Share

Pernikahan Siri
Pernikahan Siri
Penulis: E Rein

Tidur Bersama

“Uh, terang banget! Aku masih mau tidur,” ujarnya sebal.

Perempuan itu menutup matanya.

Mentari telah naik keperaduan beberapa menit yang lalu dan sekarang sedang mengintip senyap-senyap pada celah jendela yang tertutup kain gorden kecoklatan itu.

Gerakan Luisa agak sedikit terbatas, ada sesuatu yang mendesak di sekitarnya.

“Apa sih ini?” gumamnya. Tangannya mulus dan munggil miliknya mendorong sesuatu yang terasa lembut dan halus. “Kok lembut?” tanya aneh dan polos.

Luisa menekan-nekan dengan ujung jemarinya. Sesuatu itu bergerak, membuat tubuhnya bergetar. Cepat-cepat Luisa membuka mata.

Gadis itu masih mengucek-ngucek mata, mengusir kantuk yang masih bersarang dipelupuk maatnya. Gadis itu sempat menguap sebentar,  ia menutup mulutnya dengan telapak tangan. Kepalanya tampak berat. Ia memijat-mijat keningnya.

Luisa sampai lupa niatnya membuka mata tadi. Benda kenyal dan lembut tadi hampir dia lupakan. Hidungnya mengendus, penciumannyamasih bagus, hidungnya mencium aroma maskulin yang pasti bukan berasal dari tubuhnya, aroma bulgari yang baru pertama kali ia cium. Ketika ia menoleh. Kedua bola matanya melotot.

“O.M.G.”

Sebuah punggung tetap terpahat dengan sangat indah. Milik seseorang yang belum Luisa ketahui. Luisa sempat meneguk salivanya. Seumur hidupnya, dalam usianya sekarang. Belum pernah melihat punggung seindah itu. Dia sempat terpesona. Namun, akalnya kembali bekerja, diusiarnya pikiran aneh itu, lalu gadis itu mengangkat sedikit selimut, mendapati tubuhnya telanjang. “Oh My God. Apa ini?”

Gadis itu berusa duduk. Berharap dia hanya sekadar mimpi. Mimpi buruk yang akan dia usir cepat-cepat. Bayangkan, tidur dalam keadaan polosan, dengan orang asing. Ini benar-benar gila.

Tangannya secara refleks mencubit pipi pipi sebelah kanan. “Awww... sakit,” pekiknya. “Aku benar-benar nggak mimpi?” tanyanya lagi.  

Fix dia tidak sedang bermimpi. Ini nyata dan perempuan itu sedang dalam bahaya. Satu kaamr dengan pria asing, dalam keadaan telanjang. Satu hal yang terlintas dalam benak Luisa. Mereka habis making love, dan… oh my god, keperawanan yang dia jaga selama ini hilang dalam semalam? Lalu calon suaminya nanti?

Luisa kembali kalut. Perempuan itu memukul-mukul bahu kekar milik pria asing itu.

“Shit! Brisik!” maki lelaki itu.

Pria itu memutar tubuhnya, lalu ikut terkejut saat melihat seorang perempuan menatapnya dengan marah. Tubuh perempuan itu hanya ditutupi dengan selimut. Lalu dia melihat keadaannya, sama berantakan dengan wanita itu. “Oh Shit!” makinya.

“Lo siapa? Kenapa kita gini?” tanyanya.

Mendengar ucapan itu Luisa ikut marah, harusnya dia yang marah. Kenapa dia bisa satu kamar dengan lelaki asing ini?

“Aku yang harusnya nanya, kamu udah ngelakuin apa denganku?”

“Mana aku tahu,” jawab lelaki itu cuek.

“Kamu mengambil keperawananku!” maki Luisa kesal. Sesaat kemudian, perempuan itu menutup wajahnya dengan bantal, lalu mulai menangis. Satu hal yang bisa Luisa lakukan hanya menangis. Bulir-bulir air mata mulai membasahi pipinya yang putih dan mulus.

Sedari tadi dia sudah berusaha menahan tangisnya, mendengar ucapan lelaki itu, terdengar kasar, membuat hatinya benar-benar terluka dan tidak kuasa menahan air mata.

Kehilangan sesuatu yang sangat berarti baginya, menjaganya dengan sepenuh hati. ingin mempersembahkan pada seseorang yang benar-benar menjadi suaminya leka. Hatinya terluka, dadanya membara amarah,  keadaan yang sama sekali tak ia mengerti.

“Oke stop drama pagi ini!” ujar lelaki itu lelah.

Luisa mengangkat wajahnya dengan sebal.

“Lo siapa dan kenapa kita bisa tidur di sini? Jawab!” perintah lelaki itu.

Luisa tidak menjawab. Perempuan itu saja bingung, dia terus saja menangis tanpa henti.

Lelaki itu memijit keningnya. Tahu, bertanya pada Perempuan asing itu tidak berguna sama sekali. Dia mulai mengingat-ingat apa yang telah terjadi.

“Dam, Shit!” makinya. dengusnya. Ia semalam terlalu mabuk, di club ia masih meneguk beberapa botol wine, setelah itu ia lupa. Dan sekarang ia berada di kamar asing dengan perempuan asing pula.

‘Ini gila!’ batinnya.

“Oke stop. Gue nggak tahu keadaan ini gimana, dan gue nggak tahu elo siapa. So, sekarang lo jangan nangis lagi. Kepala gue tambah pusing mendengar tangisan elo itu!”

“Huhuhuhu. Apa yang udah kamu lakuin ke aku? Kamu mengambis sesuatu yang berharga dari hidupku.”

“Yakin?” tanya lelaki itu.

“Kite telanjang.”

“Belum tentu kita berhubungan, kan?!”

Iya juga sih, tapi… semacam yang Luisa temukan dalam novel online yang dia baca. setiap kali menemukan tubuh di ranjang asing, endingnya ya tidur bareng, belum-bleum gitu.

“Oke, gue nggak ngerti keadaan ini. Lo bisa stop nangis? Gue mohon banget, tolong jangan nangis lagi!”

Bukannya mendengarkan, tangis Luisa malah semakin keras.

Emilio, lelaki itu bernama Emilio, seorang CEO yang memiliki jabatan dan pekerjaan yang sangat bagus, termasuk salah satu tokoh muda penting kebanggan Indonesia.

“Gue ngak bisa lihat cewek nangis. So, lo tolong berhenti! Gue yakin, keperawan lo masih utuh, gue nggak sentuh. Ini cuma kayak….” Emelio sedang berpikir keras dan menemukan kalimat yang tepat. “Ah, ini cuma jebakan buat gue,” ucapnya dengan sangat yakin.

“Ta-tapi kenapa harus aku? Aku ada salah apa sama kamu? Huhuhu.”

“Gue mohon! JANGAN NANGIS LAGI!" teriak Emilio dengan suara keras.

Luisa terperanjat. Perempuan itu menyembulkan sedikit wajahnya. Menatap lelaki itu. Wajah lelaki itu cukup kusut. Namun, dibalik itu semua, Luisa harus akui, lelaki itu sangat tampan dan punya kharismatik. Andai dia jomlo, mungkin dia tidak akan menolak untuk dipersunting lelaki itu. Luisa menggelengkan kepala. Pikirannya malah megarah ke situ.

Lelaki itu tak hanya tampan, rahangnya tegas, wajahnya ditumbuhi sedikit buku-bulu halus, cekungan mata yang indah, dan bulu mata yang lentik. Luisa terpesona sesaat pada ketampanan lelaki itu.

Saat bersamaan, Emilo juga melihat ke arah Luisa. Perempuan itu cantik dimatanya, putih dan terlihat lugu.

“Nama lo siapa?” tanya Emilo.

“Luisa.”

Lelaki itu melengkungkan senyuman. ‘Secantik wajahnya,’ puji Emilio.

“Gue Emilio. Mungkin lo kenal gue, entahlah. Apa pun itu. masalah ini akan kita selesaikan baik-baik. gue akan temukan CCTV, dan gue yaki nada yang sengaja ngejebak kita. Lo harus yakin gue nggak ngambil sesuatu yang berharga dari elo.”

Kata-kata Emilio sedikit menenangkan Luisa. Entahlah, Luisa meresa kalimat yang keluar dari mulut lelaki asing itu sungguh serius, tidak ada kebohongaan di sana.

Emilio berhasil menenangkan Luis. Perempuan ini beda dari yang biasa dia temukan di bar atau pun pinggir jalan. Ada aura yang terpancar dalam diri wanita di depannya, dan Emilio yakin, Perempuan ini bukan dalang, melainkan juga korban. Emilio akan bergegas menemukan jawabannya.

Namun, kalimat tadi hanya sementara. Nyatanya Luisa kembali menangis dan bertanya kenapa dia yang menjadi korban.

“Sudah gua bilang. Mungkin ini sebuah jebakan dan gua lagi cari bukti ini jebakan dari seseorang yang tak bermoral,” ujar Emilo.

"Kenapa harus aku? Aku bukan di sini tadi malam, lalu siapa yang membawaku ke sini dan melucuti pakaianku?”.

Emilio diam. Ia tak bisa menjawab karena ia juga tak ingat apa-apa, bisa jadi tadi malam mereka sudah melakukannya. Atau mereka hanya dilucuti saja. Emilio benar tak mengingat apapun. Dan jika tadi malam mereka melakukannya artinya segelnya sudah ia berikan untuk wanita asing ini. "Apa bagian itu sakit?" tanyanya ragu.

Luisa mendongak "Bagian mana? Sakit apaan?" tanyanya bingung.

Emilio yang bingung dengan ucapannya sendiri. Bisa jadi mereka hanya di buat telanjang tak melakukan hal diluar batas.

“Kan lo dari tadi ngeluh kalo keperawanan lo bisa aja gue renggut tadi malam. Nah, bagian itu sakit nggak?” Tatapan Emilo tertuju pada bagian tubuh Luisa yang ditutupi selimut. “Kalo nggak sakit, berarti masih aman. Kita emang cuma dibuat telanjang doang, nggak sampai ke situ,” tambahnya lagi.

Luisa belum sempat menjawab, saat suara pintu kamar diketuk dengan keras.

“Sial!” maki Emilio.

“Lo pakai baju!” perintah Emilio agak panik. Lelaki itu juga ikut turun dari ranjang, lalu mengambil handuk dengan cepat, memilitkan pada pinggangnya.

Lelaki itu membuka pintu lalu kedua bola matanya terbelalak dengan dengan sempurna.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status