Mereka berdua masuk ke sebuah restoran berlantai dua. Frans sudah duduk, sementara Mayumi pergi menuju meja samping kasir untuk memesan makanan. Stelah itu, Mayumi duduk di depan Frans.Tidak ada yang bicara saat ini. Mayumi duduk sambil memangku kedua tangannya, sementara pandangannya mengarah ke dinding kaca di mana ia bisa melihat pemandangan ke luar sana. Di hadapan Mayumi, Frans masih saja sibuk dengan ponselnya.Sepuluh menit mereka menunggu, makan siang pun datang. Semua menu yang dipesan sudah mendarat di atas meja. Sebenarnya ini bukan lagi makan siang, tapi lebih tepatnya makan menjelang sore. Seharian ini Mayumi harus ikut ke mana kaki panjang Frans melangkah.“Sepertinya sangat enak,” celetuk Mayumi dengan mata berbinar.Tanpa menunggu lagi, Mayumi langsung menyantap pasta itu dengan lahap. Ia tidak peduli jika cara makannya saat ini kelihatan sangat norak. Mayumi Sudah terlalu lapar dan tidka mau menyia-nyiakan makanannya.“Apa kamu tidak pernah makan makanan mewah?” cibi
Drako membawa kekasihnya ke dalam kamar. Sementara Drako sedang memeriksa laporan yang dikirim bawahannya melalui email, Jessy memilih duduk sambil menyilang kaki. Ia bersandar santai, tapi hatinya tampak sedikit dongkol.“Mau sampai kapan kamu mengacuhkanku?”Drako mematikan ponselnya dan meletakannya di atas nakas. Ia kemudian menghampiri Jessy. “Maaf, bukan begitu, kamu kan tahu saat ini aku benar-benar sibuk. Bahkan aku kadang sampai lupa mengurus diriku.”Jessy merengut, tapi tetap menjatuhkan diri dalam pelukan Drako. “Kamu juga harus mengerti kalau aku merindukanmu.”Satu kecupan mendarat di bibir Jessy. “Baiklah aku minta maaf. Malam ini kita bisa bersama sampai pagi.”Senyum Jessy melebar kemudian bergelayut semakin dalam.Seperempat jam berlalu, Drako memakai pakaiannya kembali. Meski singkat, tampaknya membuat Jessy terkapar di atas ranjang. Wanita itu sepertinya sudah terlelap.“Aku bahkan hanya melakukan dengan waktu sangat singkat, tapi kenapa dia bisa sampai lemas begi
Sampai di depan pintu kamarnya, Mayumi tidak langsung masuk. Dia berdiri sejenak sambil mengusap sisa air matanya yang masih sembab. Mayumi menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya bersamaan dengan satu tangannya meraih knop pintu. Ceklek! Pintu terbuka, dan dua penghuni di dalamnya menoleh bersamaan. Mayumi langsung melempar senyum supaya tidak ada yang curiga. “Hai, apa aku mengganggu?” Emely menggeleng sementara Bibi Brown hanya dian saja sambil melipat baju. Mayumi menutup pintu lalu melenggak menuju ranjangnya yang posisinya di paling ujung. “Mayumi,” panggil Emely. “Ya!” Mayumi spontan menoleh. Emely duduk sambil memangku kedua tangannya. “Boleh aku tanya?” Mayumi mengerutkan dahi lalu tersenyum kaku. “Tentu saja boleh.” Dari raut wajah Emely saat ini, jelas sekali kalau ada hal serius yang akan dibicarakan. Mayumi mungkin saja bisa menebak, tapi semoga saja tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan Mayumi saat ini. “Kenapa Tuan Frans bisa memanggil namamu?” T
Sarapan sudah tersedia di atas meja. Dua pelayan ditugaskan pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli perlengkapan apa pun itu yang sudah habis. Sementara Bibi Brown, seperti biasanya dia mengawasi di ruang makan. Mayumi dan Emely masih di dapur bersama dua koki untuk membereskan dapur supaya rapi kembali. “Apa mereka selalu tidak di rumah setiap harinya?” tanya Mayumi sambil menyiram piring berbusa di bawah keran air wastafel. “Iya, mereka semua orang sibuk. Jarang-mereka di rumah, tapi sering kali sarapan dan makan malam bersama.” “Eum, kalau boleh tahu, kenapa Tuan Frans memilih tinggal sendiri?” Emely meraih kain lap putih di atas kulkas lalau mengepal-ngepalnya hingga tangannya kering. “Apa kamu sangat penasaran?” Mayumi mengangguk. “Aku pikir Tuan Frans tidak terlalu dekat dengan kedua orang tuanya.” Emely tersenyum sambil mendengkus lirih. “Tidak juga. Tuan Frans paling dekat dengan ibunya. Sebenarnya dekat juga dengan ayahnya, tapi terkadang Tuan Frans susah diatur. Apal
Mayumi duduk sambil menata baju di ruang laundry. Tidak ada siapa pun di sini karena pelayan lain sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ini sudah pukul lima, semua pelayan mulai menyiapkan menu untuk makan malam.“Aku merindukan ibuku,” gumam Mayumi. Sudah satu minggu Mayumi tidak bertemu dengan ibunya. Kalau sedang rindu, Mayumi hanya akan menelepon di jam malam sebelum tidur. Itu pun sangat singkat karena Mayumi tidak mau suaranya mengganggu yang lain.“Bisa tolong carikan aku kemeja biru.” Seseorang bersuara dari arah belakang membuat Mayumi spontan menoleh.Mayumi bergegas berdiri dan menundukkan kepala. “Tuan?”“Mayumi? Kupikir Emely,” ucap Drako.“Tuan butuh apa?” tanya Mayumi dengan sopan.Drako menggaruk tengkuknya dan berdengung. “Aku sedang mencari kemeja biru laut. Aku mencarinya di kamarku, tapi tidak ada.”“Oh.” Mayumi menoleh ke arah ketumpukan pakaian yang sudah disetrika.Mayumi berdiri sambil mengetuk-ngetuk dagunya karena bingung harus mulai mencari
Mayumi sudah kembali ke lantai satu. Di sana, semua penghuni rumah sudah masuk ke dalam kamar masing-masing kecuali Tuan Pete. Lelaki itu sedang duduk bersandar di ruang tengah sambil nonton tv, sementara di hadapannya ada satu toples kue jahe yang ia nikmati dengan teh hangat.“Tuan belum tidur?” tanya Mayumi sebelum masuk ke Lorong menuju dapur.Pete yang sedang mengunyah roti jahenya menoleh. “Ow, Nona Mayumi. Kamu mengagetkanku.”Benar kata Emely, sepertinya Pete anaknya sangat ramah dan asyik dibanding yang lainnya. Mungkin juga karena dia sedang dalam fase menuju dewasa.“Maaf,” ucap Mayumi sambil menundukkan kepala.”Pete tersenyum dan masih berbalik badan bersandar pada dinding sofa. Ia mendaratkan dua tangan yang terlipat di atas sandaran sofa dan meletakkan dagunya si atas lengannya.“Apa sudah selesai melayani kekasihmu wahai Nona Mayumi?”Kedua alis Mayumi langsung terangkat begitu mendengar pertanyaan dari Pete. Mayumi yang mendadak malu kini nyengir dan menggaruk
Dua mata berlensa biru sedang mengamati sosok Wanita yang tertidur di atas sofa tanpa bantal dan selimut. Sosok yang tengah mengamati itu, perlahan menarik ujung bibirnya membentuk seringaian. Frans berdiri dengan kepala miring dan dua tangan masuk ke dalam kantong piamanya.“Aku tidak tahu tentang perasaanku,” gumam Frans. “Maksudku tentang kenapa aku harus menjadikanmu pelayanku? Aku bahkan belum sepenuhnya tahu tentang asal-usulmu. Yang aku tahu hanya kamu pernah bekerja di bar.”Frans membuang napas lalu mengalihkan pandangan. Dia berjalan mendekati cermin Panjang berbentuk oval di samping lemari bajunya. Dia berdiri di sana , sedikit membungkuk mengamati wajahnya yang masih lusuh.Tidak lama saat Frans hendak masuk ke kamar mandi, sosok di atas sofa terlihat bergerak. Ia melengkuh seraya merentangkan kedua tangannya. Dari jarak sekitar dua meter, Frans mengamati sambil menaikkan satu alisnya. Tidak lama kemudian, kedua mata itu terbuka dan mulutnya terbuka lebar. Desahan yang
“Jadi kamu sudah siap menikah dengan Drako?”Jessy menoleh ke arah seseorang yang bertanya padanya. “Untuk apa membahas tentang itu? Toh Drako tidak ingin menikahiku.”Johny melajukan mobilnya dengan kecepatan sedikit melambat.“Tapi kamu memang ingin menikah dengannya kan?”Jessy mendengkus lalu membuang muka. Ia menunjuk-nunjuk kaca jendela mobil dengan wajah datar. “Aku harus jawab apa? aku menjalin cinta dengan dua orang sekarang. Kalian berdua sama-sama hebat.”Johny menghentikan mobilnya saat itu juga. Ia berdecak lalu menatap Jessy dalam-dalam. Dia ingin memakan Wanita itu saat ini juga. Andai sang istri tidak terlalu sibuk dengan urusan salon dan sedikit mengurangi berat badannya, mungkin Johny tidak akan bermain cinta di belakang dengan Wanita lain. Ini sangat gila memang. Seperti tidak punya otak, Johny bahkan memacari kekasih putranya sendiri. Siapa yang salah? Jessy dengan senang hati mau dengan Johny.“Kamu pikir aku tidak berada dalam posisi serba salah?” sungut Jo