Pewaris Tunggal Pura-pura Miskin

Pewaris Tunggal Pura-pura Miskin

Oleh:  Tuti Subekti  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
24Bab
1.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Husien Sastrowijaya, itulah namaku. Aku terpaksa pura-pura miskin dengan berpura-pura menjadi sopir pribadi ayahku karena ayah dan ibuku ingin aku memberi cucu yaitu anak biologis dariku. Apalah dayaku jika aku seorang pewaris tunggal perusahaan dan harus melanjutkan sebuah usaha ayah yang telah dibangunnya dari nol hingga maju pesat seperti sekarang ini, tapi aku juga tak ingin menikahi seorang wanita yang hanya menggerogoti hartaku saja. Aku ingin wanita yang benar-benar mencintai aku dari hati dan karena Allah bukan karena sebuah ambisi untuk memiliki hartaku seperti sederet mantan kekasihku dulu dan bukan pula memandangku dari fisikku yang cool dan sedikit ganteng, bisa di bilang begitu sih!" **** Kisah ini adalah kisah romantis Tuan muda dengan seorang asisten rumah tangga. Bikin kamu baper dan tersenyum sendiri.

Lihat lebih banyak
Pewaris Tunggal Pura-pura Miskin Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
24 Bab
Bab 1 (Pertemuan)
Aku terpaksa pura-pura miskin untuk mencari wanita yang benar-benar tulus mencintaiku tanpa memandang segi materi. Aku terlalu sering di tipu oleh berbagai wanita karena mereka hanya ingin hartaku, tapi bukan dengan diriku. Aku sangat trauma akan hal itu. Aku sebenarnya tak ingin beristri, tapi ibu dan ayahku selalu memaksaku agar cepat beristri. Jika aku tak beristri, maka tak akan ada cucu, yaitu anak biologis dariku dan jika tak ada cucu, maka tak ada pula pewaris perusahaan selanjutnya. Apalah dayaku, jika aku seorang pewaris tunggal perusahaan dan harus melanjutkan sebuah usaha papi yang telah di bangunnya dari nol hingga maju pesat seperti sekarang ini, tapi aku juga tak ingin menikahi seorang wanita yang hanya menggerogoti hartaku saja. Aku ingin wanita yang benar-benar mencintai aku dari hati dan karena Allah, bukan karena sebuah ambisi untuk memiliki hartaku seperti sederet mantan kekasihku dulu dan bukan pula memandangku dari fisikku yang cool dan sedikit ganteng, bisa di bi
Baca selengkapnya
Bab 2 (Mendekat Perlahan)
Wanita ini sungguh memesona. Dari mimik wajahnya, ia terlihat lugu. Dengan kerudung merahnya yang serasi warna dengan gaunnya membuat ia terlihat sangat anggun dan shalehah. "Huh, apa-apaan ini? Dasar laki-laki, mengapa aku harus memikirkan dia terus? Rupanya aku memang sudah benar-benar cinta.” Aku memukul keningku dengan telapak tanganku sembari aku berjalan menuju ke ruang makan kembali setelah mengantar Jannah yang telah beristirahat di kamarnya. "Yah, mari aku antar?" Ayah melongo melihat tingkahku. "Tak usahlah, Sien," jawab ayah. "Masa Ibu lupa? Kita kan sedang bersandiwara ini." "Apa harus kamu Sien yang mengantar Papi ke kantor tiap pagi?" Tanya ayah diiringi kening yang mengerut. "Iya, Yah! Demi sebuah sandiwara.” Aku melebarkan senyum. "Terus toko baju yang baru kamu buka, bagai mana Sien? Siapa yang mengurusnya nanti?" ayah mengarahkan pandangannya ke ibu. "Iya, Sien, bagai mana tuh? Lagian kamu kan sudah beli toko itu sekalian sudah kamu isi tokonya dengan berbaga
Baca selengkapnya
Bab 3 (Cemburu)
"Baiklah.” Zay tersenyum. "Tolong jaga rahasia ini, jangan sampai bocor.” Aku mendekat dan berbisik di telinga Zay. "Kayak ember saja mulutku, enggak mungkin lah bocor, kamu itu sahabatku sejak dari kecil," sahut Zay. "Terus usaha toko bajuku bagai mana?" "Oke! Aku yang akan urus untuk sementara waktu," jawab Zay. "Terima kasih banyak. Kamu memang temanku yang paling baik.” Aku memuji Zay dengan menepuk pundaknya. Rencanaku mulai berjalan. Semua orang terdekatku mendukung rencanaku dan ikut menjalankan misiku. “Yes, yes. Semoga berjalan dengan lancar,” ucapku sembari tersenyum dalam hati. Zay terus memandangku dengan tatapan yang tak seperti biasa. Aku kemudian memegang wajahku, melihat bajuku, seluruh tubuhku, apa ada yang salah dengan penampilanku? Kok, Zay memandangku seperti itu. "Kenapa?" tanyaku dengan kening yang mengerut. "Aku hanya bingung," jawab Zay. "Kenapa bingung?" "Biasanya seleramu gadis papan atas dan berkelas, kok bisa ya kamu jatuh cinta sama asisten rumah
Baca selengkapnya
Bab 4 (Bertemu Teman Lama)
Kring! Suara ponsel jadul Jannah berdering. "Selamat pagi Tuan Putri.” Terdengar suara wanita dari balik telepon. "Selamat pagi juga. Siapa ini?" Tanya Jannah. "Apa nomorku enggak kamu simpan?" Tanyaku. Terkejut. Saat Jannah melihat nama pemanggil di layar kaca ponselnya, Jannah terkejut. "Astaga, Raudhatul?" Tanya Jannah dengan suara yang keras pada balik telepon layaknya menggetarkan bumi saja. "Iya, aku Raudhatul. Jangan teriak dong Jannah! Sakit nih telingaku mendengarnya,” Tegur Atul. "Bagaimana kabarmu?" Tanya Atul dari balik telepon. "Baik, kau sekarang ada di mana? Masih di kampung atau masih di luar kota?" Tanya Jannah sambil merapikan rambutnya di depan kaca. "Aku sudah di kota lain. Aku berhenti di tempat kerjaku yang dulu karena bosku gulung tikar.” Atul bersedih menceritakan nasibnya. "Di kota mana?" "Di kota yang begitu ramai penduduknya. Aku di sini bekerja sebagai ... Ah, aku malu." Atul kemudian meringis. "Kenapa harus malu? Kamu kan teman sepermainanku se
Baca selengkapnya
Bab 5 (Kekhawatiran Husien)
"Hmm ...." Aku pura-pura batuk. Sebenarnya tenggorokanku tidak gatal."Nah minum!" Jannah memberikanku sebotol air mineral."Iya, terima kasih." Aku meminumnya sesenggukan."Kamu pilih baju yang mana?" Tanyaku membuka pembicaraan."Entahlah, di sini bajunya bagus semua." Jannah bingung."Ini pegang." Aku memberikan botol air mineral padanya.Aku mencoba memilihkan gaun untuk Jannah, aku bolak-balik gaun jualanku sendiri. Aku pilih warna gaun yang cocok dengan kulit Jannah. Warna kuning langsat sebagai pilihanku. Ya, sepertinya ini cocok. "Ini, coba pakailah di ruang ganti." Aku memberikan gaun itu pada Jannah.Tanpa banyak tanya dan basa-basi Jannah menurut saja apa kataku."Ya Allah ini bidadari cantik sekali." Aku pusut-pusut kedua bola mataku berulang kali saat melihat Jannah keluar dari ruang ganti."Bagaimana? Bagus tidak?" Tanya Jannah yang telah berdiri tepat di hada
Baca selengkapnya
Bab 6 (Perhatianku)
“Sudah?” tanyaku sambil menaruh piring di atas meja yang terletak di sudut kamar. “Iya, terima kasih,” jawab Jannah sembari menyapu mulutnya dengan tisu. “Minum obat dulu,” pintaku dengan membuka bungkus obat lalu memberikannya ke telapak tangan kanan Jannah. “Ini airnya.” Kuberikan sebotol air mineral. Saat Jannah meminum obat, kurapikan bantalnya. “Istirahatlah!” perintahku lalu aku belai rambut Jannah. Saat ia pingsan tadi aku meminta Atul untuk melepas Jilbabnya. Tanpa banyak komentar Jannah merebahkan tubuhnya kembali di atas kasur tepat bersebelahan dengan Atul. Aku ambil selimutnya yang tersusun di lemari, kuselimutkan ke tubuhnya agar ia merasa hangat. “Terima kasih.” begitulah sahutan dari mulut Jannah sebelum ia menutup mata untuk bermimpi indah malam itu. “Selamat malam. Tidur yang nyenyak.” kuakhiri kata dengan menutup pintu kamarnya. Pagi yang indah. Malam tadi aku serasa tak bisa tidur. Kugulingkan tubuhku ke sana kemari. Aku selalu ke pikiran Jannah. Aku takut j
Baca selengkapnya
Bab 7 (Kekacauan Di Pesta)
“Sudah siap?” tanyaku dengan diiringi kedua bola mataku yang membulat melihat penampilan Jannah malam ini. Bola matanya yang indah, bulu matanya yang tebal dan panjang, tetapi tak lentik. Hidungnya yang seperti hidungku bak piramida. Begitu pula dengan polesan lipstik merah delima di bibirnya. Duhai Jannah, jantungku terasa bergendang begitu cepat. “Hai.” Ibu mengibaskan tangan kanannya tepat di depan wajahku. “E-iya, Bu,” perasaan gugup menyelimutiku saat aku berada di depan Jannah. “Kamu kenapa?” tanya ibu. “Enggak kenapa-napa,” jawabku. Kedua bola mataku terus tertuju ke arah Jannah. “Kamu terpesona ya dengan kecantikan Jannah?” bisik ibu di telinga sebelah kananku. “Enggak.” Aku menyembunyikan perasaanku yang menggebu. “Kenapa bola matamu melotot ke arah Jannah terus?” tanya ibu. “Telat nih! Aku tunggu di mobil.” Aku mengalihkan pembicaraan dan berlalu pergi meninggalkan ibu dan Jannah. **** “Tante, aku pamit dulu ya,” Jannah mencium punggung tangan kanan ibuku. “Iya, h
Baca selengkapnya
Bab 8 (Kekhawatiran Ibu)
“Ibuuuu ....,” Liana mendekati wanita itu seraya memeluknya. “Memalukan,” ucap wanita itu dengan wajah yang tampak malu. “Aku masih mencintai Bang Husien, Bu,” lirihnya. “Ayo, pulang!” Wanita itu memaksa Liana untuk pulang. Wanita setengah baya itu rupanya ialah ibu Liana, ia datang ke pesta itu bersama Liana. Ibu Liana adalah saudara dari sang pemilik pesta mewah malam ini. “Aku masih ingin di sini. Aku masih ingin menikmati pesta ini,” jawab Liana dengan menangis hebat di dalam pelukan ibunya. “Ibu malu dengan olahmu malam ini,” bisik ibunya di telinga Liana dengan menarik tangan kirinya membawa Liana masuk ke dalam mobil. Atul yang melihat akan hal itu. Sesuatu yang sangat tampak di depan matanya. Sebuah pertunjukkan gratis tentang cinta. Mulailah terlintas pikiran konyolnya. “Seandainya aku di perebutkan oleh dua lelaki sekaligus atau bahkan tiga lelaki. Duh ... senangnya.” Kata itulah yang terlintas di pikiran Atul. Sejenak Atul termenung membayangkan betapa indahnya jika
Baca selengkapnya
Bab 9 (Dikejar Seseorang Tak Dikenal)
Dengan melirik kaca spion mobil, aku melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi. Gawaiku terus berdering, tapi tak aku hiraukan. Ia berkonsentrasi dalam menyetir mobil untuk melihat jalanan dengan tatapan mata yang tajam. Jannah sangat ketakutan. Mulutnya mit komat kamit memanjatkan doa kepada Sang Pencipta agar aku dan dia selamat dari kejaran orang-orang tersebut. “Sien, hati-hati!” teriak Jannah. “Iya, sayang,” sahut Husien. Jannah melongo. Mata Jannah membulat disertai dengan bibir Jannah membentuk huruf O. Rasa tak percaya dengan apa yang telah didengarnya tadi. Ia mengucek-ngucek kedua matanya kemudian mencubit pipinya sendiri. “Aw, sakit,” teriaknya. “Kenapa?” tanyaku dengan menurunkan kecepatan mobil. “Aku hanya mencubit pipiku sendiri,” jawab Jannah menyembunyikan wajahnya di balik jilbabnya. Tingkah konyol Jannah membuatku malu ketika aku mendengar dan bertanya tentang sebuah teriakan yang menggetarkan mobilku dan membuat telingaku sakit. “Oh, aku kira kamu kenapa-napa
Baca selengkapnya
Bab 10 (Kepanikan Husien)
Tepat pukul 08.00 pagi, aku telah berada di ruang meeting. Sementara itu, Jannah kutinggal sebentar di kampus. Aku bilang padanya jika aku akan mengantar Nyonya berbelanja ke Mall. Jannah percaya saja. Berarti satu masalah telah selesai. Sekarang aku akan menyelesaikan masalah yang lain dulu, yaitu kerja sama tentang pengembangan pabrik tekstilku ini dengan perusahaan yang menyediakan bahan baku. Masalah lain yang harus kuselesaikan ialah tentang restoranku karena ada beberapa data keuangan yang ganjil. Seperti inilah menjadi seorang pengusaha harus menghadapi segelintiran orang yang tak bertanggung jawab. Sikap yang diambil dalam hal ini harus teliti dan sabar dalam bertindak. Jangan gegabah. Itu yang selalu diingatkan ayah padaku. “Selamat pagi.” Aku mengucapkan salam pada semua orang yang telah menunggu kedatanganku sedari tadi di dalam ruangan ber AC. “Pagi, Pak.” Mereka menyahut salam dariku. Aku duduk di kursi takhtaku. Kubuka laptop dan beberapa lembar kertas yang harus sege
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status