SUAMI YANG TERGADAI DEMI RUPIAH

SUAMI YANG TERGADAI DEMI RUPIAH

Oleh:  Fithri Aulia  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
18Bab
370Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Demi harta, Arumi rela menjual Mirza, suaminya untuk berpoligami dengan Bella, teman lamanya. Demi cinta, Mirza rela menukar dirinya untuk menikah kontrak dengan Bella selama setahun meski membencinya. Akankah pernikahan ketiganya bisa berjalan semestinya? Ataukah salah satunya akan tersingkir pada akhirnya?

Lihat lebih banyak
SUAMI YANG TERGADAI DEMI RUPIAH Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Vithree Rosea
............ Yuk mampir!
2023-04-13 12:46:38
0
18 Bab
Bab 1. PROLOG
Januari, 2013."Aku menyukai Mirza. Bisa berikan hadiah ini untuknya?"Arumi tersenyum getir, memandangi kotak kado yang diberikan sahabatnya, Bella. Pandangan keduanya terpatri pada teman sekelasnya yang sedang duduk di kursi sudut. Pemuda tampan yang mengisi jam istirahat sekolah dengan membaca sebuah buku pelajaran. Sesekali dinaikkannya kacamata yang membingkai netra hitamnya."Untukmu!" kata Arumi, tepat setelah dia tiba di hadapan Mirza.Mirza belum bergeming, mendapati kado yang diyakini berisi buku-buku hanya dari bentuknya saja. Lekas dia membuka. Matanya memindai sampul dari buku berjudul Laa Tahzan yang sudah sejak lama dia cari. Juga buku agama yang lain."Ini...""Ini dariku. Sepertinya cocok untukmu," ujar Arumi, menyadari bahwa Mirza yang cukup alim ini, tentu tertarik pada buku pemberiannya.Darinya, tak mengatakan bahwa itu dari Bella.Awal di mana Mirza hanya mematri pandangan pada Arumi, setelah hari itu. Mengabaikan Bella yang diam-diam menaruh hati, tetapi dikhian
Baca selengkapnya
Bab 2. Istri Matrealistis
“Masih juga tanggal 15, udah gajian aja, Mas!”Mata Arumi berbinar saat Mirza, suaminya itu meletakkan amplop cokelat di atas meja. Cukup tebal hingga membuat wanita cantik berdaster batik itu meneguk ludah.Mirza menatap nanar pada sang istri. Bukannya membuatkan teh setelah menyambutnya pulang, peluh keringat yang menempel di kemejanya saja diabaikan Arumi. Uang terus yang dia tagih. Suaminya itu terlihat murung. Wajah tampannya terlihat kusam karena sering beradu dengan panasnya mesin di pabrik.“Banyak sekali, Mas Mirza? Tau aja kalau anak kita ini ngidam pizza sama burger yang sering kulihat di tivi-tivi itu, loh.”Lembar uang merah itu dia bagi menjadi beberapa bagian. Mengatur sedemikian rupa agar cukup dihabiskan dalam sebulan.“Aku lagi hamil enam minggu. Perlu minum susu dan makan yang bergizi lainnya. Kamu harus rajin kerja, Mas! Kalau nggak cukup duit kerja di pabrik, cari sambilan lain. Ngojek, misalnya. Masa depan kita masih panjang. Ini aja aku stop dulu untuk skin care
Baca selengkapnya
Bab 3. Silau Harta
Lepas pembicaraan itu, Mirza masuk ke kamar dan melihat sang istri tidur memunggunginya. Dia menghela napas lega karena Arumi tak mengancam dengan mengemasi barangnya. Berniat pulang ke kampung meninggalkan Tangerang di mana Mirza mengadu peruntungan di kota ini.“Rum.”Mirza duduk di tepi kasur, mengusap sisi paha sang istri dengan lembut. “Jangan patah semangat, ya! Bantu aku dengan doa aja biar dapat kerjaan. Aku juga nggak mau anak kita menderita nantinya.”“Ya kalau gitu, cari kerja!” Arumi berbalik, tidur telentang sambil menyenter tajam wajah sendu Mirza. “Apa, kek! Mikir! Pokoknya bulan depan, aku harus dapat uang lagi,” keluh Arumi sambil menarik selimut sebatas kepala.Suara adzan menyela keresahan hati Mirza. Dia membuka kemeja sebab gerah dan lengket. Harus menyegarkan diri sebelum melaksanakan fardhu ashar.“Mas Mirza!”Suara Arumi mengejutkan. Tiba-tiba istrinya itu duduk dan bersemangat bicara. Lekas Mirza berbalik, mengambil handuk untuk digantungkan pada bahunya.“Ken
Baca selengkapnya
Bab 4. Keinginan
Seno mengikuti gerak langkah dari ketukan heels si cantik bertubuh langsing itu. Rambut pirangnya terurai menutupi punggung yang berbalut gaun merah darah. Heels setinggi tujuh senti begitu padu di kaki jenjang cantiknya.“Ada yang mau saya bicarakan, Mas. Duduk!” pinta Bella, mempersilakan Seno duduk di sofa seberangnya.Seno duduk sungkan sebab Bella selalu ramah pada setiap pegawai rumahnya. Senyumnya saja membuat para lelaki di rumah itu berdebar karenanya.“Saya dapat laporan, katanya Mas Seno minta setengah gaji di muka, benar?” tanya Bella.Seno mengangguk malu. Kalau bukan karena Arumi, dia enggan mengiba seperti ini. Uang gajinya tentu sudah untuk istri dan anaknya. Sebab kasihan pada Mirza, terpaksa dia meminjam uang ekstra pada majikannya ini.“Iya, Non. Untuk bapak saya di kampung.”“Baik, nanti saya transfer. Gaji bulan depan sisanya ya, Mas.”Seno mengangguk syukur. Saat Bella beranjak, tiba-tiba Seno teringat pada Mirza yang sedang menganggur di sana. Kali saja Mirza bi
Baca selengkapnya
Bab 5. Garis Takdir
Sukma mengangguk saja, kembali meneguk sirup jingga pada gelas kristal.“Memangnya kerja apa, sih? Sampai tampang jadi syarat utama? Memangnya mas-mu itu bakal diterima?” keluh Siti.“Iya, dong! Mas Mirza, suamiku itu ganteng,” ujar Arumi dengan penuh bangga. “Sukma bilang, kerjanya di permodelan gitu. Ya, kan? Padahal part time, tapi gajinya aja sampai lima juta.”Arumi bersikap jumawa di depan para temannya, sedangkan Sukma menyimpan tawa di balik senyum di bibir merah meronanya.“Iya, yang ganteng kayak Mirza itu jadi prioritas, sih! Badannya bagus, proporsional. Gantengnya alami. Agak kucel aja karena kerjanya nguli. Dipoles dikit juga kinclong kayak aktor Korea.” Sukma lanjut berkata.Begitu tenang para wanita ini bergosip di pagi hari. Entah jika tugas rumahnya sudah beres semua. Arumi pun puas menikmati hidupnya hasil dari tumpukan uang yang dia dapat belakangan ini.Sore harinya, Arumi duduk santai di ruang tengah sambil mengumpul uang arisan yang dia peroleh. Pesangon dari Mi
Baca selengkapnya
Bab 6. Degup yang Masih Tersisa
Mirza tiba di rumah sekitar pukul sepuluh malam. Arumi yang tadinya duduk santai di depan televisi, terkejut melihat tampilan lusuh suaminya itu. Pakaiannya kucel dengan bekas noda lumpur. Masih lembab setelah bermandikan hujan tadinya.“Kamu apa-apaan, sih, Mas? Kamu nyari kerja yang bener, ya! Aku nggak mau kamu jadi tukang gali gorong-gorong atau mungutin sampah jalanan!” Arumi memekik sambil menarik-narik krah sang suami. Mirza tak menyahuti. Sia-sia rasanya berdebat dengan Arumi. Masih terasa nyeri luka akibat sabetan belati tadi. Akan tetapi, pedulikah istrinya ini? Dirinya menepis tangan Arumi, masuk ke kamar karena harus membersihkan dirinya sebelum sholat isya.Arumi pun tak puas dengan sikap Mirza. Lekas ditariknya tangan sang suami ketika berhasil mencekalnya masuk ke dalam toilet kamar.“Mas! Udah mulai berani kamu nyuekin aku, ya! Jangan bikin aku malu sama temen-temen arisan dan tetangga kalau kamu kerja nguli dan keliatan gembel gini!” tukas Arumi, geram.Mirza sedikit
Baca selengkapnya
Bab 7. Menghabiskan Uang
Mirza tersenyum miris melihat hidangan sarapan yang ada di atas meja. Hanya secangkir teh dan ubi rebus saja. Padahal dia harus pergi sepagi ini seharian untuk mencari lowongan pekerjaan lagi di kota."Makan yang ada aja!" sahut Arumi saat menyadari Mirza tak menarik kursi untuk duduk.Wanita itu meletakkan sepiring nasi lagi dengan telur mata sapi dan juga botol kecap sebagai tambahan."Selama masih belum dapat kerja, aku berhemat dulu. Kalau mau makan enak, buruan kasih aku uang lagi," kecam wanita berambut sebahu itu.Uang dan uang. Tiap hari Arumi selalu membuat kepalanya pusing dengan tuntutan materi itu. Padahal baru kemarin dia memberikan pesangon, belum lagi Arumi yang baru saja mendapatkan segepok uang hasil dari arisan yang diikutinya. Itu pun dari uang gaji Mirza yang diambilnya tiap bulan."Nggak mau duduk?" tanya Arumi lagi dengan senyum sinis.Mirza mengalah saja. Dia pun menyantap menu seadanya untuk mengisi perut. Istrinya itu hanya tersenyum sambil menikmati segelas s
Baca selengkapnya
Bab 8. Kejutan yang Mengejutkan
Setelah tiba di mall, Bella menghabiskan waktu belanja berkeliling. Tak sabar rasanya menyambut kekasih yang sudah seminggu ini berjarak darinya. Hanya membeli seutas dasi, jam tangan, dan beberapa camilan lain yang bisa dihabiskan sambil bercengkrama."Udah, deh, ini aja dulu. Nanti beli cake aja. Dan sekalian juga, aku harus tanya Bastian tentang rencana pernikahan. Apa beneran dia nggak ada niat serius?"Bella terus mendengkus sebal. Jika bukan kedua orangtuanya yang terus merongrong mengakhiri masa lajang, dia lebih memilih untuk single dan berkarir saja. Sama seperti dirinya yang puas memandangi tampilannya di layar televisi di dalam mall."Udahlah, nikah itu ibadah, Bel. Harus diusahakan."Sambil menjinjing beberapa paper bag, Bella bersiap pulang. Ditunggunya beberapa menit sebab Seno tadinya hendak memperbaiki sedikit kerusakan mobil."Masih lama, Mas?" tanya Bella ketika panggilan telepon terhubung."Ini udah mau nyampe ke mall, Non. Ntar aja pulang dari apartemen Mas Bas, sa
Baca selengkapnya
Bab 9. Pengkhianatan
Hancur. Cinta dan kesetiannya selama lebih dari sepuluh tahun dipatahkan oleh Bastian yang ternyata selingkuh di belakangnya. Bella menekan panggilan pada Bastian. Suara dering terdengar, pria bernama Bastian itu malas mengangkatnya karena dirasa gangguan saat bergumul mesra.“Mas, itu kenapa teleponnya nggak diangkat dari tadi? Kayaknya itu Bella.”Suara centil wanita itu terdengar memuakkan bagi Bella. Dia yang tak lain adalah Leona, sahabatnya yang kini mencuri kekasihnya sendiri. Bella belum beranjak, menikmati sejauh mana dua orang kepercayaannya itu tega menusuknya seperti ini.“Iya, nanti malam aku ada janji sama dia. Tapi sebelum itu, aku lebih kangen sama kamu, Leona,” sahut Bastian lagi.Bella menahan gemuruh di dadanya. Dua orang itu mengolok persahabatan dan kepercayaan yang ditanamkan. Seno tak sampai hati melihat ketegaran nona mudanya itu.“Bella belum ada bicara soal merit, Mas?” tanya Leona sambil mencium pipi Bastian. “Iya, dia ngeluh ke aku karena papa-mamanya des
Baca selengkapnya
Bab 10. Mengalah Demi Cinta
"Kamu dari mana, Rum?"Arumi berlalu saja dari pertanyaan Mirza. Suaminya itu sudah pulang lebih dulu selepas senja, sementara dirinya baru saja tiba setelah aktivitas belanjanya di Jakarta."Aku bosan di rumah kecil ini, suntuk. Malah sekarang duit juga menipis. Aku ini lagi hamil, nggak boleh stres!" gerutu Arumi.Mirza tetap mengikuti langkah sang istri ke kamar. Menatap semua belanjaan baju dan juga perhiasan di atas kasur."Uang dari mana ini?" tanya Mirza, penasaran."Dari Mas Seno. Sengaja aku beliin emas, buat jaga-jaga. Nggak tau juga, bulan depan dapat gaji atau enggak dari kamu."Bulan depan. Mirza hanya mengurut sisi pelipisnya. Sudah beberapa hari sejak dia dipecat, belum ada titik terang untuk mencari rejeki lagi."Jadi gimana? Mau nganggur gini aja?"Mirza tak menyahut."Aku kalau harus hidup melarat gini, mending kita udahan aja, deh, aku minta cerai!" kecam Arumi, lagi.Binar mata Mirza melotot tajam saat sang istri berkata dengan entengnya. "Cerai apa? Kamu lagi hami
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status