Penyebab Suamiku Mandul

Penyebab Suamiku Mandul

last updateLast Updated : 2024-11-05
By:  IyustineCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
36Chapters
848views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Di masa lalunya, Biyan pernah menghamili seorang gadis yatim yang sangat miskin. Namun dengan tega Biyan mencampakkannya begitu saja. Apakah itu yang menjadi penyebab dia mandul? Padahal Biyan dan Melati, istrinya, sama-sama anak tunggal, yang tentu saja ingin mempunyai keturunan. Untuk itu Biyan bersedia melakukan apa pun untuk mengembalikan kesuburannya, termasuk memburu maaf pada gadis yang sudah dia nodai.

View More

Chapter 1

Vonis Mengerikan

“Apa? Sa-saya mandul, Dok?” Biyan terbelalak tidak percaya. “Ta-tapi itu tidak mungkin.”

Melati segera meraih tangan Biyan. Berusaha menenangkan sang suami dengan mengusap-usap penuh sayang. Lelaki itu menoleh kepada Melati, lalu menggeleng kuat-kuat.

“Enggak, enggak, aku enggak mungkin mandul, Mel. Pasti semua ini salah. Pasti ini bukan hasil pemeriksaanku. Pasti ini tertukar, ini tertukar… iya kan, Dok?”

Mata Biyan bergerak-gerak cepat. Antara memindai kertas yang tengah dibacanya, lalu melihat ke arah Melati, kemudian kepada sang dokter yang duduk di hadapan mereka. Bibir Biyan kentara bergetar hebat.

“Bisa jadi ini tertukar kan, Dok?” Biyan mengacungkan kertas hasil pemeriksaan, yang baru beberapa detik lalu dia terima dari sang dokter.

Melati menahan tangis. Dia mengangguk-angguk seakan mengiyakan semua perkataan Biyan. Perempuan itu paham, lelaki mana pun tidak akan sanggup mendengar vonis seperti ini.

“Mohon maaf Pak Biyan, itu adalah hasil yang sebenarnya—“

“TIDAK MUNGKIN!” Biyan melengking seraya berdiri. Diremasnya kertas itu, lalu dibanting dengan kekuatan penuh.

Melati dan dokter pun spontan ikut berdiri.

“Mas, sabarlah … sabar …,” ujar Melati kembali mengusap suaminya lagi. Kali ini pundak Biyan yang dia usap.

Melati menatap dokter yang tampak siaga di balik meja kerjanya. Mungkin Pak Dokter berjaga-jaga jika Biyan terus tidak terima dan mengamuk.

“Ini hasil ngawur, tidak mungkin begini.”

“Sudah, Mas. Sudah.”

Melati membungkuk sekilas, lalu memaksa Biyan keluar dari ruang praktek itu.

“Dokter, kami permisi, terima kasih … dan maafkan kami atas kejadian ini.” Melati menyeret paksa lengan suaminya. “Ayo, kita pulang, Mas. Ayo!”

Sampai di luar Biyan kembali menangis. Lelaki itu terduduk lesu di sebuah kursi tidak jauh dari ruang praktek dokter, dia menangis tergugu sampai mengeluarkan suara tangisan seperti anak kecil. Sama sekali tidak peduli beberapa orang sekitar menatap dengan pandangan menyelidik kepadanya.

Melati hanya bisa memeluk dan ikut menangis dalam diam. Sungguh perempuan itu juga tidak menyangka hasilnya akan begini. Dia dan Biyan adalah sama-sama anak tunggal, untuk itu pernikahan yang baru akan menginjak satu tahun pada bulan depan, dirasa terlalu lama untuk menunggu kehadiran buah hati di rahim Melati. Oleh karenanya mereka bermaksud untuk melakukan program kehamilan, tetapi baru saja menjalani pemeriksaan awal … harapan sudah terasa sirna.

“Ayo, Mas, kita pulang. Besok kita akan coba dokter lain, mungkin yang ini salah,” ujar Melati menghibur. Diusapnya air mata Biyan yang berlelehan membasahi pipi dan leher lelaki itu.

“Aku yakin seribu persen ini salah, Mel. Salah,” lirih Biyan di sela-sela isak.

“Iya, Mas. Ayo kita pulang. Biar aku saja yang menyetir ya.”

Biyan mengangguk.

Perjalanan pulang menjadi terasa sangat panjang. Melati masih mendengar Biyan terus menyusut isak dan air mata. Entah sudah berapa tisu dia cabut dari tempatnya untuk mengeringkan sudut mata lelaki dua puluh enam tahun itu.

“Mel, gimana hasilnya?” Dewi, ibu kandung Biyan menyambut kedatangan mereka berdua. Senyumnya yang tadi terkembang sumringah mendadak sirna saat melihat wajah anak lelakinya porak poranda.

“Ya, Alloh … kenapa, Mel? Kenapa, Bi?” Dewi menjadi panik.

Tangis Biyan kembali pecah di pangkuan Dewi. Kini dia menangis meraung-raung tanpa malu. Mak Tarwih, asisten rumah tangga mereka sampai kebingungan melihat itu semua.

“Mak tolong bikinin teh anget ya,” bisik Melati.

“Buat semua, Mbak?” tanya Mak Tarwih masih dalam nada bingung.

Melati mengangguk. Kemudian dia duduk di sebelah sang mertua yang masih terlihat kerepotan menenangkan Biyan.

“Sebenarnya ini ada apa, Mel? Kalian jangan membuat Ibu bingung,” ucap Dewi menahan tangis. Setitik air juga sudah mengambang di sudut matanya. “Ibu sengaja belum buka warung, ke sini dulu untuk tau hasil pemeriksaan dokter. Apa kalian enggak jadi ke dokter?”

Pertanyaan Dewi bertubi-tubi masih dengan nada panik campur ketakutan.

Melati mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. Dia terlupa meninggalkan kertas hasil pemeriksaan yang tadi sudah diremas Biyan. Jadi, mau tidak mau dia harus menjelaskan kepada ibu mertuanya menggunakan kata-katanya sendiri.

Melati menghela napas panjang, lalu menjawab, “Bu, Mas Biyan dinyatakan … mandul.”

“APA?”

Teriakan Dewi spontan menggerungkan tangis Biyan lebih kencang lagi. Mak Tarwih sampai tergopoh-gopoh keluar dari dapur. Matanya membola liar ke arah Melati, seakan-akan dia pun menuntut penjelasan. Perempuan yang sudah mengabdi pada keluarga Melati bertahun-tahun itu baru mundur ketika Melati menggeleng sedih.

“Ta-tapi itu enggak mungkin, Mel. Itu pasti salah,” sangkal Dewi. Nadanya persis dengan Biyan saat pertama kali merespon vonis dokter tersebut.

Melati menunduk. Hatinya berdenyut nyeri. Sesungguhnya dia pun sakit menerima kenyataan ini. Membayangkan bahwa pada akhirnya mereka benar-benar tidak dapat memiliki anak kandung. Padahal semalam dia dan Biyan sudah sepakat, seandainya memang Melati tidak bisa hamil secara alami, mereka sudah bertekad untuk mencoba bayi tabung. Namun malah ….

“Mel, pasti dokternya salah. Kalian harus coba ke dokter lain. Hasil itu sudah pasti salah,” racau Dewi. Sedang Biyan yang masih bersimpuh di depan ibunya mengangguk-angguk. Membenarkan kalimat sang ibu.

Melati menelan ludah. Memang sangat pahit dan berat untuk menerima kenyataan ini.

“Ya, Bu … kita besok akan coba ke rumah sakit lain,” tutur Melati pada akhirnya.

Dewi tersenyum. Tidak sepenuhnya lepas, tetapi sinar matanya memancar harapan. “Ibu sangat yakin hasil pemeriksaan itu salah, Mel.”

Kali ini Melati mengangguk, dia rebahkan diri ke pundak sang mertua. Dewi adalah satu-satunya orang tuanya kini.

“Biyan tidak mungkin mandul, tidak mungkin. Kalian pasti bisa punya anak banyak, anak-anak yang manis,” kata Dewi. Dia membalas pelukan Melati. “Sebab Biyan dulu pernah menghamili seorang gadis … eh, maksud Ibu ….”

Spontan Melati menegakkan tubuhnya. Mata perempuan itu terbelalak, sedang Dewi terlihat pias. Dia menutup mulutnya dan memandang Melati dengan sorot ketakutan.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
36 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status