Share

Usaha Untuk Mempertahankan

Aliya sedang membaca naskahnya untuk event hari pertama yang diselenggaran hari ini. Ketika dia sedang duduk sendiri, tiba-tiba seorang lelaki  berdiri di depannya. Meskipun ia tak menatapnya, namun Aliya yakin jika orang tersebut adalah laki-laki, tercium dari aroma parfume maskulinnya sama dengan yang Reza pakai.

“Selamat siang, saya Sean Ravindra kameramen yang baru bergabung hari ini. Salam kenal dan mohon bantuannya.” Laki-laki itu menyapa dengan sopan dan semangat. Mungkin karena ini adalah pekerjaan pertamanya.

“Hmm,” sahut Aliya tanpa menoleh. Dia masih fokus dengan naskah yang dia baca.

Sean masih berdiri di depan Aliya. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi ragu karena sepertinya wanita tersebut tidak menyambutnya dengan baik.

Sampai akhirnya Aliya menoleh ke arah Sean, karena laki-laki itu tak kunjung pergi setelah menyapanya.

“Apa lagi?” tanya Aliya.

“Emm, sepertinya kita pernah bertemu.”

Ada jeda beberapa menit setelah Sean mengatakan hal tersebut.

“Lalu?” tanya Aliya.

“Lalu—”

“Bukankah hal yang wajar bertemu dengan orang di lingkungan yang sama. Jadi tidak perlu membuatnya heboh. Pergilah aku sedang sibuk.” Aliya kembali fokus membaca naskahnya setelah dia mengatakan hal tersebut pada staff baru itu.

Sean membalikkan tubuhnya dan pergi dari hadapan Aliya. Dia tidak menyangka jika wanita yang ditabraknya kemarin itu begitu acuh seperti itu.

“Apa dia sosiopat?” gumamnya ketika dia telah menjauh dari Aliya.

“Siapa? Aliya?” Tiba-tiba Vanya yang kebetulan mendengarnya langsung menyahut saja.

“Hah? Bukan,” jawab Sean tak enak. Rasanya tidak pantas di hari pertamanya bekerja, dia sudah kurang ajar dengan seniornya.

Vanya hanya tersenyum menanggapinya dan menatap Sean yang berjalan menjauh darinya.

“Anak muda yang menggemaskan,” ucap Vanya tanpa maksud apa-apa.

Acara fashion itu berlangsung dengan lancar di hari pertama dan kedua. Masalahnya ada ketika hari  ketiga Aliya menjadi MC acara di sana. Wanita itu telah mengambil ponselnya yang sudah selesai diperbaiki dalam waktu tiga hari.

Dia lalu mengaktifkan nomornya sebelum acara langsung itu dimulai. Dan banyak sekali pesan yang masuk ke ponselnya selama tiga hari terkahir. Aliya tak begitu memedulikannya, sebab dia bisa menjelaskannya nanti pada Reza ataupun yang lainnya.

Tapi satu pesan dari mertuanya membuat Aliya mengerutkan keningnya begitu dalam.

“Kita mulai lima menit lagi ya!” seru pengarah kamera.

Tak biasanya Aliya sekhawatir ini. Dia sampai tak mendengar ucapan dari Vanya yang meminta Aliya untuk bersiap-siap naik ke panggung.

“Al! Kamu ngelamun? Cepat naik ke panggung,” perintah Vanya yang melihat temannya itu bertingkah begitu aneh hari ini.

“Aku harus pulang ke Jakarta sekarang Van.”

Vanya membulatkan matanya tak percaya mendengar lelucon Aliya yang tidak lucu itu.

“Omong kosong apa itu? Cepat naik ke panggung.” Vanya tak mau tahu. Acara sudah berlangsung dengan lancar selama dua hari. Dan dia tidak mau tiba-tiba menjadi berantakan karena Aliya yang berulah.

“Aku serius harus pulang sekarang.” Aliya pergi melewati Vanya begitu saja. Seolah dia tak memedulikan pekerjaan yang sudah menjadi tanggung jawabnya itu.

“Al! Terus gimana dengan acaranya?”

Aliya berhenti dan menghampiri Vanya kembali. Dia menyerahkan kertas yang berisi panduan acara hari ini pada Vanya.

“Kamu saja yang menggantikan aku.”

“Apa? Kamu sudah gila?”

“Iya. Kalau aku tidak pergi, mungkin aku akan benar-benar gila sebentar lagi.”

Vanya menatap kepergian Aliya yang sudah tak bisa ia cegah lagi. Dia lalu mengacak rambutnya karena frustasi.

***

“Aliya akan kembali,” kata Yulia. Saat ini dia sedang duduk dengan santai di ruang tamu rumah anaknya. Dia bahkan meminta Reza untuk tidak pergi ke kantor demi hal yang tak Reza ketahui.

“Kenapa ibu sangat yakin? Apa yang ibu katakan pada Aliya?”

Yulia tersenyum kemudian menyesap the chamomilenya.

“Kamu tidak perlu tahu. Yang perlu kamu lakukan hanya menuruti perintah ibu.”

Reza membuang wajahnya. Dia tidak tahu apa yang sedang direncanakan oleh ibunya. Dan yang pasti ibunya sudah mengatakan hal yang macam-macam pada Aliya, hingga membuatnya yakin jika istrinya akan langsung pulang hari ini juga.

Setelah menunggu kurang lebih tiga jam pintu rumah itu terbuka. Dan Aliya berdiri di depan pintu dan menatap ke arah mertuanya dengan pandangan yang tak bisa Reza artikan.

“Aliya?” Reza langsung berdiri ketika melihat istrinya itu benar-benar pulang seperti apa kata ibunya.

“Bagaimana dengan pekerjaan kamu?” Laki-laki itu menghampiri istrinya dan membantu membawakan koper yang dibawa oleh Aliya. Sementara wanita itu langsung menghampiri mertuanya tanpa menjawab pertanyaan Reza sebelumnya.

Yulia mengeluarkan koran dari dalam tasnya dan melemparnya ke meja dengan kasar.

“Jelaskan apa ini?”

Aliya menatap koran yang memuat artikel tentang dirinya beberapa minggu yang lalu.

“Jadi kamu tidak mau memiliki anak, dan memaksa Reza untuk setuju dengan pilihanmu itu juga?” tanya Yulia. Dia benar-benar tidak menyangka jika menantu kebanggaanya itu tega menyakitinya seperti ini. Padahal yang diinginkan Yulia hanyalah satu, yaitu cucu untuk meneruskan keturunannya. Namun dia justru mendapat menantu yang tidak ingin memiliki anak.

“Bu, kita bisa membicarakannya dengan baik.” Reza mencoba menengahi. Dia tidak ingin ada pertengkaran di antara ibu dan istrinya di rumah itu.

“Kamu diam Reza!” Yulia membentak anaknya. Dia sudah tak bisa menolerir jika ini berhubungan dengan keturunan.

Aliya menoleh ke arah Reza dan mengangguk pelan.

“Iya. Aliya memang tidak mau memiliki anak bu. Karena Aliya tidak mau kehilangan pekerjaan Aliya,” jawabnya dengan pelan.

“Ibu!” Reza menangkap tangan ibunya yang hampir melayang ke wajah istrinya, “Jangan seperti ini bu. Reza mohon.”

Yulia akhirnya menurunkan tangannya. Dia memang sempat tak bisa menahan emosinya tadi.

“Baiklah. Kita bicarakan ini baik-baik. Dan yang jelas ibu mau memiliki cucu dari Reza. Kalau Aliya tidak mau, biarkan Reza menikah lagi.”

Aliya mengangkat wajahnya dengan mata yang bergetar setelah mendengar perkataan yang keluar dari mulut mertuanya barusan.

“Kenapa? Apa kamu tidak mau juga? Maka kamu boleh memilih untuk pergi. Kamu tidak memiliki hak untuk menhalangi Reza meneruskan keturunannya Aliya.” Yulia menatap tajam ke arah Aliya yang belum berkomentar apa-apa.

“Bu, ini keterlaluan.” Reza langsung menentangnya. Apalagi saat ia melihat wajah Aliya yang begitu terluka. Namun sayangnya ibunya sama sekali tak menghiraukan apapun yang Reza katakan kali ini.

“Bagaimana? Pilihan ada di tangan kamu Aliya. Kamu tidak berhak memperlakukan Reza seperti ini. Aku ibunya, dan kamu hanya pendatang di hidup Reza.” Yulia terus berusaha memojokkan menantunya agar mau menjawab apa pilihannya. Dan Yulia sama sekali tak masalah apapun itu, asal ia bisa memiliki cucu dari Reza, anaknya.

“Baiklah. Aliya setuju Reza menikah lagi untuk memiliki keturunan. Tapi Aliya sendiri yang akan memilihkan istri untuknya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status