“Kamu brengsek! Aku membencimu seumur hidupku, kamu keterlaluan!” Calantha terkejut ketika mendapati dirinya terbangun tanpa sehelai benang di samping seorang pria yang tak lain adalah calon iparnya, Alessandro Javier alias Al. Sial, tragedi itu membuat perjodohan antara Al dan saudari kembarnya batal. Bahkan, bukannya membantu menjelaskan kesalahpahaman, Al menambah masalah semakin pelik. Hingga Calantha dan Al terikat pernikahan paksa. Calantha pikir, nasib buruk usai, ternyata dugaannya salah, masalah datang silih berganti. Selain itu ditemukan fakta-fakta baru, termasuk rahasia besar yang selama ini tersembunyi rapi.
View More“Apa yang kamu lakukan di kamarku?!”
Wanita itu merasakan tenggorokannya tercekat. Tubuhnya gemetar, bahkan kelopak berbulu lentik tak berkedip menatap punggung pria di sampingnya yang terlelap tanpa sehelai benang pun.“Ini kamarku!” sahut suara serak khas bangun tidur pria. “Jangan berisik! Aku masih ngantuk,” sambung sosok itu dengan kelopak tertutup rapat, lalu membalik posisi saling berhadapan.“Kamu?! Bagaimana bisa ….”Seketika, Andrea Calantha Feyrin Caldwell meremas rambutnya dengan frustrasi. Ia menggeleng cepat, berusaha mengingat kejadian semalam.Sayang, Cal—panggilan akrab gadis itu, hanya mengingat ia diberi minum oleh pelayan. Semua ini karena kenekadannya yang ingin mengalihkan perasaan sesak di dada saat menyaksikan saudari kembarnya bertunangan dengan pria yang pernah mengisi hati Cal.Setelah itu, karena tidak kuat menahan perasaan tersebut, Cal memilih istirahat di kamar hotel. Namun, siapa sangka, pagi ini ia terbangun di atas ranjang bersama seorang pria yang tidak lain adalah calon iparnya.Terseok-seok, Cal berusaha bangkit. Ia tidak ingin membuat keributan yang mungkin akan menyebabkan masalah yang lebih dari pada ini.Ia memaksa turun dari ranjang, walaupun sekujur tubuhnya lemas bagai kehilangan tulang, kepalanya pusing dan penglihatan memburam. Wanita itu kemudian tersungkur karena lilitan selimut di tubuhnya.'Ayo, Cal! Ini bukan pertama kalinya kamu mengalami ini!' ujarnya dengan mata yang sudah mengembun.Sekilas, trauma masa lalunya kembali menghantui, membuat ia kecewa. Ini memang bukan yang pertama bagi Cal, sebab beberapa tahun lalu gadis itu pernah menjadi korban rudapaksa.Hal inilah yang membuat Cal lebih keras pada dirinya. Ia melarang dirinya untuk menangis, meski nyatanya kekecewaan, kemarahan itu begitu ia rasakan.Wanita itu mencengkeram lilitan selimutnya, kemudian mencoba bangkit kembali memunguti pakaiannya yang tercecer.Ketika Cal tengah memunguti pakaiannya, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka lebar. Napas Cal tercekat melihat sosok yang kini tengah menatapnya tajam.Cal menegakkan badannya, sembari memegangi lilitan selimut. Tak lama, sosok itu melangkah mendekatinya dan melayangkan sebuah tamparan superkeras.“Teganya kamu!” pekik wanita yang menampar Cal.“Ibu, ini—“Belum sempat Cal menjawab, satu pipinya yang lain kembali jadi sasaran tampar.Keributan itu lantas membuat pria itu terusik dan terbangun."Ada keributan apa?" Dengan santainya, pria pemilik iris biru safir itu bergerak menatap Cal tanpa rasa bersalah.Entah calon iparnya itu terlalu pandai menutupi keterkejutan, atau memang pria itu tidak memiliki ekspresi lain selain kekakuan.Keberadaan pria itu lantas membuat kemarahan keluarga Cal yang saat ini tengah berkumpul dan memojokkannya semakin menjadi.“Alessandro Javier Torres!” teriak pria paruh baya—ayah dari Cal, sembari menghadiahi tinju ke wajah calon ipar Cal hingga pria itu tersungkur dari ranjang. “Beraninya kamu mempermainkan putriku! Kurang ajar!”Alessandro, atau yang akrab dipanggil Al itu mendongakan kepala. Netranya tidak takut menatap sepasang iris abu-abu milik ayah Cal.Terlihat tangan Al menyeka cairan merah yang keluar melalui sudut bibirnya yang robek. Bukannya marah, pria itu justru tersenyum tipis sembari meninggikan sebelah alisnya, “Mempermainkan? Apa maksud Anda?”“Semalam kamu bertunangan dengan Clair, sekarang lihatlah keadaan kalian berdua!” ucap Ayah Cal, menunjuk keadaan putrinya dan Al.Al kemudian menatap Cal yang kini sudah dalam kondisi yang berantakan.“Aku bisa menjelaskannya.”Pria itu baru akan berdiri, tetapi tinju keras Ayah Cal kembari bersarang di wajahnya, membuat robekan di bibir Al semakin menjadi.“Sekarang juga, aku batalkan perjodohan antara kamu dan Clair!" ujar Ayah Cal menggebu-gebu. "Aku tidak sudi memiliki menantu berkelakuan buruk sepertimu!”Mendengar hal itu, Cal didera kepanikan.“Tidak, Ayah. Jangan!" Ia buru-buru menghampiri ayahnya. "Ini bukan seperti yang kalian pikirkan,” ucap Cal dengan intonasi tercekik."Aku pikir itu keputusan yang tepat."Cal langsung menoleh tajam ke arah Al. "Apa maksudmu! Itu tidak boleh terjadi."Al kemudian menyorot dingin ke arah keluarga Cal dan berujar, "Aku mencintai Calantha."Cal termagu. Sesaat, ada perasaan terharu oleh ungkapan cinta itu. Namun, tidak lama ... Perasaan bersalahnya pun muncul.Meski ia pernah begitu mencintai Al, dan bahkan mungkin masih memiliki perasaan pada pria itu, Cal sadar posisinya saat ini."T-tidak! Itu tidak mungkin!" potongnya setelah tertegun beberapa detik.Pria itu kemudian ganti menatapnya, tetapi dengan sorot mata yang lebih lembut. "Selama ini, aku memang mencintaimu."Cal menutup mulutnya dengan tangan. Entah mengapa, ia melihat ketulusan di mata Al kala pria itu mengucapkan kembali pengakuannya.Namun meski begitu, Cal sadar ... Tidak seharusnya ia terharu dan bahagia di atas luka kembarannya. Buru-buru, ia empaskan jauh-jauh rasa terharunya."Berhenti membual, Al!"Mengabaikan protes Cal, Al menggerakkan sedikit kepala ke kanan, kini pandangannya tertuju pada kembaran Cal yang masih di ambang pintu. “Maaf Clair, tapi aku tidak pernah mencintaimu. Dan semalam, kami melakukannya dengan perasaan.”Terkejut, Cal kembali mendorong tubuh Al menjauh. “Jangan percaya padanya Clair, di-dia bohong! Aku tidak mungkin melakukannya!”Wajah Cal sekarang sudah memerah. Kali ini, ia marah sebab Al menyeret dirinya dalam sebuah kebohongan.Bagaimana mungkin mereka terbawa perasaan, jika keduanya tidak pernah menyatakan perasaan? Dan lagi, Cal cukup tahu diri untuk tidak menyentuh seseorang yang disukai kembarannya.“Aku akan menikahi Cal secepatnya,” celetuk Al lagi dengan nada tenang. Tangan pria itu kembali tersampir di pundak mulus Cal. “Aku tidak bisa membiarkan anakku lahir tanpa ayah.”“A-anak?" Cal menggeleng mantap. Ia menatap nyalang pria di sampingnya, ingin rasanya mencabik tubuh atletis itu. "Aku tidak akan hamil. Itu tidak mungkin!”Al kemudian menatap dengan raut bingung yang kentara dibuat-buat. “Dari mana kamu tahu, Sayang? Semalam kita melakukannya beberapa kali dan ….” Al menjeda kalimat, menyeringai tipis kemudian mendekatkan bibir ke telinga Cal, ia berbisik, “Kita tidak menggunakan pengaman apa pun.”Di hadapan mereka, Ayah Cal mengepalkan tangan. Namun, alih-alih kembali memberi pelajaran pada mantan calon menantunya, pria paruh baya itu justru berkata sebaliknya.“Kalau begitu, kalian menikahlah!" katanya dengan wajah datar."Ayah!!" Penolakan kemudian terdengar kompak keluar dari Cal, ibunya dan juga kembarannya.Tidak gentar, pria paruh baya itu menatap Cal dan Al bergantian. "Menikahlah, tetapi jangan pernah menginjakkan kaki di Mansion Caldwell!”Setelah itu, Ayah Cal meninggalkan kamar. Disusul kemudian Ibu dan juga Claire yang terus mendebat keputusan kepala keluarga itu.Saat semua orang sudah pergi, Cal kembali menyingkirkan tangan Al di bahunya. Ia kemudian melayangkan pukulan, menyerang tubuh Al bertubi-tubi, meluapkan emosi yang meletup-letup hingga ubun-ubun.“Kamu brengsek! Aku membencimu seumur hidupku, kamu keterlaluan!” teriak Cal. Ia benar-benar marah. “Kamu menyakiti calon istrimu! Dia kembaranku, dan aku tidak sudi menikah dengan kamu!” ucap Cal hingga bahunya naik turun.Sedangkan Al hanya diam seraya memperhatikan Cal. Ia tidak melawan ketika wanita bermanik abu-abu itu mencercanya lalu melemparnya dengan bantal dan selimut."Marahlah, Cal." Al bertutur dingin. "Sayangnya, pernikahan kita tidak akan pernah dibatalkan."Tubuh Cal terasa lemah usai tenaganya terkuras. Air matanya mulai luruh.Ia tidak bisa membayangkan nasibnya sendiri di keluarganya, terutama di hadapan sang kembaran.“Tidak! Pernikahan kalian yang tidak boleh batal. Minta maaflah pada Clair juga keluargaku." Cal menatap Al dengan sorot mengiba. "Katakan pada mereka kalau kita dijebak.”Namun, semua perkataan Cal sia-sia. Sebab, pria itu bertindak tak acuh dan lebih memilih untuk memakai pakaiannya.Di belakang pria itu, Cal mematung. Hingga tanpa sadar, tangannya telah berada di genggaman Al. Pria itu meletakan kartu nama tepat di atas telapaknya yang dingin.Tidak ketinggalan, pria itu menaruh tangannya di perut Cal dan berujar, “Ini nomor teleponku, aku menunggu kabar bahagia darimu.”“Selamat Tuan Hofer, bayinya lahir dengan sehat.” Dokter mengulurkan tangan kanan sambil tersenyum lebar. Liam berkaca-kaca mendengar kabar menggembirakan. Ia gegas menghubungi ibunya dan beberapa kerabat terdekat untuk menjenguk anggota keluarga baru. Setelah itu Liam memasuki ruang pemulihan. Ia melihat dua bayi menelungkup di atas dada sang istri. “Claira ….” Liam sesenggukan. Ia mengekspresikan diri karena memiliki buah cinta dari gadis pujaannya di masa sekolah. Bahkan tangan Liam tidak sanggup menyentuh kulit tipis nan lembut miliik bayinya. “Kamu memiliki dua anak laki-laki.” Claira tersenyum merekah melihat dua bayi itu sibuk mencari puncak nutrisi. “Kita. Kita memiliki dua putra. Dan kamu satu-satunya perempuan cantik diantara kami.” Liam setengah tertawa dan menangis ketika mengatakannya. Sedangkan Claira tergelak membuat kedua bayi di atas tubuhnya terkejut lalu merengek. Pasangan itu saling menatap satu sama lain kemudian tertawa bersama-sama melihat tingkah mengge
“Hamil?” Clair tercengang. Reaksi pasangan itu sangat berbanding terbalik. Liam selalu menebar senyum bahkan berbagi kebahagiaan bersama pegawai rumah sakit. Ia mentraktir makan. Sedangkan Clair tampak terpukul.“Istriku kenapa sedih? Seharusnya kamu senang.” Liam merangkul bahu Claira.Wanita itu menunduk menatap perutnya. “Kenapa aku bisa hamil? Liam aku … belum siap menjadi ibu.”Seketika senyum manis di wajah Liam menghilang. Kini pria bermata sipit itu mengetahui Claira enggan mengandung anaknya.“Kita sudah menikah, bercinta dan melakukan berulang kali. Kita tidak menunda kehamilan. Jadi … kamu menolak?” tanya Liam dengan perasaan kecewa.Clair tersadar dari pikirannya. Ia menatap wajah sendu sang suami. Kedua tangan mulus wanita itu menangkup pipi Liam.“Maksudnya bukan begitu. Liam … aku ini seorang pendosa. A-aku tidak menyangka hamil dalam waktu dekat. A-aku juga … merasa bukan ibu yang baik.” Claira melepaskan tangan dari rahang Liam lalu menunduk dalam.Liam tersenyum kec
“Aku bingung bagaimana cara mengatakannya,” gumam Claira. Raut wajah wanita itu terlihat sedih.Calantha mengernyit dan menopang dagunya. [Maksudmu?] “Aku ingin pindah rumah, tapi ibu mertuaku melarang. Alasannya kesepian, karena sebelumnya Liam sibuk bekerja.” Claira cemberut. “Kami tidak punya waktu berdua.” Calantha manggut-manggut. Ia mengerti keinginan kakak kembarnya. Istri Alessandro Javier itu tersenyum penuh arti lantas mendekatkan kepala dengan layar ponsel.[Bilang saja langsung kalau kamu ingin pacaran bersama Liam.] Calantha menaik-turunkan alisnya.“Mana bisa seperti itu!” sentak Claira.Setelah satu bulan tinggal di rumah mertua, Claira kehilangan figure Liam. Pria itu lebih sering pulang malam dan pergi pagi-pagi sekali. Bahkan satu minggu ini keduanya tidak berhubungan intim.Claira mengakhiri panggilan video bersama Cal. Ia bergegas menemui ibu mertua di lantai satu. Ia melihat wanita paruh baya itu sedang kesulitan berjalan. Buru-buru Clair membantu.“Hati-hati B
Malam pertama yang seharusnya berujung menyenangkan dengan suasana romantis, justru sebaliknya. Kini, vila pribadi Keluarga Hofer dikunjungi dokter serta perawat yang mengobati Liam. Pria itu mendadak demam paska berenang.“Bagaimana kondisinya? Perlu dirawat inap?” berondong Clair kepada dokter. Ia memperhatikan wajah pucat sang suami.Sedangkan Liam menahan malu sekaligus gundah. Pria itu merasa bersalah gagal menjadi sosok suami idaman bagi pujaan hati. Dokter berkata dengan cemas, “Demamnya cukup tinggi mencapai empat puluh derajat. Tapi Tuan Liam menolak.”Clair mendengus, lantas berjalan mendekati suaminya yang sedang berbaring tidak berdaya.“Kamu masih mau hidup?” tegas wanita itu membuat mata sipit Liam membelalak.Clair bertolak pinggang dan menatap tajam suaminya. “Kita baru menikah satu hari, kamu mau menjadikan aku janda?” Liam meneguk saliva dan menggeleng pelan. Ia tahu istrinya memang galak, tetapi tidak menyangka mulut Claira sangatlah tajam.“Jangan bilang begitu.
Satu tahun berlalu sangat cepat, kesabaran Liam membuahkan hasil. Pagi ini, Liam dan Claira telah resmi menjadi sepasang suami istri. Keduanya sedang menandatangani akta pernikahan. Calantha bersama keempat anaknya duduk di kursi paling depan. Ia menangis haru karena Clair mendapatkan belahan jiwa. Ia juga tahu Clair belum sepenuhnya melupakan Alessandro. Wanita itu beranjak mendekati kembarannya. “Haruskah aku memanggilmu Nyonya Hofer?” goda Calantha. Liam menyambar, “Tentu saja! Dia istriku, dan kamu harus memanggilku kakak meskipun kita seumuran.” Tawa pria itu. Tiba-tiba Alessandro memukul kepala Liam. Ia berkata dengan tegas, “Tidak boleh memanggil kakak! Panggil nama saja.” Seketika altar pernikahan dihiasi gelak tawa dari semua orang. Mereka melihat kedekatan putri Caldwell dan kekompakan para menantu. “Sudah seharusnya aku patuh kepada yang lebih dewasa.” Liam menyengir, menjadikan mata sipitnya tak terlihat. Alessandro memelotot karena secara tidak langsung Liam menge
Claira melempar kerikil kecil ke sembarang arah. Pikiran gadis itu dilanda gundah gulana. Ia ketakutan Alessandro memberitahu keluarga besarnya tentang sebuah kebenaran. Clair menelan ludah. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Calantha mengetahui kenangan bersama Al diambil alih olehnya.Ketika wanita itu melepar kerikil cukup besar, seseorang memekik. “Aw!”“Ya ampun!” Claira sigap menghampiri sumber suara. Ia ternganga mendapati Liam sedang mengelus kening.Sialnya, kening pria tampan itu berubah merah.“Liam, maaf. Aku tidak bermaksud—““Apa yang kamu pikirkan?” Liam meringis karena lemparan Clair sangat bertenaga.“Tidak ada!” tegas Clair. Ia tersenyum kaku.Padahal Liam sengaja meluangkan waktu setelah berminggu-minggu demi Clair. Pria itu tahu calon istrinya sedang gelisah. Hanya saja Liam pandai menutupi rahasia. Ia tidak mau ikut campur, cukup membeberkannya kepada Alessandro.Liam juga tahu Alessandro berniat mengubur masalah ini. Clair menoleh kepada Lia
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments