Buat para orang tua tunggal yang membaca cerita ini ... Semangat, ya! Kalian sangat luar biasa!🌹
"Kakek ... kenapa Kakek berkata seperti itu?" Belinda halus bertanya, wajahnya menyiratkan keprihatinan."Apa ucapan Kakek ada yang salah? Perempuan itu hamil di luar nikah, kalau bukan hina, lalu apa sebutannya?" Mahendra balik bertanya dengan nada menyindir.Vina sangat sakit hati mendengarnya. Pria yang membuat dirinya jadi wanita hina, tak lain adalah cucu Mahendra sendiri. Ingin sekali Vina mengatakannya. Tetapi, Vina tak ingin membuat masalah jadi lebih runyam. Vina juga yang pasti akan disangka menggoda cucunya."Memang susah bicara dengan orang yang menganggap dirinya sebagai Dewa," gumam Julian."Apa katamu?!" Mahendra kembali meninggikan suara. "Kamu pikir, Kakek tidak dengar ucapanmu barusan? Tidak perlu jadi pahlawan kesiangan, Julian! Putuskan perempuan itu! Kakek tidak mau, suatu hari nanti, pria yang menghamili perempuan itu memerasmu."Ekor mata Vina sempat melihat reaksi Rangga. Wajah Rangga benar-benar merah, seperti matanya. Tetapi, Rangga diam saja.Apa yang Vina h
"Mau apa kamu ke sini?" Julian tak mau kalah. Dia mencengkeram pergelangan tangan Rangga dengan kuat, lalu menyentaknya sampai Rangga melepas Vina."Jangan ikut campur urusanku!" Rangga menatap nyalang Julian."Tentu saja ini urusanku! Vina datang bersamaku. Apa Belinda dan Kakek tahu kalau kamu ke sini mau mencari perhatian perempuan lain?!""Ikut denganku, Vina. Urusan kita belum selesai," geram Rangga sambil menarik sisi lain tangan Vina."Urusi saja calon istrimu yang sekarat karena ulahmu itu!" hardik Julian."Sudah, cukup!" sergah Vina seraya mengentakkan kedua lengannya. Kedua pria itu pun melepaskan Vina.Vina menautkan tangan ke lengan Julian. Dia melemparkan tatapan sinis kepada Rangga."Ayo, pergi, Julian.""Berhenti, Vina," kecam Rangga.Vina semakin mempercepat ayunan langkah kaki menjauhi Rangga, menarik Julian yang masih ingin berdebat dengan Rangga. Julian menoleh ke belakang dengan seringai penuh kemenangan, lalu menyamakan langkah dengan Vina.Rangga berdiri mematung.
"Apa kamu sudah kehilangan kewarasanmu?! Bisa-bisanya meninggalkan Rachel di rumah hanya untuk bersenang-senang dengan pria, mabuk-mabukan seperti ini juga! Ibu macam apa kamu?!" bentak Rangga.Vina mengusap-usap lengan Rangga, lalu melingkarkan tangan ke lehernya. Dia mengucap beberapa kata tak jelas sambil berdecap-decap.Rangga menghela napas panjang. "Bicara dengan siapa aku?" gumamnya.Rangga mendudukkan Vina ke dalam mobil dengan hati-hati. Sebelum Rangga menutup pintu, Julian datang menyusul, lalu menarik bahunya."Mau kamu bawa ke mana Vina?" tanya Julian dengan intonasi menekan."Kamu sudah lupa peringatanku barusan?" Wajah Rangga menegang dan tangannya mengepal erat. Rangga masih sangat ingin menghajar Julian.Betapa kurang ajarnya Julian, berani membawa pergi ibu dari anaknya. Jika Rachel miliknya, maka Vina pun miliknya, entah Vina setuju atau tidak dengan pendapatnya. Tidak ada yang boleh menyentuh, apalagi sampai mengambil miliknya!"Kamu bilang Vina wanitamu, hah? Jang
"Ugh ... kepalaku," erang Vina dengan suara serak.Pagi menjelang, Vina mengerjap dan mengusap-usap mata. Kepala Vina juga terasa sangat berat. Dia lalu memijat-mijat pelipisnya dengan mata yang kembali terpejam.Vina ingin melemaskan otot-otot tubuhnya yang menegang, tetapi dia tak dapat menggerakkan badan. Sesuatu seperti sedang mengunci tubuhnya.Aroma maskulin yang begitu khas tercium begitu dekat. Anehnya, Vina merasa tenang membaui aroma yang dulu dibencinya itu.Tangan Vina yang bebas menyusuri lekukan kulit berotot yang terasa agak keras. Bukannya terbangun, Vina justru membenamkan wajah dalam kehangatan yang tengah dia rasakan.Vina mengusap-usap wajahnya di dada Rangga. Tanpa tahu, Rangga sangat kesulitan sampai menahan napas karena ulahnya.Rasanya begitu nyaman dan Vina merasa aman. Vina pun ingin kembali melintasi alam mimpi. Hingga Vina mendengar gemuruh napas kasar dari dalam dada Rangga."Tidak jadi bangun?" Suara berat Rangga terdengar jelas di telinga Vina yang mengi
"Ada yang terjadi?" Julian berlari kecil ke arah Vina. "Rachel di mana?""Ibu ... Ibu ada di dalam, Julian ....""Telepon pemadam kebakaran dan polisi, aku akan masuk ke dalam!" perintah Julian.Julian berlari ke toko, matanya terbuka lebar melihat toko Vina berantakan. Tetapi, dia tak bisa berlama-lama terkejut.Julian segera membasahi jasnya di wastafel, lalu kembali ke rumah Vina. Lalu, masuk dengan menutupi punggung dan kepalanya dengan jas basah.Untung saja, kobaran api belum terlalu besar. Dalam sekali lompatan, Julian dapat melewati pintu."Bu Martha!" teriak Julian."Nak Julian ...." Martha bersimpuh gemetaran di dalam."Saya bantu keluar dulu, sebelum apinya menjadi lebih besar!"Julian menuntun Martha dengan langkah tergesa-gesa. Dia menutupi Martha menggunakan jasnya. Mereka berhasil keluar bergantian dengan Martha di depan.Lengan kemeja Julian terjilat kobaran api ketika dia melompat keluar pintu. Vina dan teman-temannya sudah membawa ember berisi air dan mulai mengguyur
'Suami saya baru tahu kebakaran itu. Dia tidak mau tahu, pokoknya besok pagi, Anda harus sudah membayar uang ganti rugi. Saya tidak bisa membantu mengulur-ulur waktu, Maaf.'Pegangan di ponselnya terasa melemas ketika membaca pesan singkat dari pemilik rumah. Akhir-akhir ini, banyak sekali kejadian buruk menimpa Vina. Dan itu semua terjadi setelah kemunculan Rangga.Vina jadi merasa jika Rangga hanya membawa kesialan dalam hidupnya. Yang pertama, semua pelanggannya pergi, tokonya dihancurkan orang, sekarang rumahnya kebakaran, dan dia harus mengganti uang ratusan juta dalam semalam.Vina sempat berpikir untuk minta tolong kepada Julian. Tetapi, Julian sudah terlalu banyak membantunya. Belum lagi, tangan Julian sampai mengalami luka bakar akibat menolong ibunya. Vina tak sanggup jika harus merepotkan Julian lagi."Ada apa, Vin?" tanya Martha yang baru saja membereskan sisa-sisa kebakaran."Ibu kontrakan minta uang ganti rugi besok pagi, Bu," kata Vina lemas.Barang-barang di tangan Mar
"A-asal bukan hak asuh Rachel, saya ... saya akan melakukan apa pun." Vina melirik ke arah lain untuk menghindari tatapan Rangga.Rangga menangkup dagu Vina dengan satu tangan agar terus menatapnya. "Yang pertama, berhenti memanggilku 'Pak' lagi. Aku tidak mau Rachel mendengarnya." Daripada mendengar ucapan Rangga, perhatian Vina justru teralihkan oleh bau kopi dari napas Rangga yang menerpa wajahnya. 'Sepertinya, sebelum ke sini tadi, dia mampir minum kopi lebih dulu,' pikir Vina kehilangan konsentrasi."Jawab!"Vina terkesiap oleh suara keras Rangga. Vina khawatir, Rangga memergoki dirinya sedang memandangi bibirnya, membayangkan pria itu sedang duduk santai sambil menyeruput kopi dengan wajah damai.Bagaimana pria yang jarang tersenyum itu memamerkan giginya dan tertawa saat bercengkrama dengan temannya. Gambaran tersebut membuat Vina mengikik geli."Kamu menertawakanku?" geram Rangga."Iya- Tidak ... maksud saya, i-iya ... saya akan memanggil Anda ... Mas." Vina spontan menjawab.
"Tidak, saya tidak mau! Saya juga masih punya harga diri! Apa ini wajah asli Anda? Suka memaksa perempuan tidur bersama Anda!"Awalnya, Rangga tak berniat memberi Vina syarat apa pun. Namun, setelah kejadian-kejadian sebelumnya, Rangga perlu mengendalikan Vina supaya mereka semua aman di bawah kuasanya.Dan juga, Rangga sekaligus ingin membuat Rachel bahagia. Rangga bisa lebih mudah menuruti segala keinginan Rachel jika Vina patuh padanya. Karena semua permintaan Rachel selalu berhubungan dengan dirinya dan Vina."Anda cuma mau diakui Rachel, bukan? Cukup itu saja, tidak lebih! Saya tidak mau berhubungan dengan calon suami wanita lain! Saya tidak mau dianggap perusak hubungan orang!"Rangga membuang napas kasar. Dia sebenarnya sangat kesal karena Vina selalu saja menyahut tanpa mau mendengar ucapannya sampai selesai. Padahal, Vina dulu selalu lembut dan menurut padanya. Tidak sekali pun Vina pernah menentang kehendaknya. Vina yang sekarang, berubah menjadi perempuan menantang yang ing