semalam membuat rasa takut. Hingga terdengar Anggara masuk ke kamar hotelnya dengan terburu-buru.

“Mas Gara ….”

“Eyang sedang telepon, Sayang.” Anggara berkata manis. Memotong ucapan terkejut Eva. Seakan menunjukkan bahwa akting kembali dimulai.

Meski bukan pertama kalinya tetap Eva merasa merinding mendengarkan Anggara bersikap manis. Selalu seperti ini ketika berhadapan dengan Eyang. Benar-benar bermuka dua.

“Apakah kamu selesai bersiap? mari kita keluar.” Anggara mengecup mesra pipi Eva dengan kamera ponsel panggilan video menyorot keduanya. “Aku menunggu kamu di luar, kenapa lama!”

Eva mengangguk kikuk. Eyang terlihat jelas tersenyum senang dari layar ponsel Anggara pegang. Sangat pantas Anggara menjadi aktor ternama akan aktingnya saat ini daripada CEO.

“Eyang ….”

“Kalian lanjutkan saja, maafkan pria tua ini mengganggu kalian. Semoga bahagia, lebih lama tidak masalah,” ucap Eyang sebelum ponsel terputus. Tercetak rasa puas, apalagi rambut setengah basah milik Eva terlihat tergerai indah.

Anggara mendesah panjang ketika obrolan sepenuhnya berakhir. Menyimpan ponselnya segera.

“Cepat bereskan tampilan kamu! kita keluar.”

“Kenapa dengan tampilan, ku?” Eva membalikan dengan bertanya. Menatap tampilan tubuhnya sudah seperti biasa.

Anggara memindai tajam tampilan Eva dari atas hingga ke bawah. Tidak ada lekuk tubuh sama sekali, baju terlihat kebesaran hingga sebatas bawah lutut, rambut hanya model lurus panjang tidak lebih dari itu. Sangat jauh dari kata sempurna menurut Anggara. Dari sekian model jaman sekarang.

“Aku selalu begini. Apa kamu malu dengan penampilan ini?” Eva merapikan beberapa kali dressnya. Merasa risih dengan tatapan.

“Buruk!” Anggara mencela dengan kalimat pedas, pelan, menyakitkan dan penuh penekanan.

Eva memejamkan matanya sesaat. Lagi-lagi Anggara melontarkan kalimat pedasnya. Padahal dia tidak mengakuinya kecuali di depan keluarganya, kenapa harus sedetail ini. Tidak puaskan sebelumnya sudah menilainya begitu menyakitkan.

“Tidak perlu nangis. Cepat! sebelum Eyang meneror ku dengan panggilan teleponnya!” Anggara kembali berucap. Jari tangannya menunjukkan otot lehernya menonjol seolah semua yang terjadi semua selalu akibat ulah Eva.

“Mau kemana? aku akan seperti ini. Terserah kamu mau atau tidak!” Eva menyela cepat.

“Cepat! waktu ku tidak banyak.”

Anggara menggeram. Tanpa menjelaskan langsung melenggang pergi lebih dulu.

Eva tidak langsung keluar kamar mengejar Anggara. Dia menatap cermin menampilkan seluruh tubuhnya. Beberapa menatap tampilannya, menurutnya masih sangat sopan dari wanita kemarin yang menjadi pacar Anggara.

“Apa aku harus berpakaian seksi dulu dia baru mengakui aku cantik?” guman Eva dengan senyum miring. Kemudian menggeleng, perempuan kemarin seperti murahan menurutnya, begitu juga kurang sopan. Ia gak mau disamakan dengan penampilan seperti golongan dia.

***

“Sialan, lama sekali?” umpatan Anggara menyambut Eva yang baru saja membuka pintu samping kemudi.

“Siapa dia?” ucapnya bertanya melihat tempat yang seharusnya untuknya. Tetapi kini ada sosok yang duduk bersandar santai tanpa bersalah menatapnya acuh dan sombong.

“Bukan urusan kamu! cepat masuk!” Anggara menyela dengan ketus dan kesal.

Eva masih menatap perempuan bergaun merah muda cerah itu. Sangat berbeda dari perempuan kemarin. Meski tidak berinteraksi lama cukup kuat ingatannya mengingat perempuan kemarin. Sangat yakin kali ini beda orang. Pertanyaan muncul, berapa banyak pacar Anggara?

“Apa kamu tuli! merepotkan dan selalu merepotkan!” pekik Anggar kesal.

“Sudah aku katakan lebih baik tinggal saja, tetap saja kamu tunggu, Sayang.” Suara perempuan itu menambahkan.

Suara begitu menjadi mendayu-dayu dibuat-buat langsung memberi efek ingin mual yang Eva rasakan.

“Akan semakin merepotkan dan mengganggu kencan kita seperti tadi kalau tidak membawanya. Anggaplah dia menumpang,” kata Anggara dengan senyum dan tawa kecil.

Eva ingin sekali menampar pipi keduanya. Berapa kejamnya mulut mereka, ingin sekali rasanya menjerit dan menangis. Namun, Eva sadar ini tempat umum dan tidak mau mengotori tangannya.

“Aku mabuk kendaraan bila duduk dibelakang,” dusta Eva berbohong. Tentu sengaja ingin membuat perempuan centil itu sedikit mendapatkan oleh-oleh darinya.

“Tapi kalau kalian tidak keberatan dengan aroma begitu tidak masalah. Aku akan ke belakang.” Eva menekan ucapannya.

“Kamu ke belakang sebentar Tasya. Tidak akan lama, dari pada kita terganggu dan menjijikan,” balas Anggara.

Eva menyeringai pelan. Merasa menang meski sebenarnya hatinya sakit. Anggara selalu melibatkan perempuan lain untuk menyakiti hatinya.

“Tapi ….” Tasya tentu tidak langsung setuju.

“Nanti bisa belanja sepuasnya atau kita bermain sepuasnya. Hanya sebentar, Tasya Sayang.” Anggara menyela dan tersenyum. Senyum selalu menjadi pemikat para wanita yang menatapnya.

“Oke! ini tidak gratis!”

Tasya menghentakkan kakinya kesal. Menabrak keras pundak Eva dengan sengaja.

“Pelakor sialan,” umpat Eva tanpa bisa dicegah mengumpat untuk sekian kalinya.

Anggara mulai melajukan mobilnya. Eva berharap perjalanan tetap kondusif dan tenang ternyata salah. Dua manusia bisa melakukan apa saja membuat hatinya sakit. Meski sebenarnya berusaha untuk tidak melihat, tapi telinganya tidak tuli mendengarkan obrolan menjijikan itu.

Rayuan demi rayuan, belum lagi suara memuakkan dari wanita yang didengar bernama Tasya itu.

“Kita akan kemana?” tanya Eva tidak tahan lagi.

“Terserah aku!” Anggara menjawab dengan seringai puas di wajahnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 77

    “Bagaimana kerja kamu hari ini?” Anggara dengan balutan baju tidur keluar dari kamar mandi. Langkahnya pelan menghampiri Eva yang sibuk dengan ponselnya.Kedua pasangan menginap di rumah Mama Dara tentu Aluna berhenti berdebat karena suara rendah Mama Dara. Entah perempuan muda masih belum menerima kenyataan kakaknya yang disakiti, atau mungkin karena sesama perempuan dengan ego tinggi merasa tidak terima dengan perlakuan Anggara dengan mudah mendapatkan maaf kakaknya.Eva mendongak kepalanya dengan cepat. Beberapa saat aktivitasnya terhenti ketika mendengarkan pertanyaan Anggara. Bukan merasa aneh, lebih tepatnya kenapa Anggara perlu bertanya, merasa tidak biasa.“Kamu tanya?” balas Eva dengan nada malas.Anggara segera duduk di sofa kosong tepat di sebelah Eva. Anggukan kepala Eva lakukan, kemudian membalas tatapan Eva dengan sorot mata menunggu jawaban dari Eva.“Bukannya laporan Sarah tidak telat, bukan?” balas Eva dengan nada sindiran, “kurang kerjaan banget ada Sarah.”“Kamu bis

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 76

    “Mama ….” Eva memeluk Mama Dara. Pelukan begitu erat seakan lama tidak bertemu.“Sudah mulai bekerja lagi?” Mama Dara membalas pelukan dengan lembut. Tatapan beralih pada kedatangan putri sulungnya yang tidak sendiri, ada David dan perempuan yang baru ditemuinya.“Baru hari ini, Ma.” Eva melepaskan pelukan dengan pelan.“Kenapa David tidak bercerita?” Kedua mata Mama Dara menatap David, kemudian bergerak cepat beralih menatap Sarah hari ini hanya punya kerjaan satu hari penuh tidak menjauh meninggalkan Eva.“David juga baru tahu, Ma.” David mengatakan tanpa ekspresi seperti biasanya.“Sore, Tante.” Sarah menyadari tatapan Mama Dara segera mengulurkan tangannya. Tersenyum dengan sopan santun.“Sore, Sayang. Ini siapa? Mama baru lihat. Pacar kamu David?” Mama Dara tertawa seraya menatap anak laki-laki dengan gelengan kepala.David nampak terhenyak beberapa saat karena terkejut tuduhan tiba-tiba Mama Dara, sementara Eva sudah duduk di sofa.“Tidak menyangka sekali, ini sangat peningkatan

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 75

    Eva menatap bingung dengan kelakuan Anggara. Masih dengan wajah tidak mengerti ucapan terakhirnya, lebih tepatnya di saat ini merasakan jantungnya terpompa lebih cepat karena tindakan Anggara yang menciumnya di depan David. Meski pria terlihat datar tidak peduli tetap Eva tidak merasa biasa.“Ibu ukuran sandalnya berapa?” Sarah bertanya dengan pelan ketika Anggara sepenuhnya tidak terlihat lagi. Suaranya terdengar memburu sepertinya tadi cukup menguras tenaganya membawa barang brand tidak hanya satu, melainkan cukup memenuhi kedua tangannya.Eva segera tertarik dari lamunannya sekilas hanyut jauh menatap Anggara yang keluar ruangannya. Langkahnya begitu nampak terburu-buru, bahkan mengabaikan sekertarisnya Sarah yang masih tertinggal.“Tiga sembilan, kenapa?” kata Eva menatap Sarah mulai mengeluarkan sandal-sandal yang dibawanya.“Syukurlah.” Sarah membuang napasnya lega.“Kenapa?” Eva masih belum mencerna.“Mau minum dulu?" David menyerahkan air mineral. Tidak menunggu Sarah menerim

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 74

    “Davit, kapan kamu datang?” Eva tidak kuasa untuk langsung menghamburkan memeluk adiknya.Davit segera membalasnya, memeluk dengan wajah cuek, datar, senyum sekilas tampak sedikit langsung lenyap dalam hitungan beberapa detik.“Apa sekolah kamu selesai? ada agenda apa pulang? kenapa tidak ngabarin?” Eva melepaskan pelukan. Pertanyaan muncul dengan beruntun dan berbicara terdengar sangat cepat.“Dua hari yang lalu. Hampir selesai, doakan segera selesai.” David melenggang menuju sofa. Dimana Anggara yang menyaksikan adegan pelukan itu dengan rasa dongkol dan cemburu karena ia tidak seluassa dan sebebas Davit memeluk Eva yang tampak mesra.Eva segera mengikuti. Masih mengenakan sandal bulu miliknya. “Kenapa tidak ngasih kabar. Kamu baik-baik saja, bukan?”Davit hanya membalas dengan anggukan sekali. Kemudian tatapannya menoleh teralih menatap Anggara. “Kak Angga, aku sudah kirim email. Aplikasi baru milik Kakak luar biasa.”Eva mengerutkan dahinya. Apalagi respon Anggara terlihat mengang

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 73

    Eva menatap tampilannya saat ini. Entah sudah tidak terhitung berapa kali dia melihat tampilannya kini, hingga sampai di kantor semakin membuat Eva memelankan langkahnya setelah menyadari tatapan tidak biasa para karyawan sejak keluar mobil.Ekor matanya melirik Anggara tidak melepaskan belitan tangan menggenggam tangannya sejak keluar mobil. Pria yang terkenal, sombong, arogan dan bermulut pedas tanpa ekspresi melangkah satu langkah lebih dulu dari langkahnya.“Ada apa? apa merasakan sakit?” tanyanya sangat jelas terdengar. Semakin membuat suara bisik-bisik dan perhatian karyawan tertuju pada Eva dan Anggara.Eva menggeleng pelan. Merapatkan langkahnya mendekati Anggara. “Tampilanku jelek banget? mereka melihat terus.”“Mereka punya mata.”Anggara mengatakan dengan santai. Menoleh sekilas dan mata mengedarkan ke sekitar menurutnya hal biasa.“Bukan itu,” kesal Eva.“Kamu seksi dan cantik, Sayang. Jangan lupakan kalau suami kamu cukup sangat tampan, jadi biasakan seperti ini.”Eva lant

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 72

    “Duduk dulu. Tunggu sebentar.” Anggara datang dengan kursi meja rias. Wajahnya tampak sangat datar tidak terbaca. Suara tidak sekeras sebelumnya, terdengar merendah penuh penekanan seperti menahan amarahnya.Eva masih tidak mengerti menautkan alisnya. Tangan kanan masih memegang handle pintu yang belum terbuka sepenuhnya.“Duduk, jangan kemana-mana.” Anggara mengatakan tegas. Menarik Eva dan mendudukkannya pelan.Eva tidak bisa mengelak banyak. Apalagi gerakan Anggara kali ini. Kemudian nampak pria itu mulai berlari menuju walk in closet dengan langkah cepat terburu-buru.“Apasih? gak jelas.” Eva mengatakan dengan kesal. “Aku tidak tuli,” geramnya mengingat tidak terima atas suara keras Anggara yang terkejut, tapi di terima Eva seperti bentakan perintah.“Ganti sepatu kamu.” Anggara datang dengan sandal rumahan milik Eva. Sandal berbulu imut tanpa hak yang dibelikan Bunda Zia, beberapa waktu lalu. Sandal trepes satu-satunya miliknya.“Apa!” Eva memekik kaget. Menatap sepatu berhak tid

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 71

    “Kamu mau kemana? kenapa sudah cantik sekali?” Anggara menatap Eva. Tubuhnya mulai terlihat lebih berisi, meski setiap malam selalu mual-mual hingga muntah parah.Bila kebanyakan ibu hamil merasakan morning sick parah setelah bangun pagi, beda dengan Eva lebih sering mual di malam hari di dua Minggu terlahir ini.Eva melanjutkan menyisir rambutnya. Menatap Anggara dengan balutan pakaian olahraga dari kaca riasnya. Dokter kandungan sudah mengatakan janinnya sudah kuat, bahkan Eva tidak mengalami flek lagi. Bisa dikatakan dua Minggu hampir tiga minggu diperlakukan Anggara seperti orang lumpuh berhasil membuat kehamilannya aman, atau bisa dikatakan emang bayi tanpa rencana yang hidup di rahimnya memilihnya untuk jadi ibu.“Ke kantor. Lama gak ke kantor.” Eva mengatakan dengan tenang. Masih melanjutkan merapikan ribut dan mengaplikasikan skincare ke wajahnya.“Apa!” Anggara tampak terkejut. Keringat terlihat menetes di wajahnya, rambut tampak lembab. Langkahnya segera berayun cepat mendek

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 70

    “Semua sudah aku urus. Berkas perceraian yang naik sudah aku tarik. Pengalihan sudah tidak jelas semua harta akan berpindah pada kamu dan anak kita.” Anggara kembali dengan kertas di tangannya. Suaranya terdengar tenang, tapi beda dengan Eva sangat penasaran apa yang dimaksud atas apa yang Anggara katakan.“Maksudnya?” Eva menautkan alisnya. Ponselnya sudah diabaikan dan fokusnya pada Anggara.“Kamu bisa baca sendiri.” Anggara tersenyum tipis. Menyerahkan kertas pengalihan harta yang baru diterimanya tidak lama. Bahkan pengesahannya tepat saat Eva masuk ke rumah sakit, itu artinya saat peresmian sekaligus pesta pernikahan yang berakhir dengan berita kehamilan. Dan saat ini tepatnya kemarin semua berubah isinya.Eva menerima dan setiap kata tertulis, angka hingga huruf tidak lepas dari kedua mata Eva. Ia butuh dua kali untuk membaca untuk menyakinkan semua, meski kenyataannya isinya sangat jelas dan sebenarnya bukan pertama kalinya membaca meski dengan konsep dan isi yang berbeda berb

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 69

    Eva melototkan matanya. Perasaan baru beberapa hari tidak memegang ponsel dan yang terjadi sangat luar biasa. Berita tentang pernikahan menjadi trending, begitu juga kehamilannya menduga karena tragedi saat resepsi dan dibenarkan oleh Anggara. Bahkan di akun media sosialnya biasanya sepi saat ini sangat ramai sekali.“Apa-apaan ini?” Eva sampai tidak berkedip. Notifikasi tidak berhenti ketika ponselnya mulai menyala. Bagaimana bisa akunnya di temui oleh orang-orang. Bahkan karyawannya banyak yang tidak tahu jadi sekarang tahu. Apalagi komentar yang bermunculan tidak berhenti.“Astaga! dia banyak idola!” Eva menggeleng melihat tag dirinya dengan Anggara.“Dia milikku!” lirih Eva dengan muka mulai serius. Dahi berkerut dengan alis terangkat.“Apa maksudnya? akun tidak jelas!” Eva mengatakan dengan pelan. Dua kata aneh dengan tanda seru tidak hanya sekali begitu banyak dibaca berulang-ulang oleh Eva. Belum lagi akun tidak ada nama yang jelas pemiliknya bisa dikatakan akun palsu.Guratan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status