Share

Bab 3

Penulis: Meep
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-21 04:51:25

Saat malam tiba, Laras duduk sendirian di ruang tamu, menatap jendela yang menghadap ke luar rumah. Pikirannya melayang ke Bima, dan dia merasa semakin kesepian. Teleponnya bergetar, mengingatkannya pada transfer uang yang baru saja dia lakukan untuk Bima.

Ia menerima pesan singkat dari Bima: "Terima kasih, Kak. Aku sangat menghargai semua yang kau lakukan. Bagaimana kabarmu?"

Laras membalas dengan cepat: "Aku baik-baik saja, hanya sedikit lelah. Aku berharap kau baik-baik saja di sana."

Bima membalas dengan pesan singkat namun penuh kasih: "Aku baik, terima kasih. Jangan terlalu membebani dirimu. Aku tahu kau melakukan banyak untukku."

Laras menatap layar teleponnya, merasakan air mata menggenang di matanya. Setiap kali dia melihat Bima bahagia dan sukses, dia merasa bangga, namun juga sedih karena harus mengorbankan kebahagiaannya sendiri.

Hari berikutnya, tekanan dari Maya dan Siska semakin meningkat. Mereka mulai mengatur pertemuan sosial tanpa melibatkan Laras, mengabaikannya dalam perencanaan dan keputusan yang berkaitan dengan acara keluarga. Laras merasakan perbedaan yang jelas dalam sikap mereka, yang semakin mempertegas posisinya sebagai outsider di rumah itu.

Di ruang tamu, Maya dan Siska sedang berdiskusi tentang acara malam berikutnya saat Laras masuk.

"Kita harus memastikan semua detail acara berjalan dengan sempurna," kata Maya dengan penuh semangat. "Dan Laras, pastikan kau tidak membuat kesalahan."

Siska menambahkan dengan nada sarkastis, "Ya, Laras. Kau harus benar-benar memperhatikan. Kami tidak ingin ada hal yang mencoreng reputasi keluarga."

Laras merasakan lidahnya terasa kering. "Tentu, aku akan pastikan semuanya sesuai dengan yang diharapkan."

Setelah mereka pergi, Laras duduk di sofa dan menutup matanya sejenak. Beban mental dari pengorbanan yang terus dilakukannya semakin terasa. Hidupnya seakan-akan terikat pada harapan dan ekspektasi orang lain, sementara kebahagiaan pribadinya semakin menjauh.

Dalam hatinya, Laras bertanya-tanya berapa lama dia bisa terus seperti ini. Meski setiap harinya dipenuhi dengan tugas dan tanggung jawab, tidak ada satu pun yang memberikan kepuasan atau kebahagiaan sejati. Semua terasa kosong dan suram, meninggalkan Laras dengan rasa kesepian yang mendalam.

Saat malam hari, setelah makan malam, Adrian menghampiri Laras yang sedang duduk sendirian di teras belakang rumah. Laras sedang menatap bintang-bintang dengan tatapan kosong, merasa terasing dalam kesunyian.

"Lar," panggil Adrian lembut, melangkah mendekat. "Bisa kita bicara sebentar?"

Laras terkejut, namun ia mengangguk. "Tentu, Adrian. Ada apa?"

Adrian duduk di samping Laras, mencoba terlihat lebih dekat daripada biasanya. "Aku ingin berbicara tentang kita. Aku merasa kita semakin jauh. Mungkin ada sesuatu yang bisa kita perbaiki."

Laras merasakan hatinya berdebar. "Aku juga merasa ada jarak antara kita. Tapi, apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya?"

Adrian mengambil tangan Laras dengan lembut. "Aku berpikir bahwa mungkin kita bisa mulai lebih sering menghabiskan waktu bersama, seperti yang kita lakukan ketika awal pernikahan."

Laras merasa campur aduk antara harapan dan ketidakpastian. "Itu terdengar bagus. Aku hanya berharap ini bukan sekadar sementara."

Adrian tersenyum tipis. "Aku ingin ini menjadi lebih dari sekadar basa-basi. Aku ingin memastikan kau merasa bahagia di sini."

Namun, kehangatan yang ditunjukkan Adrian tampaknya lebih dari sekadar perbaikan hubungan. Laras mulai merasakan bahwa perhatian ini memiliki tujuan lain. Semakin sering Adrian menunjukkan rasa sayangnya, semakin Laras merasa ada sesuatu yang disembunyikan.

Keesokan harinya, Maya dan Siska mulai memperhatikan perubahan ini dengan cermat. Mereka berkumpul di ruang tamu, berbicara dalam bisikan penuh kepentingan.

"Maya, apakah kau melihat bagaimana Adrian memperlakukan Laras belakangan ini?" tanya Siska, dengan nada penuh kekhawatiran.

Maya mengangguk. "Ya, aku perhatikan. Dia tampaknya sangat fokus pada Laras akhir-akhir ini. Itu membuatku merasa tidak nyaman."

Siska menyeringai tipis. "Jika Laras hamil, itu akan menjadi masalah besar bagi kita. Adrian jelas ingin keturunan dari pernikahan ini, dan jika itu terjadi, posisimu bisa terancam."

Maya mengerutkan kening. "Kita harus berhati-hati. Jangan sampai ada yang salah. Jika Laras hamil, kita harus siap dengan strategi untuk memastikan posisimu tetap aman."

Ketika Laras kembali ke kamarnya, perasaannya semakin kacau. Ia menerima pesan dari seorang teman yang mengatakan bahwa dia mendengar desas-desus tentang alasan di balik pernikahannya dengan Adrian. Temannya mengatakan bahwa Adrian sebenarnya menikahinya hanya untuk mendapatkan keturunan, dan tidak ada rasa cinta di antara mereka.

Laras terkejut dan merasa hatinya hancur. Ia bertanya-tanya seberapa banyak dari apa yang dia alami selama ini adalah kebohongan. Menghadapi kenyataan ini, Laras merasa dihantui oleh rasa pengkhianatan dan ketidakpastian.

Saat malam tiba, Laras menemukan Adrian duduk di ruang tamu, tampak gelisah. Dia mendekati Adrian dengan penuh keberanian.

"Adrian," suara Laras bergetar, "aku... aku mendengar sesuatu yang membuatku bingung. Apakah benar kau menikahiku hanya karena ingin memiliki anak?

Adrian menatap Laras dengan ekspresi terkejut. "Lar, itu bukan apa yang kau pikirkan. Aku....."

"Adrian, aku tidak menyangka kau akan melakukan ini padaku. Aku selalu percaya padamu. Tapi, sekarang aku merasa seperti orang bodoh. Apa selama ini kau hanya berpura-pura mencintaiku?"

Adrian menghela napas panjang. "Sebenarnya, iya. Aku menikahimu karena kebutuhan akan keturunan, tapi itu bukan berarti aku tidak menghargaimu. Aku merasa terjebak dalam situasi ini, tapi aku tidak ingin menyakitimu."

Laras merasakan hatinya hancur mendengar pengakuan itu. "Jadi, semua perhatian ini, hanya untuk mencapai tujuan itu?"

Adrian mengangguk dengan berat hati. "Maaf, Laras. Aku tidak bermaksud membuatmu merasa seperti ini. Aku hanya mencoba melakukan yang terbaik dalam situasi ini."

Laras merasa marah dan kecewa. "Aku merasa ditipu. Aku tidak tahu bagaimana harus merespons. Semua ini membuatku merasa lebih tertekan."

Adrian mencoba mendekat, namun Laras mundur dan berkata dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya . "Aku butuh waktu untuk berpikir."

Setelah percakapan yang menyakitkan itu, Laras kembali ke kamarnya dengan perasaan campur aduk. Ketika dia berbaring di ranjangnya, pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan tentang masa depannya dan perasaannya. Terasa semakin jelas bahwa pernikahan ini bukanlah apa yang dia bayangkan, dan dia harus menemukan cara untuk menghadapi kenyataan ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Putri dari Desa   Bab 28

    Langit pagi di pelabuhan tampak mendung, seolah alam mengetahui bahwa pertempuran akan segera terjadi. Suara deru ombak bercampur dengan suara langkah kaki yang tergesa-gesa, membuat suasana semakin tegang. Di antara deretan kontainer yang menjulang, Bima, Adrian, Reza, dan tim mereka berdiri dengan penuh kewaspadaan.Bima merapatkan jaket hitamnya, tatapannya lurus ke depan. "Ini adalah kesempatan terakhir kita untuk menghancurkan Tanaka sebelum dia sempat menyerang lagi."Adrian, berdiri di samping Bima, menghela napas panjang. Meskipun matanya penuh kelelahan, semangat bertarungnya masih menyala. "Kita harus berhati-hati. Tanaka pasti sudah mempersiapkan pertahanan yang kuat."Reza dan Yusuf memimpin persiapan lapangan. Reza, dengan pengalaman taktisnya, membagi tim menjadi beberapa kelompok kecil. Yusuf, di sisi lain, memantau jaringan komunikasi untuk memastikan bahwa tidak ada kejutan dari pihak Tanaka."Tim satu dan dua akan menyusup dari sisi utara," kata Reza sambil menunjukk

  • Putri dari Desa   Bab 27

    Malam masih sunyi, tapi ketegangan meliputi suasana markas Bima. Adrian tengah duduk di meja besar yang penuh dengan peta dan dokumen. Di depannya, Bima berdiri dengan tangan terlipat, matanya tajam memandangi rencana yang sudah mereka buat untuk menyerang Mr. Tanaka. Setelah insiden pengkhianatan Darto, semua orang semakin berhati-hati."Semua sudah siap," ujar Bima, suaranya tenang namun penuh kewaspadaan. "Kita hanya tinggal menunggu waktu yang tepat."Adrian mengangguk, meskipun ekspresinya sedikit tegang. "Tapi kita tidak bisa santai. Tanaka pasti sedang menyusun balasan."Sementara mereka berdiskusi, beberapa karakter pendukung yang relevan mulai berdatangan. Ada Yusuf, ahli teknologi yang membantu Bima dan Adrian dalam mengawasi komunikasi digital Mr. Tanaka. Yusuf sudah berada di belakang layar sejak awal, namun keahliannya menjadi semakin vital setelah pengkhianatan Darto. Di samping Yusuf, ada Reza, pemimpin tim lapangan yang mengatur orang-orang Bima untuk serangan langsung

  • Putri dari Desa   Bab 26

    Bima duduk di ruangannya, memeriksa berkas-berkas rahasia yang berkaitan dengan rencana serangan mereka terhadap Mr. Tanaka. Semuanya terlihat sempurna di atas kertas, tetapi perasaan gelisah terus merayap dalam dirinya. Ada sesuatu yang salah—terlalu banyak kebetulan yang tak bisa ia abaikan. Serangan balik Tanaka datang terlalu cepat, seolah-olah dia sudah tahu rencana mereka.Bima memandang Adrian yang berada di seberang meja. "Aku merasa ada yang bocor," katanya pelan, tapi tegas.Adrian menatapnya dalam diam, menyadari betapa seriusnya situasi ini. "Kau pikir ada pengkhianat di tim kita?" tanya Adrian akhirnya."Lebih dari itu," jawab Bima dengan suara rendah. "Aku yakin seseorang telah menjual kita ke Tanaka."Penyelidikan segera dimulai. Bima menginstruksikan beberapa orang kepercayaannya untuk menyelidiki tiap anggota tim. Dia tahu betul bahwa siapa pun yang berkhianat pada mereka harus ditemukan sebelum lebih banyak kerusakan terjadi. Adrian ikut serta, menginterogasi beberap

  • Putri dari Desa   Bab 25

    Ruangan itu dipenuhi aroma kopi yang baru diseduh. Namun, suasana di dalamnya jauh dari hangat. Di seberang meja, Bima duduk tegak, tatapannya tajam, mengamati Adrian yang sibuk membolak-balik dokumen di hadapannya. Mereka sekarang adalah sekutu tak terduga, bersatu oleh tujuan yang sama—menghancurkan Mr. Tanaka.Adrian meletakkan dokumen itu, menghela napas berat. "Aku sudah mempelajari semua ini," katanya, suaranya rendah. "Mr. Tanaka bukan orang yang mudah dihadapi. Dia punya jaringan yang luas dan kuat. Kita butuh strategi yang lebih matang."Bima menatap Adrian tanpa ekspresi, matanya meneliti setiap gerakan pria yang kini menjadi sekutunya. "Aku sudah tahu itu. Aku tidak perlu kau menjelaskan betapa berbahayanya dia."Adrian terdiam sejenak, menyadari bahwa Bima memang sudah lama mempersiapkan ini. “Baiklah, apa rencanamu?” tanyanya, menyadari bahwa taktik terbaik saat ini adalah membiarkan Bima memimpin.Bima mencondongkan tubuh ke depan, membuka map di hadapannya. "Kita serang

  • Putri dari Desa   Bab 24

    Suasana di rumah Adrian terasa semakin suram. Ketegangan menumpuk seiring waktu, terutama setelah serangkaian serangan yang mengguncang kerajaan bisnis keluarga Wijaya. Adrian, yang dulu tampak tak tergoyahkan, kini terlihat rapuh. Hari itu, Adrian akhirnya mengetahui kebenaran yang menghancurkannya: Bima, adik iparnya sendiri, adalah dalang di balik semua serangan.Adrian duduk di ruang kerjanya, tangannya bergetar saat memegang laporan terakhir yang diantarkan oleh orang kepercayaannya. "Bima..." gumamnya lirih, suaranya serak.Langkah kaki terdengar dari luar pintu. Bima masuk dengan tenang, tanpa ekspresi, dan duduk di kursi di seberang Adrian. Mereka saling menatap, ketegangan memenuhi ruangan.“Aku tahu kau akan segera mengetahuinya,” kata Bima tanpa basa-basi. “Aku sudah menunggu waktu ini.”Adrian terdiam sejenak, tidak tahu harus berkata apa. Amarahnya bergolak, namun juga ada rasa keterkejutan yang sulit dijelaskan. “Kenapa? Kenapa kau lakukan ini?” tanya Adrian, suaranya be

  • Putri dari Desa   Bab 23

    Di kantor, Adrian terus menerima telepon dari rekan-rekannya. Suara marah dan penuh kekecewaan datang dari berbagai pihak. Beberapa mitra bisnisnya memutuskan hubungan, investor menarik diri, dan kontrak-kontrak besar dibatalkan."Kami tidak bisa melanjutkan kerja sama ini, Adrian. Reputasimu sudah rusak. Ini akan menghancurkan kita juga."Adrian membanting teleponnya ke meja, wajahnya merah karena marah dan frustrasi. Semua yang dia bangun selama bertahun-tahun kini hancur dalam sekejap.Di sudut ruangan, Maya berdiri dengan tangan terlipat di dada, memperhatikan suaminya dengan tatapan datar. "Ini sudah di luar kendali, Adrian. Kau harus melakukan sesuatu."Adrian mendongak, menatap Maya dengan mata yang penuh amarah. "Kau pikir aku tidak mencoba? Setiap hari aku mencoba memperbaiki ini, tapi serangannya datang dari segala arah. Aku bahkan tidak tahu siapa yang ada di balik semua ini."Maya mendekat, tatapannya tajam. "Kau perlu bertindak cepat, Adrian. Jika tidak, aku tidak akan iku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status