Langkah Ansel terhenti dan membiarkan mobil melaju melewatinya. “Sial, kenapa aku harus melamun. Hampir saja aku membuat hidup kami semakin rumit. Ck!” omelan mengarah pada dirinya sendiri. Sesampainya di gedung, orderan segera diserahkan. “Promonya satu minggu ini. Jadi jangan sampai kehabisan,” kekeh hangatnya saat mempromosikan bisnis sang istri pada kawan-kawannya. Hari ini tidak ada pesta, tetapi nama Ansel menjadi perbincangan pada semua kawannya. “Semua kawan kita sudah tahu kalau kamu Tuan muda Ansel,” ucap salah satu rekannya. Ansel tersenyum kecil dan hambar. “Bagaimanapun statusku jangan dianggap ada toh yang kalian lihat aku di sini sebagai penjaga keamanan.” “Tapi kenyatan tentangmu mendarah daging pada kita bahwa kamu adalah pewaris pemilik berlian. Itu hebat kawan!” Bukan hanya satu orang saja yang memuji garis keturunan Ansel, tepi semua kawannya yang kebetulan satu sift dengannya. Senyuman Ansel semakin hambar. “Lupakan saja. Aku di sini membaur dengan kalian.” A
Alea memberikan jawaban dengan bijak dan tetap santun, “Kami mendapatkan rezeki tidak terduga, maka dari itu sebagai salah satu cara mensyukuri rezeki dari Tuhan, kami memanfaatkannya sebaik mungkin.” Kekeh sejuk nan manis adalah pelengkapnya begitupun dengan sikap ramah yang tidak pernah mengalami penurunan.Wanita tua ini berkerling, sedangkan yang lainnya ikut senang dan mensyukuri rezeki tidak terduga dari Tuhan yang didapatkan keluarga Ansel.Namun, saat wanita itu berlalu, dia menyebarkan rumor. “Mungkin neng Alea maling makannya sebulan bekerja langsung mengundurkan diri!”“Hus, tidak mungkin!” Pemilik warung segera membantah. Tempatnya ini memang sering menjadi sarang perkumpulan ibu-ibu.“Lalu rezeki dari mana? Suaminya barusaja bekerja sekitar dua bulan menjadi satpam, sedangkan neng Alea baru satu bulan bekerja di pabrik sudah bisa membuka toko, sampai-sampai mengundurkan diri.”“Mungkin bos suaminya sangat baik.”“Walaupun baik tidak mungkin tiba-tiba memberi uang sampai k
Aisha segera menangkup mulutnya hingga selama beberapa saat dirinya tidak mampu berkata-kata. “A-apa kondisi papa semakin parah?”“Iya, Nyonya. Saya tidak dapat melakukan penanganan di sini karena saya membutuhkan bantuan peralatan medis,” tutur jelas dokter.Segera, Aisha mengangguk menyetujui saran dari dokter. “Kami akan membawa papa!”Saat ini Evan menggambar wajah datar karena tidak menyukai keputusan yang diambil Aisha karena tentu saja pria ini inginkan kondisi Adhitia yang memburuk akan membawanya pada ajal. Namun, saat ini Aisha tidak membutuhkan izin dari Evan, lagipula kali ini terdapat dokter di sisinya yang membuatnya merasa memliki kekuatan lebih untuk memperjuangkan kesembuhan Adhitia.Maka, dengan berat hati Evan membawa mertua serta istrinya masuk ke dalam mobil, mengantar mereka ke rumah sakit. Sementara, dokter sudah melaju lebih dulu, pria itu memimpin maka saat ini Evan semakin membatu, tidak dapat melakukan apapun selain membawa Adhitia ke rumah sakit. ‘Ck. Mati
Sebenarnya Aisha masih bisa mencoba menghubungi Ansel, hanya saja wanita ini pikir mungkin besok lebih baik jika Ansel memilih mengabaikan panggilan Evan mungkin kakaknya sedang benar-benar sibuk.Hati Ansel semakin tidak karuan walaupun sudah mendengar kabar tentang anak dan istrinya. “Ada apa ya, kenapa rasanya berbeda?” Dadanya dipegangi hingga salah satu kawannya mengajukan pertanyaan sebagai tanda pedulinya pada sesama. “Ada apa kawan, kau tidak fit hari ini?” kekeh santainya. “Aku sangat fit.” Ansel menepuk bahu kawannya dengan sikap santai serupa hanya saja senyumannya terlukis tipis dan singkat. “Kau seorang putra dari salah satu pemasok berlian di sini. Jika aku jadi dirimu, aku akan meminta pada ayahku untuk mendapatkan pekerjaan lebih baik.” Ini adalah yang dipikirkan semua satpam tentang Ansel.“Pekerjaan ini juga sudah baik.” Senyuman samar Ansel. Selama ini dirinya hanya buruh serabutan, tentu saja menjadi satpam dengan gaji lebih tinggi dibandingkan penjaga keamanan
“Kamu di mana, kenapa belum pulang?” Nada suara Alea dipenuhi cemas. Ansel terkekeh kecil dan singkat, “Maaf ya Sayang, aku lupa memberi kabar karena aku pergi terburu-buru meninggalkan gedung.” Terdapat perasaan bahagia saat Alea mencarinya, hanya saja yang akan disampaikannya hanya kabar buruk.“Memangnya kamu pergi kemana?” heran Alea. “Eu-ini Sayang. Aku ... di rumah sakit karena kesehatan papa menurun,” desahnya cukup panjang. “Hah, papa?” Khawatir Alea segera berpindah pada mertuanya yang sudah dianggapnya sebagaimana orangtuanya sendiri, “lalu sekarang bagaimana?”“Sekarang keadaan papa mulai stabil, tapi mungkin papa butuh dirawat selama beberapa hari.”“Ya Tuhan ....” Alea mengusap dadanya, wajah Adhitia mengisi setiap ruangan ingatannya. “Apa yang terjadi, bukankah selama ini keadaan papa selalu stabil? Aisha selalu mengurus papa dengan sangat baik.” Kini, wajah Aisha ikut mengisi ruang ingatannya. “Ya, Aisha berjasa besar, Aisha sudah menjaga papa dengan sangat baik, ta
Hari ini produksi berlian meningkat, maka Evan harus mengunjungi pabrik serta pertambangan berlian milik Adhitia yang sudah jatuh ke tangannya. Selembar kertas laporan membuatnya tersenyum puas. “Seharusnya kalian melihat ini karena semenjak perusahaan jatuh ke tanganku, perkembangannya sangat pesat. Berbeda dengan cara kerja kalian yang lamaban.” Senyuman puas dipasang untuk memuji prestasinya sekalian mengejek Adhitia dan Ansel. Pun, saat ini Dewa-ayahnya Evan masuk dalam daftar pertemuan kolega. Dewa dan Adhitia sudah menjadi rekan bisnis sejak lama, bahkan alasan persahabatan inilah yang membuat keduanya menikahkan keturunan mereka. Namun, Dewa yang semula adalah teman baik Adhitia sudah berubah serakah, tidak berbeda dengan Evan, dia menjadi pisau bermata dua yang juga mematikan setelah putranya. “Nak,” sapa Dewa saat memasuki ruangan rapat yang sudah berisi Evan. “Selamat datang, Pa,” sambutan hangat Evan bersama senyuman mengembang. Pukul sepuluh tiba, Ansel meninggalkan ad
Evan membawakan oleh-oleh makanan untuk Aisha dan juga buah-buahan untuk Adhitia. “Evan tidak tahu apa papa boleh memakannya atau tidak, tapi sepertinya dokter tidak akan melarang papa memakan buah jeruk,” kekeh hangatnya di hadapan mertuanya yang terbaring. Ini bukanlah perhatian Evan pada sang mertua, melainkan pormalitas di hadapan dokter pribadi yang merawat Adhitia. Seorang Evan yang dikenal kalangan pebisnis sebagai orang kepercayaan mertuanya sendiri harus bisa menjaga namanya dengan akting sempurna.Aisha segera memerotes perhatian palsu Evan karena tidak ada yang lebih mengetahui Evan selain istrinya, “Jangan memberi sembarangan makanan pada papa. Papa hanya diperbolehkan memakan menu dari rumah sakit!”Evan menoleh kecil pada Aisha yang tidak pernah menyukainya, dia selalu bisa membacanya, tetapi hal itu bukan masalah toh Aisha adalah asisten pribadi sekalian pemuas nafsunya. “Aku minta maaf.” Pria ini tidak banyak bicara bahkan dia memberikan sahutan bijak.Aisha selalu tah
Rima menyampaikan penglihatannya pada pengurus panti asuhan yang sekarang masih sama, tetapi tanggapan wanita tua itu di luar pemikirannya, “Mungkin kamu salah lihat.”“Tapi Rima yakin, tidak mungkin ada orang yang begitu mirip.” Rima mencoba menyamakan orang yang dilihatnya dengan orang yang berada di dalam foto pernikahan karena foto pernikahan Alea dan Ansel menjadi salah satu hiasan dinding di salah satu ruangan. “Rima yakin tidak salah lihat.”Wanita tua ini menggelengkan kepalanya. “Di dunia ini ada juga yang sangat mirip,” kekehnya karena dia yakin penglihatan Rima salah, tidak mungkin orang yang dilihatnya adalah Ansel-seorang pewaris bisnis milik orang dengan nama besar yaitu Adhitia. Di sisi lain, Alea masih menerima pembeli. Custamernya memang tidak banyak, tetapi mereka selalu datang silih berganti hingga setiap jamnya pasti Alea melayani pembeli. “Terimakasih ...,” tutupnya pada seorang wanita yang barusaja membeli paket pakaian bayi.Rina menyapa saat kresek hitam diten