Home / Zaman Kuno / Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku / Bab 1 - Hutan Terlarang Gunung Shenlan

Share

Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku
Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku
Author: Chryztal

Bab 1 - Hutan Terlarang Gunung Shenlan

Author: Chryztal
last update Last Updated: 2025-08-13 12:10:22

"Ugh..argh.."

Suara rintihan yang terdengar begitu lirih di tengah hutan berkabut Gunung Shenlan, menghentikan kegiatan Lin Qian yang sedang memotong akar Shenlan tua. Badanya menegang, napasnya tertahan. Lin Qian berdiri perlahan sambil memegang pisau erat, melangkah perlahan ke arah sumber suara.

"Jangan- jangan siluman harimau? Atau siluman rubah?" bisik Lin Qian waspada.

Rintihan tersebut terdengar lagi. Tapi kali ini lebih terdengar seperti suara pria yang menahan sakit.

Lin Qian segera melangkah cepat ke arah sumber suara di balik semak, menyibak dedaunan semak yang tumbuh tingi di bawah pohon Qingmu tua. Dedaunan basah menyentuh wajah dan lenganya, tapi Lin Qian tetap fokus pada tujuanya menuju sumber suara.

Lin Qian sedikit menunduk. Pandanganya langsung bertemu seorang pria yang bersandar pada batang pohon.

Tubuhnya basah oleh keringat dan darah, sebilah panah menancap dalam di bahu kirinya. Matanya terpejam, nafasnya berat dan tak beraturan. Namun yang paling mencolok adalah jubah yang dikenakanya, terlihat mewah dan tidak seperti jubah orang biasa.

Lin Qian menghampiri pria itu dan berlutut di sampingnya, memangilnya panik. "Hei! Kau dengar aku?"

Pria itu membuka matanya pelan dan samar. Tatapanya tajam seperti elang, menyiratkan kewaspadaan.

"Siapa kau?" desinya galak.

Lin Qian yang menyadari pria di hadapanya tampak waspada pun segera menjelaskan cepat niat baiknya. "Tenang saja, aku bukan musuh. Kalau mau selamat cepat ikuti aku!"

Pria bernama Wang Rui itu terdiam, ia tidak bisa menahan sakitnya lebih lama lagi. Akhirnya tanpa ada pilihan lain, ia pun mengikuti Lin Qian yang membawanya menuju Goa Batu Langit, goa mistis yang terletak tidak jauh dari pohon Qingmu besar.

Dengan susah payah Lin Qian membopong tubuh besar Wang Rui menyusuri jalur kecil menuju goa tersembunyi di balik batu besar dan akar pohon tua. Lin Qian sering melewati goa tersebut, namun enggan untuk menelusurinya.

Sesampainya di dalam goa, Lin Qian menyalakan api kecil dari ranting kering dan mengeluarkan kantong kain yang mengantung di pingangnya. Kemudian, ia mulai menghaluskan ramuan obat dari akar Huangqin dan daun Qingxiao.

Lin Qian merobek sedikit jubah di bagian bahu yang dikenakan Wang Rui. Ia mengoleskan racikan yang dibuatnya sebelum menarik anak panah keluar dalam satu gerakan cepat.

"Arghh.." rintih Wang Rui pelan.

Wajah Wang Rui memerah, menahan sakit. Lin Qian meratakan obatnya pada luka Wang Rui yang sudah mengeluarkan banyak darah. Aroma pahit langsung memenuhi goa.

"Racun..." desi Wang Rui pelan setelah melihat ujung panah perak tersebut berwarna ungu, menandakan adanya racun.

Lin Qian meganguk. "Benar, racun ini belum menyebar sampai jantung. Kau dilindungi Dewa Keberuntungan."

Wang Rui menatapnya samar, matanya buram namun tetap menyimpan kewaspadaan seperti binatang terluka yang terpojok. Namun tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya.

Lin Qian membalut bahu Wang Rui dengan sobekan jubah. Jarinya cekatan, tanganya tidak gemetar seperti profesional.

Kemudian Ia mengencangkan ikatan balutan membuat Wang Rui berteriak kesakitan. Racun pada panah tadi dapat membuat korbanya merasakan sakit yang ekstrim untuk beberapa saat.

Lin Qian memberikan daun Yuzhen untuk meredakan nyeri, tapi Wang Rui sepertinya engan membuka mulutnya. Wang Rui tidak suka mengkomsumsi herbal yang belum diolah.

"Daun ini untuk meredakan nyeri, rasanya dingin. Kalau kau mau terus kesakitan yasudah tidak usah makan." cibir Lin Qian jengkel karena Wang Rui tetap merapatkan mulutnya.

Akhirnya Wang Rui menurut. Dengan susah payah ia mengunyah daun tersebut mentah- mentah. Lin Qian merebahkan tubuh Wang Rui sesudah menelan daun Yuzhen.

Setelah selesai, Lin Qian duduk di samping api sambil menatap pria itu. Cahaya api menari di dinding goa, memperlihatkan siluet wajah pria tampan tapi penuh guratan tegas. Pria itu tampak seperti jenderal dari istana daripada perwira lapangan.

"Siapa kau...dan siapa yang menginginkan kematianmu?" tanya Lin Qian pelan.

Tak ada jawaban. Wang Rui telah tertidur.

Namun sebelum Lin Qian sempat berpikir jauh, Suara napas Wang Rui terdengar cepat tidak beraturan. Keringat membanjiri wajahnya yang tertidur tidak tenang. Lin Qian cepat-cepat mengecek suhu tubuh Wang Rui dan mengeringkan keringatnya.

"Demam tingi, efek samping racun." gumam Lin Qian dengan gurat wajah serius.

Lin Qian segera membasahi sisa potongan kain dengan kantung air yang dibawanya dan meletakanya di kening pria tersebut. Lin Qian pergi meningalkan goa untuk mencari tambahan akar Hanxiao, herbal pendingin demam. Di luar Goa, kabut sudah mulai menipis. Memudahkan pencarian Lin Qian.

Beberapa saat kemudian Lin Qian kembali, tapi goa itu telah kosong. Bara api telah padam, pria itu menghilang. Tak ada suara, tak ada jejak kaki. Hanya sia sobekan kain berdarah dan bekas kompres demam.

Lin Qian menatap sekeliling. Ia menemukan sobekan kecil dari jubah dengan sulaman naga bertanduk satu berwarna emas yang tergeletak diatas batu. Lin Qian menatap kain itu dengan jantung berdebar.

"Apa dia pergi sendiri? Dengan keadaan begitu?" gumamnya ragu,"Atau ada yang membawanya? Siapa orang yang tadi aku selamatkan?"

Angin tiba- tiba bertiup dari dalam mulut goa, membawa aroma logam dan sesuatu yang dingin. Lin Qian menelan ludah pelan. Sekujur badanya merinding.

Saat ia berbalik untuk pergi, sebuah suara dingin misterius menyerupai bisikan pelan terdengar dari dalam goa.

"Kau sudah melihat terlalu banyak, tabib muda."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 7 - Di Bawah Tatapan Naga

    "Apa kau tahu itu bisa dianggap penghinaan terhadap metode resmi kekaisaran?"Suara Kaisar Wang Rui menggema dalam ruangan megah berhiaskan ukiran naga dari emas. Seolah bergema dari kedalaman langit. Kata-katanya mengalir dingin seperti salju gunung Xuanlong.Lin Qian tetap berlutut. Tubuhnya tegak, sorot matanya bagaikan api kecil yang tak padam. "Saya tahu, Yang Mulia.""Tapi saya juga tahu, jika seorang pasien berada di ambang maut dan harapan terletak pada ramuan yang tak tercantum dalam kitab, apakan seorang tabib harus menutup mata demi mematuhi metode yang tidak mempan?" ucap Lin Qian mantap, suaranya tenang namun penuh bara api.Wang Rui turun dari singgasana naga dengan gerakan tenang. Jubah hitamnya menyapu lantai giok dengan keheningan yang anggun namun mencekam.Ia mengintari Lin Qian seperti angin yang menakar kekuatan seekor burung kecil yang menentang badai. "Berani sekali lidahmu di hadapan kaisar. Apa kau tidak takut kepala yang tidak seberapa ini terpisah dari tubuh

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 6 - Rubah & Pria dari Hutan

    "Kau bukan orang biasa, tapi belum cukup untuk jadi pemenang."Suara berat yang terdengar sedikit menyebalkan itu terdengar dari balik pilar kayu tempat Lin Qian bersandar setelah keluar dari aula ujian.Ujian terakhir akan dilaksanakan besok pagi. Para peserta yang berhasil lolos diberi waktu istirahat untuk memulihkan tenaga dan berkeliling menjelajahi Balai Medis Istana.Langit sore mulai menggelap, udara Wangjing terasa mengigit tulang. Aroma tanah basah dan rumput lembab berpadu dengan harum dupa yang dari kuil di kejauhan, membuat nuansa menenangkan.Lin Qian membuka mata perlahan. Di dekatnya berdiri seorang pemuda berpakaian hanfu biru dilengkapi bros keluarga Huang yang berkilau di dadanya. Rambutnya diikat dengan jepit giok putih."Huang Ziyan." gumam Lin Qian, tak ada sedikitpun keraguan dalam nadanya. Pemuda itu melangkah santai, menyandarkan bahunya di pilar kayu yang Lin Qian sandari. "Jadi kau yang menyamar dengan nama Lin Yuan."Siapa pun tidak bisa menipu Huang Ziyan

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 5 - Riuh Dalam Ujian

    "Tunjukkan kepekaanmu. Nadi tak akan berbohong."Suara pengawas ujian bergema di aula praktik Balai Medis Kekaisaran. Ruangan praktik lebih sempit, karena saat beralih ke ujian praktik jumlah peserta berkurang setengah. Namun sunyi di ruangan praktik lebih mencekam. Cahaya sore menembus celah jendela kayu, jatuh tepat di atas ranjang-ranjang pasien yang berjejer. Di atas ranjang-ranjang kayu, para pasien dari kalangan rakyat biasa berbaring diam. Para peserta melangkah dengan langkah hati-hati. Atmosfer udara di ruangan ini membawa aroma pahit dari ramuan herbal dan dupa penenang.Pengawas ujian membacakan tata tertib ujian kedua, "Waktu pemeriksaan lima belas menit. Hanya titik nadi yang boleh disentuh. Diagnosa dan penanganan awal ditulis dalam gulungan yang sudah disediakan." Lin Qian menunduk, di hadapannya ada seorang pasien tua dengan wajah sepucat kertas dan kuku yang kebiruan. Seolah darah dalam tubuhnya mengalir lambat, nyaris membeku.Ia duduk perlahan. Tiga jarinya menye

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 4 - Ujian Pertama: kertas & Nadi

    "Jika kau hanya tahu setengah racikan, maka setengah nyawa pasienmu sudah kau kubur!" Suara kepala balai medis menggema lantang dari atas panggung kayu menghentak suasana aula luas dengan dinding batu giok dan langit-langit tinggi. Lukisan Bunga Teratai Kesembuhan dan Sembilan Naga Pelindung Kekaisaran menghiasi langit-langit seolah turut mengawasi para peserta ujian.Suasana aula sunyi, namun terasa menegangkan. Ratusan calon tabib berdiri tegak dalam barisan sesuai wilayah masing-masing. Beberapa peserta ada yang berdiri gugup, ada pula yang sampai banjir berkeringat. Di hadapan mereka terdapat meja kayu berjajar rapih. Di atas meja terdapat kuas, tinta hitam beraroma kayu cendana dan gulungan kertas putih dari kulit pohon Zhengmu.Lin Qian berdiri di barisan wilayah utara, tangannya masih menggenggam surat seleksi yang sedikit lecek. Walaupun sempat gugup, mata Lin Qian dengan cepat memancarkan keyakinan. Pengawas Ujian berjalan menyusuri barisan, membagikan gulungan soal sambil

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 3 - Menuju Istana

    "Apakah ini nyata? Kekaisaran serius membuka pintu bagi rakyat biasa?" pertanyaan tak percaya menjalar dari mulut ke mulut. Di antara kerumunan, mata Lin Qian menangkap setiap kalimat seolah tiap hurufnya mengandung takdir. Matanya membulat dan binar bahagia terpancar terang dari hatinya. "Ujian ini akan dilaksanakan tiga hari lagi di Ibukota dengan tiga tahap seleksi! Cukup membawa seritifikat medis dan surat kelulusan. Hadiahnya berupa kedudukan, emas, dan kehormatan." Sinar pagi memantul dari lembaran sutra, seolah takdir itu sendiri sedang berpihak padanya. Dewa telah membuka jalan untuk Lin Qian. Ia tidak bisa melewatkan kesempatan emas ini dan segera membulatkan keputusan gilanya. "Ini..jalan kita! Dewa takdir mendengar doaku!" seru Lin Qian dengan suara bergetar antara terlalu senang dan yakin. Lin Yuan menoleh cepat dengan wajah kebingungan, merasakan firasat yang tidak enak terhadap adiknya yang terlihat sangat bersemangat melihat pengumuman ini. Membuat pikirannya melay

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 2 - Rumah Keluarga Lin

    "Qian'er, kau yakin ingin meneruskan ini?" tanya Lin Yuan tiba-tiba. Beberapa hari yang lalu Lin Qian pulang lebih malam dari biasanya, dengan kondisi yang sangat lusuh dan kotor. Ekspresi wajah Lin Qian saat kembali tidak menunjukan dirinya baik-baik saja. "Mengobati orang demi beberapa butir beras, sementara tubuhmu sendiri semakin kurus." Lin Yuan merasa khawatir dengan keadaan sang adik yang jarang makan tepat waktu. Lin Yuan memandang adiknya lekat. Adiknya yang cantik sudah tumbuh dewasa seperti Bunga Hanmei di musim dingin, namun selalu mekar pada waktunya. Di balik wajah yang kelelahan dan rambut yang dikepang berantakan, tersembunyi tekad sekeras batu giok. Lin Qian selalu pulang dengan mata berbinar, seolah setiap tanaman liar yang ia bawa punya rahasia yang ingin dibisikan padanya. Gadis itu sangat mencintai tumbuhan herbal dari pada perhiasan perak dan emas. Lin Qian menatap langit-langit lalu bergumam, "Kita hanya punya satu warisan yang tersisa dari ayah dan ibu,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status